Investor Eropa Jajaki Peluang Bangun Smelter Nikel di Indonesia
Perusahaan ini akan membangun smelter nikel untuk menyuplai industri baterai mobil listrik dengan nilai investasi cukup besar.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri Umar Hadi mengungkap sebuah perusahaan dari Eropa tengah menjajaki peluang berinvestasi di hilirisasi nikel Indonesia.
Ia mengatakan, perusahaan ini akan membangun smelter nikel untuk menyuplai industri baterai mobil listrik dengan nilai investasi cukup besar.
Umar tak merinci lebih detail mengenai identitas perusahaannya, di mana smelternya akan dibangun, dan nilai dari investasinya.
"Saat ini tengah berlangsung penjajakan investasi dengan nilai cukup besar dari beberapa perusahaan di Eropa untuk hilirisasi nikel kita. Saya belum bisa sebut namanya," katanya di acara Media Gathering Indonesia-Europe Business Forum di Jakarta, Selasa (10/10/2023)
Ditemui usai acara, Umar masih kekeuh tak ingin membeberkan lebih detail dari investasi ini.
"Belum bisa saya sebutkan (nama perusahaannya). Jangan disebutlah sama kita. Pada waktunya, pasti akan diumumkan," ujarnya.
Sebagai informasi, hilirisasi nikel telah berjalan sejak 2020. Pada tahun tersebut, Presiden Jokowi melarang bijih nikel mentah untuk diekspor.
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim hilirisasi nikel memiliki dampak besar pada perekonomian Indonesia.
Sebelumnya, Indonesia hanya mendapat 2 hingga 3 miliar dolar Amerika Serikat (AS) dari hasil ekspor bijih nikel pada 2015-2016.
Kemudian, setelah larangan ekspor bahan mentah diberlakukan, bijih nikel yang diekspor diolah menjadi iron steel atau besi baja, membuat angkanya meroket hingga 34 miliar dolar AS atau sekitar Rp 521 triliun pada 2022.
Baca juga: China Kuasai Bisnis Smelter Pengolah Bijih Nikel di Indonesia, Pemerintah Diminta Koreksi Diri
"Hanya (dari) besi baja. Saya tidak berbicara (komoditas) lain. Jadi kita lihat dampaknya terhadap perekonomian kita saat ini," kata Luhut dalam acara Indonesia Sustainability Forum, Kamis (7/9/2023).
"Hanya satu bijih nikel. Kita tidak berbicara yang lain seperti bauksit dan tembaga," lanjutnya.
Ia mengatakan, saat ini berkat hilirisasi, investasi di Indonesia tak lagi didominasi Pulau Jawa. 58 persen investasi berasal dari pulau lain.
Baca juga: Perusahaan Smelter Lokal Diisukan Impor Bijih Nikel Karena Kekurangan Pasokan, Bahlil Bilang Begini
Luhut juga menyebut hilirisasi meningkatan industrialisasi di kawasan timur Indonesia seperti Morowali dan Halmahera.
Dalam data yang ia paparkan, tingkat industrialisasi di Morowali, Sulawesi Tengah, pada 2022 mencapai 73 persen, meningkat pesat dari 8 persen pada 2010.
Kemudian, di Halmahera, Maluku Utara, tingkat industrialisasi mencapai 61 persen pada 2022, meningkat dari 3 persen pada 2010. Peningkatan tersebut berkat kegiatan pertambangan yang ada di dua daerah itu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.