The Fed Ambil Sikap Dovish, Tahan Suku Bunga Amerika di Level 5,25-5,5 Persen
Keputusan dovish dengan mempertahankan suku bunga dilakukan untuk memulihkan perekonomian masyarakat
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Bank sentral Amerika atau The Federal Reserve (The Fed) memutuskan untuk mengambil sikap dovish atau pelonggaran dengan mempertahankan suku bunga bulan November di level 5,25-5,5 persen.
Keputusan tersebut diambil ketua Jerome Powell ketua The Fed usai menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang dilaksanakan pada Rabu (31/11/2023).
Keputusan dovish dengan mempertahankan suku bunga dilakukan untuk memulihkan perekonomian masyarakat yang belakangan mengalami tekanan akibat sikap hawkish The Fed yang aktif menaikan laju suku bunga ke level tertinggi.
Baca juga: Di Tengah Penguatan Ekonomi AS, The Fed Isyaratkan Kerek Suku Bunga Lebih Tinggi
Meski pengetatan suku bunga dianggap sebagai cara paling efektif untuk menyeimbangkan harga dan membuat laju inflasi turun ke target 2 persen pada tahun 2025. Namun dalam prakteknya pengetatan moneter mendorong kenaikan suku bunga hipotek kredit di perbankan nasional.
Alhasil bos startup mulai menunda penawaran umum sehingga bisnis investasi ikut terdampak. Tak hanya itu kenaikan suku bunga juga dapat memicu lonjakan imbal hasil (yield) Treasury tenor 10 tahun hingga melesat menyentuh angka 5 persen.
"Kondisi keuangan telah mengetat secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir karena perubahan kondisi keuangan yang terus-menerus dapat berdampak pada jalur kebijakan moneter. Kami memantau perkembangan keuangan dengan cermat," kata Gubernur The Fed Jerome Powell dikutip dari CNN International.
Sebelum anggota The Fed sepakat untuk memperlonggar kebijakan moneternya, komite Penasihat Ekonomi Asosiasi Bankir Amerika sempat memproyeksi bahwa di tahun 2024 The Fed akan menjaga suku bunga tetap stabil, setelah menaikan suku bunga di level rendah yakni 5,25-5,50 persen .
"Pergerakan hari ini kembali ke wilayah positif karena adanya konsensus yang berkembang bahwa the Fed kemungkinan besar akan menunda kenaikan suku bunga tahun ini," kata Greg Bassuk, kepala eksekutif AXS Investments dikutip dari Reuters.
Saham Wall Street dan Harga Minyak Dunia
Berkat pelonggaran ini para investor mulai kembali berinvestasi ke bursa saham Wall Street, lantaran saham dinilai sebagai aset paling safe haven. Tercatat selama pembukaan pasar saham pagi ini Dow Jones Industrial Average (.DJI) menguat sebanyak 221,71 poin atau 0,67 persen mencapai level 33.274,58.
Penguatan juga terjadi pada indeks saham S&P 500 (.SPX) yang mengalami kenaikan sebesar 44,06 poin atau 1,05 persen mencapai 4.237,86. Sedangkan Nasdaq Composite (.IXIC) mencatat kenaikan 210,23 poin atau 1,64 persen di kisaran 13.061,47 pada Kamis (2/11/2023).
Baca juga: Pasar Saham AS Bergerak Volatile Antisipasi Kenaikan Suku Bunga The Fed di Akhir Tahun
Tak hanya saham Wall Street yang mencatatkan raport hijau, risalah The Fed juga memicu kenaikan harga minyak dunia di awal perdagangan Asia Rabu (1/11/2023).
Seperti harga minyak mentah berjangka Brent pengiriman Januari 2024 naik 36 sen atau 0,4 persen ke 85,38 dolar AS per barel. Sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS melesat 28 sen atau 0,3 persen menjadi 81,30 dolar AS per barel.
"Meski resiko geopolitik masih ada, namun harga minyak memang mentah stabil menjelang pembaruan kebijakan Departemen Keuangan dan keputusan suku bunga FOMC," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA.