Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pemerintah Sebut Potensi EBT Berlimpah, Tapi Lokasinya Jauh dari Pusat 'Demand'

Adapun, potensi tersebut meliputi energi berbasis surya, hidro, bioenergi, angin, panas bumi dan laut.

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Pemerintah Sebut Potensi EBT Berlimpah, Tapi Lokasinya Jauh dari Pusat 'Demand'
dok. PLN
Ilustrasi: PLTP Ulumbu di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, yang dikelola PLN Indonesia Power. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman P Hutajulu mengungkapkan, pihaknya mencatat potensi energi baru terbarukan atau EBT di seluruh Indonesia mencapai 3.687 Gigawatt (GW).

Adapun, potensi tersebut meliputi energi berbasis surya, hidro, bioenergi, angin, panas bumi dan laut.

"Indonesia memiliki potensi EBT besar, tersebar, dan beragam, untuk mendukung ketahanan energi nasional dan pencapaian target bauran EBT," ujar Jisman dalam pernyataannya, dikutip Kamis (16/11/2023).

Baca juga: BUMN Ini Maksimalkan Pengembangan EBT Bangun Pembangkit PTBg

Namun, dirinya mengatakan lokasi potensi EBT yang besar pada umumnya jauh dari lokasi pusat beban, alias daerah yang memiliki tingkat konsumsi listrik yang tinggi.

Dengan begitu, diperlukan penguatan infrastruktur transmisi tenaga listrik untuk menyalurkan energi listrik dari lokasi potensi EBT menuju ke pusat beban yang saat ini masih di pulau Jawa.

"Oleh karena itu, Indonesia berencana mengembangkan super grid guna meningkatkan konektivitas dan mengoptimalkan potensi EBT di 5 pulau utama, yakni Sumatra, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara dan Bali," jelasnya.

Berita Rekomendasi

Jisman menambahkan, dengan membangun interkoneksi antar pulau, sistem kelistrikan Indonesia akan semakin andal dan berkelanjutan.

Karena pengembangan super grid dan modernisasi sistem ketenagalistrikan tidak hanya memaksimalkan potensi suplai EBT seperti hidro dan panas bumi, tetapi juga meningkatkan penetrasi pengembangan sumber EBT yang intermiten seperti surya dan angin.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menambahkan, Pemerintah dan PLN telah menyepakati penambahan pembangkit 75 persen akan berasal dari EBT dan 25 persen dari gas sampai 2040.

Skenario tersebut terangkum dalam skema Accelerated Renewable Energy Development (ARED) di mana pengembangan sistem interkoneksi listrik bersih antar pulau green super grid.

Dengan pembangunan tersebut, penambahan kapasitas pembangkit EBT bisa meningkat dari 22 gigawatt (GW) menjadi 61 GW pada 2040.

Baca juga: Percepatan Transisi Energi Bersih, Pemerintah Didorong Geser Energi Fosil ke EBT

"Salah satu prioritas tinggi adalah bagaimana Sumatra dan Jawa ini bisa disambungkan. Bagaimana potensi hidro dalam skala yang cukup besar, terutama di daerah-daerah Sumatra bagian utara, Aceh dan Pantai Barat Sumatra ini semuanya bisa dibangun dan kemudian produksi listriknya bisa disalurkan ke pulau Jawa," paparnya.

Darmawan juga menjelaskan bahwa penambahan pembangkit EBT yang berbasis pada surya dan angin yang bersifat intermiten akan memberi tekanan cukup besar pada keandalan sistem kelistrikan PLN saat ini.

Adanya intermintensi tersebut membutuhkan inovasi teknologi agar sistem PLN tetap stabil.

Untuk mengatasi hal tersebut, PLN telah merancang pengembangan smart grid dengan smart power plant dan flexible generation yang dilengkapi smart transmission, smart distribution, smart control center dan smart meter.

"Dengan upaya tersebut penambahan kapasitas pembangkit surya dan angin bisa meningkat dari 5 GW menjadi 28 GW pada 2040," pungkas Darmawan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas