Ekonom: Skema Power Wheeling di RUU EBET Berpotensi Bikin Tarif Listrik Lebih Mahal
Ekonom menilai konsep power wheeling itu sudah salah karena berisiko menihilkan peran negara dalam menjaga kedaulatan energi.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI) Salamudin Daeng meminta pemerintah dan DPR hati-hati dalam membahas power wheeling pada draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET), lantaran berisiko mengerek tarif listrik di Tanah Air.
Sebagai informasi, power wheeling merupakan mekanisme yang dapat mentransfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara secara langsung.
Baca juga: Cegah Tarif Listrik Naik, Komisi VII DPR Pastikan Power Wheeling Tidak Masuk RUU EBET
Menurutnya banyak pihak yang berkepentingan pada isu power wheeling tersebut.
"Misalnya kepentingan asing yang ingin menguasai sektor ketenagalistrikan dengan mendapat pinjaman transmisi yang dimiliki oleh negara. Dengan demikian, tarif listrik bisa berisiko naik," kata Salamudin, Sabtu (18/11/2023).
Salamudin menilai konsep power wheeling itu sudah salah karena berisiko menihilkan peran negara dalam menjaga kedaulatan energi.
"Padahal secara undang-undang, isu ketenagalistrikan harus terintegrasi dan dikuasai negara untuk kepentingan rakyat," jelas dia.
Salamudin memaparkan adanya risiko tambahan beban APBN karena potensi tambahan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik sebagai konsekuensi masuknya pembangkit listrik dari skema power wheeling yang bersumber dari energi terbarukan yang bersifat intermiten.
Sehingga pemerintah dan DPR dirasa perlu hati-hati soal klausul power wheeling dalam RUU EBET. Klausul tersebut sudah di-drop pada awal tahun ini, dan sempat muncul lagi tiga bulan berikutnya.
"Dulu saat pembahasan draf RUU Energi sudah ditolak, ini di pembahasan RUU EBET masih berusaha dimasukkan lagi," pungkasnya.