Semakin Menyengat, Cabai Rawit Merah Langka, Pedagang: Mungkin Harga Akan Naik Lagi
Komoditas cabai rawit semakin menyengat. Bukan hanya harganya melonjak-lonjak semakin mahal, akan tetapi semakin langka.
Penulis: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Komoditas cabai rawit semakin menyengat. Bukan hanya harganya melonjak-lonjak semakin mahal, akan tetapi semakin langka.
Pedagang sayur mengaku cabai rawit pada Minggu (19/11/2023) petang harganya naik lagi. Selain harga naik, jumlahnya pun sangat sedikit sehingga belanja kulaknya pun dibatasi.
Ambar, seorang pedagang sayur mayur di Jagakarsa, Jakarta Selatan mengatakan, harga cabai rawit merah dan cabai keriting merah kembali naik jadi Rp 80.000/kg.
Baca juga: Harga Cabai di Jabodetabek per 14 November Melonjak, Rawit Merah Tembus di Kisaran Rp95.850 per Kg
Sementara cabai rawit hijau dijual Rp 70.000/kg dan cabai keriting hijau Rp 65.000/kg.
"Cabai rawit gak turun-turun dari harga normalnya Rp 45 ribuan/kg. Sudah mahal susah dapatnya," kata Ambar.
Sementara pedagang sayur lainnya, di sekitar Tanjungbarat, Jagakarsa, Udin menyebut kalau barangnya semakin langka harga cabai rawit merah sulit untuk turun.
"Mungkin saja harganya besok mau naik lagi," ujarnya.
Sama dengan Ambar, Udin pun belanja kulakan cabai dibatasi karena harganya mahal, takut warga tak mampu beli, jadi dagangannya tersebut juga bisa tidak laku.
Lima pedagang sayur yang masih buka pada Minggu petang kemarin seperti kompak menyatakan hanya menjual sedikit cabai rawit merah, sehingga pagi-paginya telah ludes.
Pedagang Warteg Pusing
Semakin mahalnya harga cabai merah pun berpengaruh pada pedagang warung tegal (warteg).
Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni mengkhawatikan kenaikan harga cabai ini.
Para pedagang warteg sedang pusing memikirkan harga cabai.
Baca juga: Update Harga Pangan per 12 November: Cabai, Bawang Merah, Gula dan Minyak Kompak Naik
Pasalnya sebagian besar jenis makanan jualan di warteg menggunakan cabai sebagai bumbu penyedap.
Saat ini, jelasnya, para anggota Kowantara harus menyiasati agar masakan warteg tidak terlalu tergantung pada cabai.
"Yang jelas, harga cabai sangat berpengaruh terhadap biaya produksi. Karenanya, sekarang bikin masakannya yang tidak tergantung pada cabai," ujar Mukroni saat dihubungi Kompas.com.
Meski menyajikan menu pedas, jelasnya, pengusaha warteg bahan-bahan tradisional sebagai alternatif.
"Rempah-rempah alternatif yang dapat menggantikan rasa pedas dari cabe. Misalnya, lada, bumbu-bumbu lain atau jahe yang dapat memberikan rasa dan aroma yang lezat pada makanan," kata Mikroni.
Presiden Turut Berkomentar
Saking mahalnya harga cabai dalam waktu yang lama, Presiden Joko Widodo pun ikut berkomentar.
Ia menjelaskan, harga cabai saat ini melonjak tajam dan mengatakan kenaikan harga tersebut sebagai siklus musiman.
"Kalau yang naik tinggi memang cabai tapi ini kan musiman, kalau musimnya seperti ini pasti," kata Jokowi beberapa waktu lalu.
Dijelaskannya, dari sekian banyak komoditas pangan di Indonesia, kenaikan harga satu atau dua komoditas biasa terjadi.
Ia menyebut yang terpenting kata Presiden, harga beras tidak mengalami kenaikan lagi meskipun belum turun secara drastis.
"Tapi yang paling penting kita akan berusaha keras di beras karena itu makanan pokok kita, sampai saat ini belum bisa turun secara drastis tapi palimg tidak sudah tidak naik," katanya. (Tribunnews.com/Kompas.com)