Capaian Bauran Energi Terbarukan Masih Jauh dari Target, Menteri ESDM Beberkan Penyebabnya
Arifin Tasrif membeberkan capaian bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen masih jauh dari target.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Sanusi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membeberkan capaian bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen masih jauh dari target.
"Apa yang capai sekarang masih jauh, masih kurang lebih 60 persen dari target, padahal waktunya tinggal dua tahun lagi," katanya dalam acara Seminar Nasional Outlook Perekonomian Indonesia 2024 di Jakarta, Jumat (22/12/2023).
Arifin mengatakan, target tersebut terhambat karena adanya pandemi Covid-19, serta persiapan infrastruktur yang masih berjalan.
Baca juga: Harga Keekonomian EBT Perlahan Mulai Efisien, Saat Ini Lebih Mahal Dari Energi Fosil
"Infrastruktur sudah kita programkan. Kita harus bisa membangun jaringan transmisi yang dapat mengakses EBT yang demikian banyak di Indonesia," ujarnya.
Kemudian, dia bilang pemerintah harus memperbaiki lagi regulasi dan kebijakan yang bisa menarik investasi.
"Kita harus meng-create demand, bagaimana demand listrik yang baru yang tumbuh cukup signifikan ke depan, itu semuanya diisi oleh energi bersih terbarukan," kata Arifin.
Kemudian, ia berujar Indonesia juga masih dihadapi oleh proyek-proyek yang sebelumnya. Itu semua, kata Arifin, harus bisa diatasi. "Program-program efisiensi apa yang bisa kita lakukan," tuturnya.
Ia mengatakan, pemerintah RI juga memprogram efisiensi antara lain bagaimana agar bisa manfaatkan sumber gas alam RI bisa menggantikan LPG.
"LPG kita itu impor lebih dari 5 setengah juta ton per tahun dan terus meningkat. Sementara, kita memiliki gas yang berlebih dan kita ekspor, dan kecenderungan produksi dalam negeri kita akan bertambah," ujar Arifin.
Ia mengatakan telah ditemukan beberapa discovery baru yang pemerintah sedang percepat produksinya. Untuk itu transmisi perlu dibangun. Transmisi listrik dan transmisi gas.
Transmisi gas ini nantinya akan bisa menggantikan LPG untuk bisa masuk ke rumah tangga, restoran, hotel, untuk bisa menggantikan LPG yang diimpor RI.
Baca juga: Sambangi Kementerian BUMN, SP PLN Sampaikan Keberatan Skema Power Wheeling di RUU EBT
"Ini aspek keamanan energi dalam negeri kita yang harus bisa kita tumbuh kembangkan," ujar Arifin.
Selanjutnya, ia mengatakan Indonesia harus bisa mengantisipasi ke depannya bahwa mekanisme daripada cross border carbon, ini akan diterapkan.
"Kita sudah merasakan perubahan iklim yang ada. Kita rasakan kemarin kita sesak hirup udara di Jakarta, batuk dan sebagainya," imbuh Arifin.
"Untuk itulah kita harus buat kebijakan-kebijakan baru yang memang bisa meng-attract masuknya energi baru," lanjutnya.
Berikutnya, ia mengatakan RI harus segera melakukan konversi dari combustion fuel ke elektrifikasi. Hal ini dinilai Arifin jadi tantangan.
Baca juga: Ada Potensi EBT 17 Ribu Gigawatt, Menteri ESDM Dorong Pembangunan Interkonektivitas Listrik ASEAN
"Kita harus kembangkan industri- pendukungnya karena tanpa kapasitas industri yang memadai, skala ekonomi sulit tercapai," ujar Arifin.
Maka dari itu, ia menegaskan Indonesia harus membangun infrastruktur energi.
"Kita harus bisa menyiapkan energi yang mudah terjangkau dan menarik investasi, sehingga investasi itu bisa masuk ke dalam negeri," kata Arifin.
Pemerintah Indonesia telah berkomitmen mengurangi emisi karbon, salah satunya dengan mengurangi penggunaan energi fosil dan meningkatkan energi baru terbarukan (EBT).
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2021-2030 (RUPTL), pemerintah menargetkan porsi EBT dalam bauran energi nasional bisa mencapai 23 persen pada 2025.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia