Pelaku Pasar Masih Menanti Data Inflasi AS, Rupiah Ditutup Menguat Rp 15.548
Kurs rupiah ditutup menguat menguat 21 point menjadi Rp 15.548 terhadap dolar AS pada perdagangan hari ini, Kamis (11/1/2024).
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaku pasar masih wait and see menunggu keluarnya data inflasi Amerika Serikat (AS) terbaru. Sikap pasar tersebut membuat kurs rupiah ditutup menguat 21 point menjadi Rp 15.548 pada perdagangan hari ini, Kamis (11/1/2024).
Analis sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi menyampaikan, nilai tukar rupiah ditutup menguat 21 poin walaupun sebelumnya sempat menguat 25 point di level Rp 15.548 dari penutupan sebelumnya di level Rp 15.569.
"Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp 15.530 - Rp 15.600," ujar Ibrahim di Jakarta, Kamis (11/1/2024).
Faktor penyebab dolar melemah di antaranya, karena pelaku pasar menunggu data utama indeks harga konsumen (CPI) AS untuk bulan Desember, yang akan dirilis hari ini.
"Inflasi IHK umum diperkirakan sedikit meningkat, sementara IHK inti diperkirakan terus turun," tambah Ibrahim.
Inflasi diperkirakan akan tetap jauh di atas target tahunan The Fed sebesar 2 persen, dan ditambah dengan tanda-tanda ketahanan pasar tenaga kerja baru-baru ini, menjadi pertanda buruk bagi ekspektasi penurunan suku bunga lebih awal.
Baca juga: PPATK Ungkap Ada Parpol Baru yang Transaksinya Sampai Triliunan Rupiah
"Namun para pedagang tampaknya masih mempertahankan ekspektasi mereka terhadap penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan Maret, meskipun ada sedikit pemangkasan pada minggu lalu," tambah Ibrahim.
Alat CME Fedwatch menunjukkan para pedagang memperkirakan peluang pemotongan suku bunga sebesar 67,1 persen di bulan Maret, naik dari 60,8 persen yang terlihat sehari lalu dan 64,7 persen yang terlihat pada minggu lalu.
Baca juga: PPATK: 3 Juta Orang Indonesia Main Judi Online di Sepanjang 2023, Deposit Rp 34,5 Triliun
Sedangkan dari dalam negeri, pemerintah tetap optimistis meski Bank Dunia atau World Bank merevisi ke bawah outlook ekonomi global 2024 dari 2,6 persen menjadi 2,4 persen.
Sinyal perlambatan ekonomi 2024 pada dasarnya memang sudah muncul sejak 2023, namun angkanya terus direvisi ke bawah. Meski demikian, pemerintah telah mengantisipasi perlambatan global tersebut yang berpotensi mempengaruhi ekonomi Indonesia.
Dalam jangka pendek, pemerintah akan terus mendorong daya beli masyakarat dengan penyaluran bantuan sosial (bansos) berupa beras dan bahan pokok, mengingat hingga kuartal ketiga 2023, bahwa produk domestik bruto (PDB) masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga.
Sedangkan bantuan, akan dimulai dari kuartal pertama 2024, bukan pada akhir tahun seperti yang dilakukan pada 2023. Hal tersebut sebagai upaya untuk menjaga ekonomi Indonesia tetap sesuai target pemerintah di angka 5,2 persen pada 2024.
Adapun, Bank Dunia meramalkan ekonomi Indonesia pada 2024 dan 2025 akan stabil di 4,9 persen, lebih rendah dari ramalan 2023 di angka 5 persen. Dengan adanya perlambatan ekonomi global, kinerja ekspor diprediksi akan menurun.
Terlebih, Bank Dunia memprediksikan ekonomi untuk pangsa pasar ekspor utama Indonesia, yaitu China, dalam dua tahun ini akan terus melambat. Pada 2024 menjadi 4,5 persen turun dari estimasi 2023 sebesar 5,2 persen dan terus menurun pada 2025 menjadi 4,3 persen.