Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Hilirisasi Produk Pertanian Mendorong Kemajuan UMKM di Sektor Akuakultur dan Agrikultur

Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia semakin menempati peran penting dalam proses hilirisasi, terutama dalam pengembangan produk

Penulis: Toni Bramantoro
zoom-in Hilirisasi Produk Pertanian Mendorong Kemajuan UMKM di Sektor Akuakultur dan Agrikultur
tribunnews.com/oro
Suasana diskusi yang mengambil tema 'Peran UMKM dalam Hilirisasi Sektor Akuakultur dan Agrikultur' yang diadakan Forum Wartawan Koperasi dan UKM (Forwakop) di Auditorium Kemenkop UKM, Jumat (8/3/2024). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia semakin menempati peran penting dalam proses hilirisasi, terutama dalam pengembangan produk di bidang Akuakultur dan Agrikultur.

Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki mengatakan, UMKM diharapkan dapat menjadi pendorong utama dalam perekonomian sektor aquaculture dan agrikultur di Tanah Air.

"Hilirisasi tidak hanya tentang peningkatan nilai tambah, tetapi juga tentang mengubah paradigma ekspor bahan mentah menjadi produk bernilai tinggi," ungkap Teten Masduki dalam diskusi yang mengambil tema 'Peran UMKM dalam Hilirisasi Sektor Akuakultur dan Agrikultur' yang diadakan Forum Wartawan Koperasi dan UKM (Forwakop) di Auditorium Kemenkop UKM, Jumat (8/3/2024).

Menurut Teten, pentingnya proses hilirisasi juga relevan bagi sektor pertanian, peternakan, perikanan, dan kelautan yang banyak digerakkan oleh Koperasi dan UMKM. Upaya ini diharapkan mampu mengubah paradigma ekonomi Indonesia ke arah yang lebih berkelanjutan dan inklusif.

Teten Masduki jadi pembicara di forwakop
Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki dalam diskusi bersama FORWAKOP (Forum Wartawan Koperasi dan UKM) dengan tema ‘Peran UMKM dalam Hilirisasi sektor Akuakultur dan agrikultur,’ di Auditorium Kemenkop UKM, Jakarta, Jumat (8/3/2024).

Dalam mendukung hilirisasi, Kementerian Koperasi dan UKM telah membangun 11 Rumah Produksi Bersama (RPB), dengan empat di antaranya berfokus pada komoditas pertanian. Selain itu, rencananya akan dikembangkan RPB yang akan berfokus pada rumput laut dan hidrolisat ikan.

Langkah-langkah ini bertujuan untuk mengkonversi bahan baku menjadi produk bernilai tinggi, sekaligus memperkuat ekosistem bisnis UMKM.

"Hilirisasi sangat penting dilakukan untuk menaikkan kelas petani dan nelayan menjadi bagian dari Industri yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan," ujar Teten Masduki.

BERITA TERKAIT

Kemenkop UKM juga berkomitmen untuk memastikan ekosistem bisnis terjaga, dengan dukungan pembiayaan kepada Koperasi Al-Itifaq dan melalui pengembangan Indonesia Trading House (ITH) di China.

Untuk mendorong UMKM masuk dalam rantai pasok, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) memberikan sosialisasi dan edukasi untuk meningkatkan daya saing UMKM di pasar regional dan internasional.

E-Fishery, sebagai contoh startup Aqua-Tech pertama di Asia, telah membangun ekosistem aquakultur berkelanjutan dengan teknologi yang membantu budidaya ikan dan udang, serta memberikan layanan dari hulu ke hilir bagi pembudidaya ikan.

Menurut Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan hilirisasi agar UMKM masuk dalam rantai pasok, yaitu standar spek yang memenuhi ekspetasi konsumen, memiliki volume besar, dan kontinuitas suplai.

Dukungan dari Pemerintah dan berbagai stakeholder diharapkan dapat membantu mengatasi tantangan dan mendorong kemajuan UMKM dalam proses hilirisasi di sektor Akuakultur dan Agrikultur.

Di kesempatan yang sama, Deputi Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM, Hanung Harimba Rachman menambahkan, Kemenkop UKM terus mendorong agar terciptanya semacam pohon industri. Indonesia memiliki banyak sumber daya yang selama ini dijual dalam bahan mentah. Seperti, sarang walet, ikan, udang, maupun rumput laut.

“Produk mentah tersebut, kalau diolah dengan melibatkan UMKM tentu akan memiliki nilai tambah. Bahkan jika dipromosikan dengan baik, kita harapkan akan terbentuk ekosisitem,” katanya.

Kemenkop UKM sambung Hanung, terus melakukan piloting dengan kerja sama bersama koperasi dan Pemerintah Daerah melalui program Rumah Produksi bukan hanya membangun secara fisik, tetapi juga mengembangkan model bisnis.

“Termasuk ekosistemnya. Kami juga dorong dari sisi Research and Development (RnD). Jika butuh lembaga keuangan kita juga membentuk skema menarik agar mudah diakses oleh para pelaku UMKM.

Agar UMKM menjadi bagian dari ekosistem yakni indutrialisasi, maka perbaiki di sektor hulu sehingga menghasilkan hilirisasi yang memiliki prospek tinggi. “Hilirisasi merupakan kerja sama dengan usaha besar agar saling mengisi,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Badan Logistik dan Rantai Pasok Kadin Indonesia, Akbar Djohan yang hadir sebagai pembicara mengatakan, Kadin Indonesia selalu berupaya memberikan sosialisasi dan edukasi untuk meningkatkan daya saing UMKM, sehingga dapat membantu mereka untuk berkompetisi di pasar regional maupun internasional.

“Rencana Go Global dalam persaingannya, bagaimana UMKM bisa memiliki pemahaman komoditas yang strategis dan penguasaan teknologi, akan membantu KADIN logistik promote the trade, dengan harapannya membangun ekosistem trade yang mature,” ujar Akbar.

Selain itu, Akbar menekankan perlu adanya opportunity yang sustain dan langkah konkret dari Pemerintah dalam mendorong UMKM masuk dalam industri rantai pasok. “Kalau bicara rantai pasok namun opportunity belum konkret maka sulit terwujud,” ujarnya.

Sebagai salah satu agregator para petani di sektor aquaculture (blue economy), e-Fishery menjadi startup Aqua-Tech pertama di Asia, yang konsisten membangun ekosistem aquakultur berkelanjutan dengan teknologi yang membantu budidaya ikan dan udang.

Sedangkan Head of RGR e-Fishery, Luciana Dita Chandra Murni menyampaikan, aquakultur memiliki potensi untuk berperan penting dalam meningkatkan ketahanan pangan.

“Kami percaya bahwa aquakultur adalah kunci dalam mengatasi isu kelaparan global,” ucapnya.

E-Fishery diakui Luciana hadir memberikan layanan dari hulu ke hilir untuk pembudidaya ikan. Menyediakan mulai dari kemudahan dalam transaksi pakan, akses ke institusi keuangan yang terdaftar dan terawasi, serta platform untuk menjual ikan hasil panen secara menguntungkan.

“Rantai pasok blue economy masih sangat terganggu dari sisi pakan yang sangat mahal. Maka, kami hadir dengan pemberian pakan. Kami mampu memangkas 74 persen waktu panen. Dari yang biasanya proses mencapai 4-5 bulan, hanya menjadi 2,5-3 bulan,” jelas Luciana.

Ia menambahkan, e-Fishery membantu pembudidaya yang terlilit utang untuk membeli pupuk dan pakan. Maka, e-Fishery membentuk Kabayan (Kasih, Bayar Nanti) yang merupakan layanan finansial bagi pembudidaya tanpa menggunakan jaminan.

“Jaminannya itu dari sistem validasi kolam. Nanti dari situ akan dilihat kelayakannya dan hitungan dalam memberi pakan atau pupuk,” katanya.

Luciana berharap, dalam membantu keberlangsungan hilirisasi dari aquaculture melalui budidaya ikan dan udang, ada kerja sama stakeholder agar bisa memantau harga ikan dan udang di daerah-daerah.

Menyoroti hal ini, dalam diskusi yang sama, Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal mengungkapkan, hilirisasi yang awalnya pertambangan, tetapi saat ini juga bicara melalui sketor Akuakultur dan agrikultur yang sifatnya lebih banyak menyerap tenaga kerja.

“Ada produktivitas dari hulu ke hilir, mengurangi emisi karbon. Sementara hilirisasi pertanian dekat dengan green economy menciptakan sirkular ekonomi. Bukan hanya sekadar menghasilkan industri mikro produk barang jadi,” katanya.

Untuk itu, Faisal menyebutkan, setidaknya ada tiga syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan hilirisasi agar UMKM masuk dalam rantai pasok. Pertama, standar spek harus memenuhi ekspetasi konsumen. Kedua, memiliki volume besar.
“Dalam memenuhi hal ini, maka diperlukan peran agregator. Di mana produk petani yang kecil dikumpulkan untuk bisa mensuplai ke industri besar membangun inkubator, serta kemudahan sertifikasi dan lainnya,” ungkap Faisal.

Ketiga, adalah kontinuitas. Menurut Faisal, tidak ada hilirisasi tanpa hulu yang kuat. Karena UMKM harus menyediakan suplai yang banyak dan berkelanjutan.

“Industri besar banyak sudah memenuhi tapi banyak juga yang terkendala hulu kurangnya bahan baku. Maka, tiga hal ini yang biasa menjadi permasalahan. Dibutuhakn peran Pemerintah dalam memastikan tiga hal ini bisa dipenuhi. Serta peran berbagai stakeholder menyelesaikan permasalahan tersebut,” tegasnya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas