Rupiah Anjlok Imbas Data Inflasi AS dan Ketegangan Timur Tengah
Pengamat Pasar Uang Lukman Leong mengatakan dolar Amerika Serikat (AS) menguat dalam sepekan terakhir.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat Pasar Uang Lukman Leong mengatakan dolar Amerika Serikat (AS) menguat dalam sepekan terakhir.
Hal itu menyusul data inflasi AS yang lebih kuat dari perkiraan sehingga membuat rupiah melemah di level Rp16.000 per dolar AS.
”Besar kemungkinan Bank Indonesia akan melakukan intervensi walau demikian rupiah diperkirakan masih akan susah bangkit dari tekanan yang besar,” ucap Lukman kepada Tribun, Senin (15/4/2024).
Baca juga: Bicara Ketidakpastian Geopolitik di Halal Bihalal Golkar, Airlangga Sebut Rupiah Relatif Terkendali
Lukman memproyeksi rupiah usai libur panjang akan bergerak di rentang Rp16.000 – Rp16.200 per dolar AS.
Dia menegaskan rupiah akan melemah terhadap dolar AS yang menguat dalam sepekan terakhir menyusul data inflasi AS yg lebih kuat dari perkiraan.
Penyerangan Iran terhadap Israel juga semakin menguatkan dolar AS sebagai safe haven.
“Dalam sepekan liburan, data-data ekonomi dari China yg lebih lemah seperti inflasi dan perdagangan juga ikut menekan rupiah,” urainya.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menuturkan penguatan index dolar AS menjadi penyebab nilai tukar rupiah melemah.
“Libur panjang ini membuat index dolar terus mengalami penguatan yang cukup signifikan sehingga rupiah di perdagangan internasional terus mengalami pelemahan,” katanya.
Baca juga: Usai Lebaran, Rupiah Tembus Rp 16.000 Per Dolar AS, Harga Emas Antam Justru Cetak Rekor Penguatan
Menurut Ibrahim, pelemahan rupiah di pasar internasional karena Bank Indonesia juga belum dapat melakukan intervensi.
Ditambah lagi data ekonomi dalam negeri tidak bisa dirilis karena bersamaan dengan libur Lebaran atau hari raya Idulfitri.
“Wajar kalau seandainya rupiah terus mengalami pelemahan di atas Rp16.000 per dolar AS,” katanya.
Ibrahim menyampaikan, rupiah kemungkinan besar akan dibuka melemah pada perdagangan Selasa (16/4/2024) selepas libur panjang.
Faktor lain pelemahan rupiah di pasar internasional karena adanya tensi geopolitik yang tinggi di Timur Tengah yang mengakibatkan harga emas dan minyak naik.
Keuangan Dunia Bergejolak
Pada momen pekan Lebaran kali ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terpantau melemah.
Per 12 April 2024, data Google Finance mencatat, rupiah menembus level Rp 16.117 per dolar AS.
Menurut Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, ada sejumlah faktor yang melatarbelakangi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada pekan ini.
Josua mengatakan, dalam sepekan terakhir, terjadi beberapa perkembangan di pasar keuangan global yang dipengaruhi oleh beberapa sentimen.
Yakni, meningkatnya ketegangan di Timur Tengah dan penguatan dolar AS yang ditopang oleh rilis data ekonomi AS yang solid ketika pasar keuangan domestik sedang libur berkenaan dengan Idul Fitri dan cuti bersama lebaran.
Dari ketegangan Timur Tengah, pada tanggal 10 April lalu, 3 putra dan 4 cucu pemimpin Hamas tewas dirudal oleh Israel di Gaza Strip.
Rilis data ekonomi AS pada tanggal 5 April yang lalu, di mana tingkat pengangguran AS bulan Maret 2024 tercatat turun menjadi 3,8 persen dari bulan sebelumnya sebesar 3,9 persen.
Selain itu Non-Farm Payroll pada bulan Maret 2024 tercatat 303.000 dari bulan sebelumnya 270.000.
Lalu pada tanggal 10 April, rilis inflasi AS bulan Maret tercatat 3,5 persen year-on-year (YoY) dari bulan sebelumnya 3,2 persen dan lebih tinggi dari perkiraan 3,4 persen.
“Kedua sentimen ketegangan Timur Tengah dan rilis data ekonomi AS yang solid tersebut telah mendorong penguatan dollar index,” kata Josua.
“Yakni, indeks yang mengukur nilai tukar dollar AS terhadap mata uang utama seperti Euro, Yen, Sterling, Dollar Kanada Krona Swedia dan Franc Swiss,” lanjutnya.
Dalam sepekan ini saja, kata Josua, dollar index menguat hingga 1,7 persen ke level 106,04, yang merupakan level tertinggi sejak November 2023 yang lalu.
Penguatan dollar AS terhadap mata uang negara maju tersebut, selanjutnya mendorong penguatan dollar AS terhadap mata uang Asia. (Tribun Network/Reynas Abdila)