Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Keberlanjutan Mesin Ekonomi Jadi Tantangan Jakarta Sejak Ditetapkan Jadi Pusat Aglomerasi

Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) akan mengamanatkan pembangunan kawasan aglomerasi sebagai penunjang Jakarta menuju kota perekonomian

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Keberlanjutan Mesin Ekonomi Jadi Tantangan Jakarta Sejak Ditetapkan Jadi Pusat Aglomerasi
Tribunnews
Ilustrasi Monumen Nasional atau Monas. Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) akan mengamanatkan pembangunan kawasan aglomerasi sebagai penunjang Jakarta menuju kota perekonomian global setelah UU ini resmi disahkan oleh DPR. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) akan mengamanatkan pembangunan kawasan aglomerasi sebagai penunjang Jakarta menuju kota perekonomian global setelah UU ini resmi disahkan oleh DPR.

Namun, pengembangan Jakarta sebagai mesin ekonomi menghadapi sejumlah tantangan yang perlu diantisipasi.

Pada acara diskusi virtual FMB9 bertema UU DKJ: Masa Depan Jakarta Pasca Ibukota yang diikuti Tribunnews, Senin (22/4/2024), pengamat tata kota Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna mengatakan membangun kawasan aglomerasi yang kuat membutuhkan lebih dari sekadar infrastruktur fisik.

Baca juga: UU DKJ Disahkan, Jakarta Bukan Lagi DKI

Salah satu komponen krusial, yakni harus memiliki data dan fakta yang kuat sebagai landasan bagi pengembangan ekonomi yang berkelanjutan.

“Jakarta, sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia, harus membangun keberlanjutan engine ekonominya agar mampu menghadapi tantangan masa depan,” ujarnya.

Untuk mengembangkan Jakarta sebagai pusat aglomerasi dia mengatakan, pentingnya memperlakukan kota dan wilayah sekitarnya sebagai satu kesatuan yang utuh, bukan hanya sebagai entitas terpisah.

Berita Rekomendasi

Hal ini diperlukan untuk menciptakan ekosistem wilayah dan ekonomi yang saling mendukung satu sama lain. “Tanpa adanya kerjasama antara Jakarta dan kota-kota sekitarnya, akan sulit untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” kata dia.

Yayat juga mengingatkan penting bagi Jakarta untuk mengetahui tantangan dalam mempersiapkan engine ekonominya. Menurut Yayat, kota-kota yang gagal melakukan persiapan tersebut akan mengalami kerapuhan dalam daya dukung pertumbuhan ekonominya.

“Salah satu isu besar yang harus dihadapi adalah menentukan arah pembangunan ekonomi Jakarta. Apa yang sebenarnya ingin kita bangun dengan ekonomi Jakarta? Apa kekuatan yang dapat membuat Jakarta tampil di panggung dunia?” tanyanya.

Meskipun Jakarta tidak memiliki sumber daya alam seperti timah dan nikel maupun sawit sebagai penghasil uang, Jakarta memiliki kekuatan dalam bentuk “ruang” dan sumber daya manusia yang berpotensi besar.

Baca juga: UU DKJ Disahkan, Ini Fungsi Jakarta Setelah Tak Lagi jadi Ibu Kota Negara 

Namun, Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari tahun 2021-2023 menunjukkan bahwa Jakarta masih sangat bergantung pada sektor perdagangan eceran dan layanan transportasi, terutama pada penjualan dan reparasi mobil maupun motor.

Berdasarkan data yang dia miliki, kekuatan utama Jakarta terletak pada sektor jasa keuangan, asuransi, dan aktivitas perusahaan. Hal ini menjadi lebih menarik karena ini membuat Jakarta tidak bergantung pada kota-kota sekitarnya dalam sektor-sektor ini.

Yayat melihat, misi tersebut bukan tanpa tantangan. Menurutnya, ada kekhawatiran bahwa sektor perdagangan besar yang memonopoli sektor ritel dapat menghambat pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

“Terdapat dua korporat besar yang mendominasi perkampungan ritel di Jakarta, sehingga dapat menimbulkan ketidaksetaraan ekonomi di antara penduduknya,” paparnya

Tantangan lainnya adalah kemacetan yang sudah menjadi penyakit akut berpuluh tahun. Masalah kemacetan ini juga harus menjadi perhatian serius yang tidak akan terselesaikan dengan hanya mengubah status Jakarta.

“Perlu adanya solusi yang komprehensif dan kolaboratif antara Jakarta dan kota-kota sekitarnya untuk mengatasi tantangan ini,” jelasnya.

Oleh karena itu, Yayat menggarisbawahi bahwa membangun kawasan aglomerasi membutuhkan komitmen kuat dari semua pihak terkait, baik pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat secara keseluruhan.

“Dengan memanfaatkan potensi dan kekuatan yang dimiliki Jakarta dan kota-kota sekitarnya secara optimal, DKJ dan Kawasan Aglomerasi nantinya dapat menjadi kawasan perkotaan yang tidak hanya tangguh secara ekonomi tetapi juga berkelanjutan dan inklusif bagi seluruh penduduknya,” ungkapnya.

Sementara itu, anggota Baleg DPR RI Taufik Basari mengatakan, Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) telah disahkan DPR RI akhir Maret lalu. Undang-undang ini nantinya akan menjadi payung hukum untuk persiapan ibu kota pindah ke IKN sekaligus sinkronisasi kawasan aglomerasi yang meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, hingga Cianjur.

Dia menegaskan, UU DKJ ini dalam mempersiapkan Jakarta sebagai kota global dan pusat perdagangan dunia dengan sokongan daerah satelit dari kawasan Bodetabek plus Cianjur.

“Kita memiliki urgensi terkait waktu untuk memiliki UU DKJ. Jadi nanti ketika presiden memberi keputusan untuk pindah, kita tidak terkaget-kaget dan Jakarta sudah siap menjadi kota global dan perdagangan dunia,” ujarnya.

Dia juga membeberkan, kawasan aglomerasi ini nantinya akan disinkronisasi satu sama lainnya. Sehingga seluruh aspek pembangunan dan ekonominya akan berjalan secara beriringan.

“Pembangunan itu antara lain meliputi transportasi, pengelolaan tata ruang dan lingkungan hidup termasuk limbah dan sampah, pengelolaan air minum. Status Jakarta sebagai DKJ, pembangunannya tidak bisa berjalan sendiri. Harus beriringan dengan kota-kota sekitarnya yang menjadi kawasan aglomerasi,” tegasnya.

Kawasan aglomerasi tersebut akan mencakup tiga provinsi, yakni Provinsi Jakarta, Provinsi Banten, dan Provinsi Jawa Barat. Untuk mempermudah komunikasi, kawasan aglomerasi akan dikoordinasikan oleh Dewan Aglomerasi.

“Dewan Aglomerasi nantinya akan ditunjuk oleh presiden dan diawasi langsung oleh DPR karena dewan ini dibentuk presiden dan bertanggung jawab ke presiden. Sementara DPRD akan mengawasi gubernur DKJ dan seluruh pemerintahan provinsi,” ujarnya.

Dia berharap, UU DKJ ini nantinya tidak hanya diperuntukkan untuk warga Jakarta, tetapi juga masyarakat di kawasan yang masuk aglomerasi.

“Jadi siapa pun yang akan memimpin DKJ, selain membangun ekonomi dan infrastruktur, maka penting juga untuk membangun manusianya dulu,” tegasnya.

Menurutnya, Kawasan aglomerasi ini jadi penting karena produk-produk kebijakannya akan menjadi program strategis nasional. Dengan demikian, pemerintah pusat bisa memberikan anggaran untuk membantu proses pembangunan.

Kawasan Puncak dan Cianjur masuk ke dalam kawasan aglomerasi.

“Kita tidak bisa memisahkan Bopunjur karena jadi lintasan aliran sungai dari gunung Gede-Pangrango ke Jakarta. Keutuhan lintasan air ini perlu ditunjang masuknya daerah Cianjur. Maka kawasan aglomerasi ini tak berhenti di Bogor saja,” ucapnya.

Selain pembangunan kawasan aglomerasi, UU DKJ juga mengamanatkan mengenai pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKJ. Mekanisme pemilihan ini sebelumnya dihilangkan dalam rancangan undang-undang ini membuat warga Jakarta protes karena merasa hak pilihnya tercabut.

“UU DKJ ini juga mengembalikan hak politik masyarakat yang kemarin sempat tercabut. Pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Kita sepakat mengembalikan pemilihan gubernur untuk Jakarta tetap melalui proses Pilkada,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas