Gubernur Bank Indonesia Ungkap Penyebab Utama Nilai Tukar Rupiah Melemah Terhadap Dolar AS
Divergensi kebijakan negara maju ini serta masih tingginya ketegangan politik menyebabkan ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Bank Indonesia memaparkan sejumlah faktor yang membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami tekanan.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan ekonomi AS tumbuh kuat ditopang oleh perbaikan permintaan domestik dan peningkatan ekspor dengan penurunan inflasi AS yang masih berjalan lambat.
"Kondisi ini mendorong Federal Funds Rate (FFR) baru akan turun pada akhir 2024. Sementara itu European Central Bank (ECB) telah menurunkan suku bunga kebijakan moneternya lebih cepat sejalan tekanan inflasi lebih rendah," ujar Perry saat Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Juni 2024, Kamis (20/6/2024).
Perry menambahkan, divergensi kebijakan negara maju ini serta masih tingginya ketegangan politik menyebabkan ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi.
Baca juga: Ini Efek Domino Ekonomi Indonesia usai Rupiah Melemah 9 Persen dalam Setahun
Berbagai perkembangan tersebut dan dengan tingginya Yield US Treasury menyebabkan menguatnya nilai tukar dolar AS.
"Sehingga meningkatkan tekanan nilai tukar berbagai mata uang dunia dan menahan aliran masuk modal asing ke negara berkembang," tutur Perry.
Ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi ini memerlukan respon kebijakan yang kuat untuk memitigasi dampak negatif dari ketidakpastian global terhadap perekonomian di negara berkembang termasuk Indonesia.
"Di dalam negeri pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat di tengah ketidakpastian global. Didukung bauran kebijakan BI dan pemerintah, konsumsi swasta tumbuh baik seiring dengan terjaganya daya beli dan kuatnya keyakinan konsumen," kata Perry.
Di Indonesia, lanjut dia, investasi meningkat baik investasi bangunan, non bangunan sejalan berlanjutnya proyek infrastruktur pemerintah dan membaiknya investasi swasta.
Permintaan domestik pada triwulan II-2024 yang meningkat antara lain tercermin pada kinerja positif sejumlah indikator konsumsi rumah tangga dan investasi.
"Seperti indeks keyakinan konsumen, indeks penjualan riil, dan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia," katanya.
Sedangkan, ekspor barang meningkat didorong kenaikan ekspor pertambangan dan manufaktur ke negara mitra dagang utama seperti Tiongkok dan India. Ekspor jasa juga membaik ditopang pemulihan perekonomian negara asal wisatawan mancanegara.
"Secara sektoral pertumbuhan ekonomi periode triwulan berjalan didukung oleh pertumbuhan lapangan usaha, industri pengolahan , konstruksi, dan perdagangan besar dan eceran. Dengan berbagai perkembangan tersebut pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan berada dalam kisaran 4,7 - 5,5 persen," tambah Perry.