Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Lifting Migas Turun, Pimpinan Komisi VII DPR Bicara Urgensi Percepatan Transisi Energi

Eddy Soeparno mendorong pemerintah untuk melakukan akselerasi transisi energi menuju energi terbarukan.

Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Sanusi
zoom-in Lifting Migas Turun, Pimpinan Komisi VII DPR Bicara Urgensi Percepatan Transisi Energi
HO
Pimpinan Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menyampaikan kekhawatiran terhadap penurunan produksi minyak bumi sebagai bahan baku BBM yang anjlok hingga 200 ribu barel dalam 5-6 tahun terakhir.

Sementara itu batas atas usulan lifting migas pada RAPBN 2025 sekitar 0,02 juta BOEPD lebih rendah daripada target lifting migas pada APBN 2024, yakni sebesar 1,668 juta BOEPD.

Di tengah semakin menurunnya lifting migas dalam kurun waktu 5-6 tahun terakhir, Eddy mendorong pemerintah untuk melakukan akselerasi transisi energi menuju energi terbarukan.

Baca juga: DPR Dorong BUMN Penuhi Target Lifting Migas yang Dipatok Pemerintah

"Ketika kita meningkatkan produksi dan produktivitas kita di sektor migas, saya tegaskan bahwa di saat yang sama kita jangan kendor mengakselerasi transisi energi kita untuk meningkatkan bauran energi terbarukan," kata Eddy saat kunjungan kerja Komisi VII DPR RI ke Balikpapan, Kamis (20/6/2024).

Eddy yang juga Sekjen PAN ini konsisten pada usulan kebijakannya untuk mewujudkan kemandirian energi dengan mempercepat transisi energi menuju energi terbarukan.

"Jadi dalam rangka kita mengurangi ketergantungan pada impor dan energi fosil, kita harus mengakselerasi penggunaan energi terbarukan. Sumbernya banyak, kita bisa menggunakan matahari solar, angin juga sedang dikembangkan, begitu juga Geotermal. Percepatan harus dilakukan agar kita bisa mengurangi impor energi yang selama ini menguras devisa negara," ungkpanya.

Eddy mengakui, tantangan terbesar di sektor energi terbaru terbarukan adalah investasi yang mahal dan proses pengembangannya yang relatif panjang.

Berita Rekomendasi

"Ketika kita membangun PLTU batubara itu butuh kurang lebih dua tahun. Untuk membangun geotermal itu dibutuhkan kurang lebih tujuh sampai delapan tahun ya. Nah, karena investasi besar, tentu tarifnya juga lebih tinggi daripada tarif energi fosil yang lainnya.

Baca juga: SKK Migas: Lifting Migas Akhir Tahun 2022 di Lapangan Senipah Kaltim Berjalan Optimal

"Terobosan untuk mengatasi tarif, pembebasan lahan, kewajiban pemenuhan TKDN adalah masalah teknis dan bukan fundamental yang saya yakini bisa dicari jalan keluarnya." tegasnya.

Eddy menjelaskan, Komisi VII DPR RI terus melakukan pengawasan terhadap masalah impor BBM ini termasuk masalah penurunan lifting migas, namun memberikan atensi penuh pada transisi menuju energi terbarukan.

"Yang paling penting adalah jangan sampai kita terlalu terkooptasi atau fokus pada kegiatan kita di sektor energi fosil dan berjalan lambat dalam mengembangkan sektor energi terbarukan. Karena itu kami meminta Pertamina dan PLN sebagai pelaku usaha yang paling dominan di sektor itu bisa kemudian meningkatkan kinerjanya untuk mencapai Percepatan pertumbuhan energi yang lebih terbarukan," tutupnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas