Pebisnis Properti Pertanyakan Rancunya Permen LHK Nomor 4 Tahun 2021: Tak Atur Perizinan Lingkungan
Pengusaha properti mempertanyakan rancunya regulasi dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4 Tahun 2021.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengusaha di industri properti mempertanyakan rancunya regulasi dalam Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 4 Tahun 2021 terkait aturan perizinan lingkungan yang tidak dicantumkan secara jelas dalam Permen tersebut.
Kondisi tersebut membuat munculnya berbagai tafsir dan persepsi dari Permen termasuk persyaratan yang berbeda di masing-masing daerah.
Imbasnya, beberapa proyek pun tersendat lantaran ketidakpastian soal aturan tersebut sehingga dikeluhkan oleh para pengusaha properti.
Chief Legal Officer Sapphire Grup, Iqbal Fani mengatakan, ketiadaan aturan yang baku tersebut membuat sejumlah proyek pembangunan hunian mengalami keterlambatan.
"Padahal, pemerintah sendiri mendorong adanya penyediaan hunian secara masif kepada masyarakat," kata Iqbal dalam keterangan tertulis, Rabu (27/6/2024).
Berdasarkan Peraturan Badan Pusat Statistik Nomor 2 tahun 2020 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia, terdapat aturan tentang KBLI 68111.
KBLI 68111 tersebut mencakup usaha pembelian, penjualan, persewaan dan pengoperasian real estate baik yang dimiliki sendiri maupun disewa yakni bangunan apartemen, bangunan hunian dan bangunan non hunian serta penyediaan rumah dan flat atau apartemen dengan atau tanpa perabotan untuk digunakan secara permanen, baik dalam bulanan atau tahunan.
Iqbal mengatakan, keberadaan Permen yang belum mencantumkan aturan lebih lanjut tersebut menghambat pengurusan dokumen lingkungan.
Baca juga: Insentif PPN DTP 100 Persen Akan Berakhir 30 Juni 2024, Ini Tanggapan Pengembang Properti
Kemudian penafsiran yang terjadi dengan memasukan KBLI 68111 ke 41011 konstruksi gedung hunian ataupun multi sector tidak sesuai semangat UU Cipta Kerja.
“Padahal UU ini bertujuan memberikan kemudahan bagi pelaku usaha untuk memproses perizinan berusaha sehingga mampu menciptakan iklim investasi berkualitas,” kata Iqbal.
Kemudian Sistem Online Single Submission (OSS) menjadi pelaksanaan dari UU Cipta Kerja, menerbitkan KKPR, PKKPR ataupun self declaration bagi pelaku usaha di bidang perumahan dengan KBLI 68111.
Baca juga: Akses Tol Langsung Bikin Pengembang di Barat Jakarta Ini Memacu Penjualan
Iqbal menjelaskan, pada tahun 2021, Kementerian LHK menerbitkan Permen LHK Nomor 4 tahun 2021 Tentang Daftar Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup Dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup Atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Dan Pemantauan Lingkungan Hidup sebagai salah satu aturan turunan/aturan pelaksanaan dari UU Cipta Kerja.
Namun dalam Permen tersebut tidak diatur tentang KBLI 68111.
“Hal ini yang menyebabkan terjadinya penafsiran secara sewenang-wenang oleh pejabat pelaksana Permen tersebut di daerah. KBLI 68111 ditafsirkan masuk ke dalam jenis usaha atau kegiatan konstruksi gedung hunian dengan kode KBLI 41011 atau Non-KBLI multisektor di dalam Permen tersebut,” ujarnya.
Saat ini memang KBLI 68111 sudah diakui dan dimasukan ke dalam AMDALNET oleh Kementerian LHK. Hanya saja, imbuh Iqbal, pada kenyataanya Permen LHK 4 2021 yang digunakan sebagai dasar penapisan jenis dokumen lingkungan tidak mengatur tentang KBLI 68111.
Pemilik kegiatan usaha bisa menggunakan KBLI 68111 pada AMDALNET, ketentuan jenis dokumen masih mengacu ke KBLI 41011 konstruksi gedung hunian ataupun Multisektor.
Dimana, ketika pelaku usaha membangun dengan bangunan ≥ 10.000 m2 maka kegiatan usaha tersebut wajib dilengkapi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau AMDAL.
“Pengaturan KBLI 68111 di sistem AMDALNET merupakan pengaturan tanpa dasar hukum. Di satu sisi Kementerian LHK mengakui keberadaan KBLI 68111 melalui Amdalnet. Tapi mereka tidak melakukan pengaturan terhadap KBLI 68111 di dalam Permen No. 4 tahun 2021,” kata Iqbal.
ILUSTRASI - Pengusaha bisnis industri properti mempertanyakan rancunya regulasi dalam Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 4 Tahun 2021. (Freepik)