Menteri PPN/Bappenas Sebut Investor Family Office Bakal Bebas Pajak, Ini Alasannya
pemerintah tidak seharusnya memberikan insentif fiskal untuk para investor untuk investasi di dalam negeri.
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa berpendapat, pemerintah tidak seharusnya memberikan insentif fiskal untuk para investor untuk investasi di dalam negeri.
Hal itu merespons rencana pemerintah untuk mengejar dana investor kaya raya dari luar negeri, untuk menanamkan modal di Indonesia melalui Family Office.
"Saya berpendapat tidak selamanya kita harus memberikan insentif fiskal," kata Suharso kepada wartawan di Kompleks DPR, dikutip Jumat (5/7/2024).
Baca juga: Pemerintah Rencana Bentuk Family Office, Faisal Basri Ingatkan Potensi Pencucian Uang
Menurut Suharso, pemberian insentif fiskal itu berarti pemerintah juga perlu meningkatkan pendapatan melalui tax ratio. Artinya, jika hal itu terjadi justru tak selaras terhadap penerimaan negara.
"Saya kasihan banget sama Ibu Menteri Keuangan yang beliau didorong untuk mendorong tax ratio nya naik. Tapi kemudian juga harus memberikan insentif fiskal. Benar insentif fiskal itu kemudian menyebabkan orang menginvestasi," ujar dia.
"Kita dapat efek ekonominya, lapangan kerja, orang bekerja. Dengan demikian kita bisa dapat dari sisi yang lain. PDB kita meningkat dan seterusnya. Tetapi kan kita juga harus melihat efek penerimaannya terhadap negara," sambungnya.
Baca juga: Jokowi Gelar Rapat Bahas Family Office di Istana
Di sisi lain Suharso menilai, pemberian insentif bagi investor Family Office ini diberikan dalam bentuk lain, misalnya pembangunan infrastruktur pendukung terkait kebutuhan investasi.
"Menurut saya lebih bagus memberikan hal yang seperti itu dibandingkan insentif fiskal," jelas dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, cara kerja Family Office adalah dana dari orang kaya raya di dunia diperbolehkan disimpan di Indonesia.
Namun, pemilik dana harus melakukan investasi di beberapa proyek di Indonesia.
"Mereka (orang superkaya dunia) tidak dikenakan pajak tapi harus investasi, dan (dari) investasi nanti akan kita pajaki," kata Luhut melalui akun resmi Instagram-nya @luhut.pandjaitan, Senin (1/7/2024).
Luhut mencontohkan, orang kaya tersebut menyimpan dana di Indonesia sekitar 10 juta-30 juta dollar Amerika Serikat (AS).
Kemudian, dana tersebut diputar untuk diinvestasikan ke proyek yang ada di Tanah Air.
"Dia taruh duitnya 10 juta-30 juta USD dan investasi dan kemudian dia harus memakai orang Indonesia untuk kerja di Family office tadi," ujarnya.
"Kan banyak proyek di sini, ada hilirisasi, seaweed, dan macam-macam. Jadi Indonesia itu punya peluang yang besar dan harus diambil peluang ini dan tentu harus menguntungkan Indonesia," sambungnya.
Rentan jadi tempat pencucian uang
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, pemerintah harus melakukan mempertimbangkan secara mendalam membentuk Family Office dan menjadi negara surga pajak.
Bhima mengatakan, pemerintah harus memastikan family office tidak disalahgunakan untuk tempat pencucian uang.
"Membuka peluang masuknya family offices dan jadikan surga pajak perlu dipertimbangkan secara mendalam. Apakah indonesia cuma dijadikan sebagai suaka pajak dan tempat pencucian uang misalnya?," kata Bhima, Selasa (2/7/2024).
Bhima mengatakan, ide menarik minat orang super kaya menyimpan dananya lewat family office ini bertolak belakang dari hasil survei Earth4All yang menunjukkan 86 persen masyarakat di Indonesia mendukung pemberlakuan pajak kekayaan /wealth tax.
Bahkan, kata dia, di antara negara G20 lain dukungan responden soal pajak kekayaan Indonesia tertinggi.
"Jika pemerintah justru mendorong family office yang bebas pajak maka ini bisa menyulitkan pemerintah dalam mengungkap, menyidik dan memajaki orang kaya," ujarnya.
Selain itu, Bhima khawatir investasi family offices tidak masuk ke sektor riil seperti pembangunan pabrik, melainkan hanya diputar di instrumen keuangan seperti pembelian saham dan surat utang.
Bhima juga bilang, berbagai studi menunjukkan bahwa negara yang menjadi tempat family office adalah negara yang mampu memberikan tarif pajak super rendah. Contohnya, Giblatar, Panama, dan Virgin Island.
Selain itu, kriteria lain family office adalah negara dengan kedalaman pasar keuangan dan infrastruktur keuangan yang lengkap seperti Singapura, Inggris, dan Hongkong.
"Dan sepertinya dua kriteria ini belum ada di Indonesia," ucap dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.