Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Bapanas: Inflasi Pangan Mulai Terkendali Mendekati Sasaran Pemerintah

Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyatakan inflasi pangan mulai terkendali mendekati sasaran pemerintah di angka 2,5±1 persen.

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Bapanas: Inflasi Pangan Mulai Terkendali Mendekati Sasaran Pemerintah
Tribunnews/JEPRIMA
Ilustrasi beras 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyatakan inflasi pangan mulai terkendali mendekati sasaran pemerintah di angka 2,5±1 persen.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) inflasi volatile food atau komponen harga pangan bergejolak di dominasi beras, cabai rawit, dan cabai merah per Juli 2024 menjadi 3,63 persen dari angka sebelumnya 5,96 persen.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan dengan capaian pada Juli 2024 ini menunjukan tingkat inflasi pangan mengalami penurunan dan terkendali, karena masih dalam kisaran sasaran 2,5±1 persen.

Baca juga: Terjadi Inflasi 2,51 Persen di Juni 2024, Dikontribusi Makanan-Minuman dan Tembakau

"Inflasi volatile food yang terkendali menjadi tugas kami di Badan Pangan Nasional," ujarnya, Minggu (4/8/2024).

Arief memaparkam, volatile food di Juli secara tahunan di 3,63 persen mulai mendekati sasaran inflasi pemerintah di 2,5 persen plus minus 1 persen.

"Perlahan kita terus tekan dengan peningkatan pasokan dan program intervensi ke pasar," terang Arief.

BERITA TERKAIT

Dia membandingkan dengan Maret lalu, volatile food cukup tinggi secara tahunan, namun cukup baik secara bulanan. Diyakini Arief, inflasi pangan ini akan terus membaik.

Dilihat secara bulanan, inflasi komponen bergejolak masih mengalami deflasi. BPS mencatat di tingkat deflasi 1,92 persen dengan andil 0,32 persen.

Komoditas pangan yang mendominasi antara lain bawang merah, cabai merah, tomat, daging ayam ras, bawang putih, dan telur ayam ras. Tren deflasi yang berulang secara bulanan ini tidak serta merta menunjukan adanya depresiasi daya beli masyarakat.

Menurut Arief, ia sepakat dengan Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti yang menyatakan kondisi deflasi bukan satu-satunya indikator daya beli masyarakat menurun. Terjadinya deflasi juga dapat terjadi karena pasokan yang cukup melimpah, namun permintaan masih tetap sama.

Baca juga: Ini 4 Penyebab Inflasi dan Manfaatnya Bagi Para Pelaku Pasar Saham

"Kita lihat misalnya pada pergerakan inflasi beras, itu sejak April mengalami deflasi sampai 2,72 persen. Lalu Mei juga deflasi 3,59 persen. Ini lebih disebabkan karena produksi pada bulan-bulan tersebut sedang tinggi-tingginya. Sementara permintaan masyarakat terhadap beras cenderung sama," tambah Arief.

Terkait itu, menurut Kerangka Sampel Area BPS, puncak produksi beras terjadi di April 2024 sebesar 5,31 juta ton. Pada Mei 2024 proyeksi produksi beras di 3,61 juta ton dan turun pada Juni 2024 di 2,06 juta ton.

Namun, pada Juli sampai September 2024 diproyeksikan mengalami kenaikan produksi yang masing-masing ada di angka 2,18 juta ton, kemudian 2,66 juta ton dan 2,96 juta ton.

“Di Juli, beras kembali mengalami inflasi. Untuk itu, memang sudah tepat langkah pemerintah menggelontorkan kembali bantuan pangan beras mulai awal Agustus ini. Bulog pun ada penugasan tambahan penyerapan beras produksi dalam negeri 600 ribu ton sampai akhir tahun, guna memperkuat program-program intervensi yang akan terus dilaksanakan,” kata Kepala NFA Arief Prasetyo Adi.

Pemerintah bersama Perum Bulog masih terus melaksanakan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras.

Hingga akhir Juli, realisasi SPHP beras telah mencapai 922 ribu ton dengan saluran penjualan ke pengecer, distributor, pemerintah daerah, BUMN, dan lainnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas