Industri Tekstil RI Keok di Triwulan II 2024, Alami Kontraksi 2,63 Persen
Berdasarkan data Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), ada enam perusahaan tekstil yang melakukan PHK karena menutup pabriknya.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
![Industri Tekstil RI Keok di Triwulan II 2024, Alami Kontraksi 2,63 Persen](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/20140814_072321_industri-tekstil.jpg)
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) termasuk pakaian jadi mengalami kontraksi pada triwulan II 2024.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud mengatakan, industri TPT dan pakaian jadi pada triwulan II tahun 2024 terkontraksi minus 0,03 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
"Jadi terkontraksi, tetapi kalau dilihat dari besarannya cukup kecil ya 0,03 persen," kata Edy dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (5/8/2024).
Baca juga: Menteri Bahlil Klaim Umur Mesin dan Biaya Tinggi Jadi Pemicu Gelombang PHK di Pabrik Tekstil
Ia mengatakan, bila melihat secara quarter-to-quarter (qtq), pertumbuhan industri TPT dan pakaian jadi itu juga terkontraksi sebesar minus 2,63 persen.
"Jadi, untuk quarter dua tahun 2024, pertumbuhan industri tekstil pakaian jadi terkontraksi, baik secara year on year maupun secara qtq," ujar Edy.
Industri tekstil saat ini memang tengah menjadi sorotan karena serangkaian badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan sejumlah perusahaan.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia Mirah Sumirat mengatakan, PHK yang terjadi di industri tekstil masih terjadi dalam jumlah yang besar
"Industri tekstil melakukan PHK besar-besaran karena muncul Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 terkait impor itu. Itu pemicunya," katanya ketika dihubungi Tribunnews, Selasa (30/7/2024).
Ekonom pun memprediksi tren PHK di industri tekstil masih akan terus berlanjut hingga 2026.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai daya saing di industri tekstil memang terus menurun, terlihat dari banyaknya relokasi pabrik merek pakaian jadi global.
"Mereka ke Vietnam, Bangladesh, bahkan ke Ethiopia," ujar Bhima saat dihubungi, Jumat (21/6/2024).
Menurut Bhima, mereka memilih pindah dari Indonesia karena ongkosnya relatif tinggi, termasuk dari sisi biaya logistik.
Faktor selanjutnya, yakni keberpihakan pemerintah terhadap industri tersebut masih diragukan.
"Belum ada konsistensi dan cenderung loncat-loncat, jadi belum selesai mendorong industrialisasi di pakaian jadi alas kaki, kemudian langsung masuk hilirisasi nikel. Sehingga tidak memiliki fokus dan industri manufaktur seperti sektor yang kekurangan stimulus dan insentif dari sisi pemerintah," kata Bhima.
Lalu, dari sisi industri tekstil yang terdesak oleh barang-barang impor, baik yang masuk dari jalur legal maupun jalur jalur tikus atau jalur gelap.
Barang-barang yang dijual secara impor di ritel dan e-commerce jauh lebih murah, sehingga merugikan pelaku usaha domestik.
"Dan ini membuat insentif menjadi importir, reseller itu lebih besar dibandingkan jadi produsen industri pengolahan," tutur Bhima.
Sedangkan, faktor lainnya dipengaruhi kondisi makro ekonomi seperti suku bunga yang tinggi, hingga daya beli masyarakat khususnya kelas menengah yang rendah.
"Ada masalah nilai tukar rupiah melemah, yang membuat bahan baku yang sebagian besar impor masih mahal."
"Banyak industri pengolahan berguguran, dan gelombang PHK massal diperkirakan akan terus terjadi sampai dua tahun ke depan kalau tidak ada perbaikan signifikan dari sisi kebijakan pemerintah yang berpihak kepada domestik," terang Bhima.
Per Juni 2024, berdasarkan data Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), ada enam perusahaan tekstil yang melakukan PHK karena menutup pabriknya.
Lalu, ada empat perusahaan yang melakukan PHK akibat efisiensi perusahaan.
Detailnya untuk enam pabrik yang melakukan PHK akibat pabrik tutup ada PT S Dupantex di Jawa Tengah PHK sekitar 700 pekerja. Lalu, ada PT Alenatex di Jawa Barat PHK sekitar 700 pekerja. Ada juga PT Kusumahadi Santosa di Jawa Tengah PHK sekitar 500 pekerja.
Berikutnya, ada PT Kusumaptura Santosa di Jawa Tengah sekitar 400 pekerja. Ada PT Pamor Spinning Mills di Jawa Tengah PHK sekitar 700 pekerja. Terakhir, ada PT Sai Apparel di Jawa Tengah PHK sekitar 8 ribu pekerja.
Sementara itu, untuk perusahaan yang melakukan PHK akibat efisiensi ada PT Sinar Panca Jaya PHK sekitar 2 ribu pekerja. Lalu, ada PT Bitratex di Semarang sekitar 400 pekerja.
Kemudian, ada PT Johartex di Magelang PHK sekitar 300 pekerja. Terakhir, ada PT Pulomas di Bandung sekitar 100 pekerja.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.