Ciptakan Hubungan Industrial yang Adil, PKS Tetap Tolak UU Cipta Kerja
Serikat pekerja terus berjuang untuk memastikan bahwa suara pekerja didengar dan hak-hak mereka dihormati.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan DPP PKS Indra MH, menegaskan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memiliki komitmen kuat dalam menegakkan konstitusi, khususnya terkait penolakan terhadap Omnibus Law Cipta Kerja yang dianggap tidak adil bagi para pekerja.
“Posisi PKS adalah kita konsern menegakkan konstitusi. Ketika Omnibus Law Cipta Kerja dimasukkan ke DPR, sejak awal PKS sudah menyatakan menolak RUU Cipta Kerja," ujarnya di
talkshow "Mencari Format Hubungan Industri Berkeadilan" di Kantor Dewan Pengurus Tingkat Pusat (DPTP) PKS, Jakarta, Selasa (13/8)2024) .
Dia membeberkan, saat proses pengesahan, PKS berada di garis terdepan dalam menolak RUU tersebut. "Bahkan, setelah disahkan, Presiden PKS mendesak Presiden Jokowi untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah yang mencabut UU Cipta Kerja,” ungkapnya.
Baca juga: Satgas UU Cipta Kerja: UMKM Perlu Dapat Kesetaraan Akses
Indra MH menjelaskan, PKS ingin mewujudkan hubungan industrial yang berkeadilan di Indonesia. Ia menekankan bahwa hubungan industrial yang adil harus memperhatikan kesejahteraan semua pihak yang terlibat, baik pekerja maupun pengusaha.
"PKS ingin mewujudkan hubungan industrial berkeadilan, karena negeri ini milik para pekerja, milik pengusaha, milik semuanya," ujarnya.
Diskusi dalam talkshow ini juga mengangkat berbagai isu terkait ketidakadilan dalam hubungan industri yang dirasakan oleh banyak pekerja di Indonesia. Sigit Pramono, Ketua Balitbang DPP PKS, menyoroti pentingnya reformasi kebijakan yang bisa memastikan bahwa hak-hak pekerja terlindungi dengan baik tanpa mengabaikan kepentingan pengusaha.
Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat menambahkan, serikat pekerja terus berjuang untuk memastikan bahwa suara pekerja didengar dan hak-hak mereka dihormati.
"Kita harus menciptakan kondisi di mana pekerja tidak hanya menjadi alat produksi, tetapi juga diakui sebagai bagian penting dari kemajuan ekonomi bangsa," tegas Jumhur.
Sementara itu, Dekan FEM IPB Bogor Irfan Syauqi Beik, memberikan perspektif akademis tentang pentingnya menciptakan kebijakan yang berlandaskan pada keadilan sosial. Menurutnya, ekonomi yang kuat harus didukung oleh hubungan industrial yang sehat, di mana tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Dalam sesi penutup, Indra MH berharap acara talkshow ini menjadi ajang penting bagi berbagai pihak untuk menyampaikan pandangan dan mencari solusi bersama terkait masalah hubungan industrial di Indonesia.
"Diharapkan, diskusi ini dapat memberikan kontribusi positif dalam upaya mewujudkan hubungan industri yang lebih adil dan seimbang di masa depan," pungkas Indra.