Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Presiden Jokowi dan Anak Buahnya Kompak Tak Terima Bank Dunia Sebut Beras RI Termahal di ASEAN

Bank Dunia menyebut di saat harga beras di Indonesia menjadi yang termahal, petani di RI justru memiliki pendapatan yang rendah. 

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Presiden Jokowi dan Anak Buahnya Kompak Tak Terima Bank Dunia Sebut Beras RI Termahal di ASEAN
Tribunnews.com/Taufik Ismail
Bank Dunia mengungkapkan harga beras di Indonesia lebih tinggi 20 persen dibanding harga beras di pasar global. Bahkan harga beras Indonesia tertinggi di ASEAN. Presiden Jokowi meminta bahwa perbandingan harga beras harus dilihat di tingkat konsumen. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah kompak membantah pernyataan Bank Dunia terkait dengan harga beras di Indonesia yang disebut termahal di ASEAN.

Bank Dunia juga menyebut di saat harga beras di Indonesia menjadi yang termahal, petani di RI justru memiliki pendapatan yang rendah. 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menanggapi terkait dua pernyataan tersebut.

"Coba dilihat harga beras FOB (Free on Board) itu berapa, kira-kira 530 sampai 600 dolar ditambah cost. Freight cost kira-kira 40-an dollar. Kalau membandingkan itu mestinya di konsumen, itu akan kelihatan," kata Jokowi di Gudang Bulog Tanah Grogot, Paser, Kalimantan Timur, dikutip dari keterangan tertulis pada Jumat (27/9/2024).

Jokowi mengatakan, mestinya kalau harga beras baik, artinya harga gabah juga baik. 

Baca juga: Kepala Bapanas: Penyerapan Beras Dalam Negeri Mencapai 908 Ribu Ton

Ia melanjutkan, kalau harga gabah baik, artinya harga jual petani juga mestinya baik, kalau tidak ada distorsi di lapangan.

BERITA REKOMENDASI

"Dicek saja si lapangan, ditanya saja ke petani, harga gabah berapa. Dulu hanya Rp 4.200. Sekarang Rp 6.000. Itu gabah, bukan beras, dari situ saja kelihatan. NTP-nya coba dicek di lapangan," ujarnya.

NTP atau Nilai Tukar Petani diklaim telah tercapai dan terus naik dari tahun ke tahun.

Pada 2019, NTP tahunan berada di angka 100,90. Kemudian 2020, NTP tahunan menjadi 101,65. Tahun 2021 terus naik menjadi 104,64.

Selanjutnya tahun 2022 di 107,33 dan terakhir NTP secara tahunan di 2023 berada di 112,46. Selama kurun waktu 4 tahun, NTP telah meningkat hingga 11,45 persen.

Dalam kesempatan sama, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menambahkan, program bantuan pangan beras juga ikut mendukung upaya pemerintah dalam menjaga kesejahteraan petani dalam negeri.

Itu karena Bulog ditugaskan melakukan penyerapan beras yang berasal dari hasil petani lokal.

Sejak 2022, realisasi penyerapan beras dalam negeri oleh Bulog disebut terus meningkat.

Pada 2022 penyerapan beras dalam negeri mencapai 994 ribu ton. Lalu tahun selanjutnya sebesar 1 juta ton.

"Nah di tahun ini sampai minggu ketiga September sudah 908 ribu ton, sehingga kita bisa optimis di akhir 2024 nanti penyerapan Bulog bisa terus meningkat," kata Arief.

Arief mengklaim serangkaian upaya yang dilakukan pemerintah memberi dampak eskalasi terhadap pendapatan petani.

Merujuk publikasi terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) ‘Hasil Pencacahan Lengkap Sensus Pertanian 2023 Tahap II’, Arief menyebut rata-rata pendapatan usaha pertanian perorangan di Indonesia adalah Rp 66,82 juta per tahun.

Sementara jika menurut Survei Pertanian Terintegrasi (SITASI) tahun 2021, rata-rata unit usaha pertanian perorangan memperoleh pendapatan sebesar Rp 15,41 juta dalam setahun.

Dari situ dapat diartikan, kata Arief, rata-rata pendapatan usaha pertanian perorangan telah mengalami peningkatan sampai lebih dari empat kali lipat.

Ia kemudian menyebutkan laporan BPS pada 2023 yang menunjukkan sebanyak 68,10 persen usaha pertanian di Indonesia termasuk dalam kategori petani skala kecil.

Dari kategori itu, secara nasional di 2023, petani skala kecil di Indonesia disebut mampu memperoleh pendapatan sebesar 8,50 dolar AS PPP (Purchasing Power Parities).

1 dolar AS PPP sama dengan Rp 5.239,05, sehingga menjadi setara dengan Rp 44.507 per hari kerja.

Lalu, pada 2023, petani yang tidak termasuk kategori petani skala kecil dilaporkan mampu memperoleh pendapatan sebesar 368,34 dolar AS PPP atau setara dengan Rp 1.929.764 per hari kerja.

Itu dinilai naik signifikan karena pada 2021, menurut hasil SITASI, petani kategori tersebut kala itu hanya mampu menghasilkan pendapatan sebesar 106,54 dolar AS PPP atau setara dengan Rp 506.983 per hari kerja.

"Kami di Badan Pangan Nasional bersyukur pendapatan sedulur petani masih terjaga baik dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun," ucap Arief.

"Ini turut menandakan ekosistem pangan yang dibangun mulai dari hulu sampai hilir, berjalan cukup baik," pungkasnya

Kata Bank Dunia

Bank Dunia atau World Bank mengungkap harga beras di Indonesia konsisten lebih tinggi dibanding negara-negara ASEAN lainnya. 

Akibatnya, kata Country Director untuk Indonesia dan Timor-Leste, East Asia and Pacific dari World Bank Carolyn Turk, konsumen Indonesia harus membayar makanan mereka lebih mahal karena harga beras yang tinggi. 

"Kami memperkirakan bahwa konsumen Indonesia membayar hingga 20 persen lebih mahal untuk makanan mereka daripada yang seharusnya mereka bayar di pasar bebas," katanya ketika memberi sambutan di acara Indonesia International Rice Conference 2024 yang berlangsung di Bali International Convention Center, Kamis (19/9/2024).

Di saat harga beras di Indonesia menjadi yang termahal, petani di RI justru mendapatkan pendapatan yang rendah. 

Carolyn menyebut kebanyakan pendapatan petani marjinal seringkali jauh di bawah upah minimum sampai di bawah garis kemiskinan.

"Bercocok tanam padi di Indonesia secara umum menghasilkan keuntungan yang cukup rendah. Hampir 87 persen petani Indonesia memiliki lahan kurang dari dua hektare dan dalam kelompok ini dua pertiganya memiliki lahan kurang dari setengah hektare," ujarnya. 

Merujuk hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021, Carolyn mengatakan pendapatan rata-rata petani kecil di Indonesia kurang dari satu dolar AS sehari atau 341 dolar AS setahun. 

Survei tersebut juga menyoroti bahwa pendapatan dari bercocok tanam tanaman pangan, khususnya padi, jauh lebih rendah daripada pendapatan dari tanaman perkebunan atau dari pertanian hortikultura

"Jadi, keuntungan yang diperoleh dari bercocok tanam padi rendah. Di sisi lain, konsumen membayar harga beras yang tinggi," tutur Carolyn. 

Menurut dia, harga beras di Indonesia bisa mahal karena sebagian disebabkan oleh pembatasan impor dan beberapa kebijakan yang mendistorsi harga, yang menaikkan harga output dan melemahkan daya saing pertanian.

"Distorsi harga juga dapat disebabkan oleh tindakan non-tarif yang melampaui pembatasan kuantitatif impor," jelas Carolyn.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas