Kemenangan Donald Trump Diprediksi Bikin Pemangkasan Suku Bunga The Fed Melambat
Kebijakan pemangkasan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat The Fed diperkirakan akan lebih lambat pasca kemenangan Donald Trump di Pilpres AS.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Kebijakan pemangkasan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed) diperkirakan akan lebih lambat dibanding selanjutnya menyusul kemenangan Donald Trump di Pemilihan Presiden Amerika Serikat.
Donald Trump akan menjadi Presiden AS periode 2024-2028 dengan mengamankan 270 suara elektoral (electoral votes).
Dia berhasil mengamankan suara dari tiga negara bagian penentu kemenangan atau swing states, diantaranya 16 suara di Georgia, 16 Suara di North Carolina, dan 19 suara di Pennsylvania.
Meski kemenangan Trump belum diumumkan secara resmi oleh pemerintah AS, Donald Trump langsung membuat deklarasi kemenangan setelah dia dengan meyakinkan berhasil menguasai suara electoral.
Trump langsung memberikan deklarasi, menyatakan kemenangan atas Kamala Harris dalam pemilihan presiden AS.
“Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada rakyat Amerika atas kehormatan luar biasa karena telah terpilih sebagai presiden ke-47 dan presiden ke-45,” kata Trump kepada para pendukungnya di Pusat Konvensi West Palm Beach, Florida.
Dampak Kebijakan Donald Trump
Sayangnya tak semua pihak menyambut baik kemenangan dari Donald Trump, ini lantaran kebijakan baru yang diambil Trump dikhawatirkan berdampak negatif pada perekonomian AS.
Selama kampanye, Trump berjanji memperbaiki perekonomian AS yang sedang sakit dengan mengenakan tarif yang lebih tinggi, mengurangi pajak, dan meluncurkan tindakan keras di bidang imigrasi.
Tujuannya, untuk memulihkan perekonomian AS serta melindungi intrusi barang impor dan tenaga kerja murah dari luar negeri.
Baca juga: Donald Trump akan Dilantik Sebagai Presiden AS Senin 20 Januari 2025 di Front Barat US Capitol
Para ekonom mengatakan, kebijakan tersebut kemungkinan akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan pasar tenaga kerja yang lebih ketat, yang disertai dengan biaya impor yang lebih tinggi, akan memberikan tekanan ke atas pada harga.
Namun menurut beberapa ekonom Wall Street kebijakan itu justru bisa memicu risiko-risiko negatif bagi perekonomian AS.
Diantaranya, ekspansi ekonomi yang lebih lambat di seluruh dunia dan inflasi yang lebih cepat di dalam negeri yang akan membuat Federal Reserve kurang bersedia menurunkan suku bunga.
Baca juga: Saham Tesla Tebang 14 Persen Pasca Donald Trump Puji Elon Musk di Pidato Kemenangan Pilpres
Dampaknya bisa berupa dolar yang lebih kuat dan berkurangnya ruang bagi negara-negara berkembang untuk melonggarkan kondisi moneter mereka sendiri.
“Penundaan implikasi inflasi dari tarif dan kebijakan fiskal ekspansif memungkinkan The Fed untuk terus memangkas suku bunga hingga tahun 2026, karena bank sentral masih perlu mengkalibrasi ulang kebijakan moneter agar tidak terlalu membatasi,” tulis tim analis Oxford Economics mengutip Business Times.
Di Eropa, Goldman Sachs memperkirakan ECB akan melakukan penurunan suku bunga tambahan karena pertumbuhan ekonomi yang lebih lemah akibat kebijakan Trump.
“Ada dua ketakutan utama di sini. Yang pertama adalah tarif dan proteksionisme yang dapat berdampak buruk pada pertumbuhan dan inflasi. Dan sekaligus defisit fiskal. Anda telah melihat reaksi pasar terhadap defisit fiskal di AS dan Inggris," ujar Asisten Gubernur RBA Christopher Kent.
Proyeksi Pemangkasan Suku Bunga oleh The Fed
Sejauh ini para bankir sentral AS masih diperkirakan akan memangkas suku bunga acuan Fed sebesar seperempat poin persentase ke kisaran 4,50 hingga 4,75 persen.
Namun The Fed kemungkinan besar akan memangkas suku bunga kebijakannya hanya dua kali pada tahun 2025, menurunkannya ke kisaran 3,75 hingga 4 persen dan kemungkinan baru akan melakukannya pada bulan Juli.