Ahli Polimer: Sampah Plastik yang Dihasilkan Industri Bisa Datangkan Risiko Kesehatan
Isu bahan kimia berbahaya pada kemasan plastik untuk manusia dan lingkungan ini sudah menjadi isu global.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kekhawatiran dunia internasional terhadap sampah plastik berkaitan dengan kandungan bahan kimianya dan risikonya terhadap kesehatan.
“Hal ini menjadi masalah bukan hanya masalah nasional, tapi juga regional, bahkan jadi masalah global,” kata ahli polimer Universitas Indonesia Prof Dr Mochamad Chalid di acara talkshow di Jakarta (30/10/2024).
Dia mengatakan, kesepakatan internasional sudah lama melarang bahan-bahan kimia berbahaya untuk digunakan manusia, salah satunya senyawa Bisphenol A (BPA) pada kemasan air minum.
Menurutnya, isu bahan kimia berbahaya pada kemasan plastik untuk manusia dan lingkungan ini sudah menjadi isu global.
Baca juga: Regulasi yang Mengikat dan Kerja Sama Multi Pihak Bisa Jadi Solusi Polusi Plastik
"BPA bisa masuk dalam chemical of concern itu banyak hal. Pertama, yang menjadi hal penting adalah kaitan dengan kesehatan. Kalau kaitan dengan kesehatan itu nomor satu," kata Prof Chalid.
“Kalau bicara dilarang, sebenarnya (BPA) sudah lama dilarang di beberapa negara. Itu sudah ada dalam kesepakatan bahan-bahan kimia yang kategorinya berbahaya,” kata Prof Chalid.
Prof Chilid merupakan salah satu tim ahli Indonesia pada pertemuan Intergovernmental Negotiating Committee (INC-5) yang akan dilaksanakan di Busan, Korea Selatan, akhir November 2015 ini.
Sesi kelima Komite Negosiasi Antar-Pemerintah (INC-5) untuk mengembangkan International Legally Binding Instrument (ILBI) atau instrumen hukum internasional yang mengikat (ILBI) tentang polusi plastik, termasuk di lingkungan laut dijadwalkan berlangsung dari 25 November hingga 1 Desember 2024 di Busan, Korea Selatan.
“Konteks dengan ILBI, itu sudah disarankan oleh tim ahli, dalam hal ini pertemuan Bangkok lalu, yang direkomendasikan untuk mengacu pada konsensus-konsensus yang sudah dilakukan seperti di Rotterdam dan Perancis, salah satu di antaranya (yang direkomendasikan dilarang) senyawa BPA,” katanya.
Bahan kimia tersebut antara lain digunakan untuk kemasan pangan, termasuk galon guna ulang.
Mengenai bahaya BPA pada kemasan polikarbonat, Prof Chalid menyampaikan bahwa proses distribusi dan bagaimana kemasan polikarbonat diperlakukan, sangat memengaruhi proses pencemaran senyawa BPA dari kemasan polikarbonat ke dalam produk air minum.
Kemasan polikarbonat yang didistribusikan pada masyarakat bisa terpapar sinar matahari secara langsung.Paparan suhu yang tinggi pada kemasan air minum polikarbonat dapat meningkatkan risiko peluruhan BPA ke dalam air.
Selain faktor suhu yang tinggi, terdapat beberapa faktor lain dapat membuat kemasan air berbahan polikarbonat menjadi lebih rentan. Misalnya, galon polikarbonat yang masuk ke depot air minum isi ulang.
Galon tersebut kemudian melalui proses pencucian menggunakan deterjen dan digosok tidak semestinya lalu kembali lagi ke pabrik untuk digunakan ulang.