Mendagri Tito Klaim Harga Rumah Bisa Turun Usai Penghapusan BPHTB dan PBG
Penghapusan BPHTB dan PBG telah ditantandangani dalam bentuk Surat Keputusan Bersama (SKB)
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengklaim dengan penghapusan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) bagi Masyarakat Berpengahasilan Rendah (MBR), harga rumah bisa turun hingga lebih dari Rp 10 juta.
Penghapusan BPHTB dan PBG telah ditantandangani dalam bentuk Surat Keputusan Bersama (SKB) oleh tiga menteri.
SKB ditandatangani oleh Tito sendiri bersama Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait serta Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo.
Baca juga: PPN Naik Jadi 12 Persen, Ini Strategi Industri Properti Jaga Kinerja Penjualan
Penghapusan BPHTB dan PBG merupakan upaya pemerintah merealisasikan program tiga juta rumah dalam setahun yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
Menurut hitungan kasar Tito bersama Maruarar dan Dody beserta para direktur jenderal, setelah BPTHB dihapuskan, untuk rumah tipe 36 bisa berkurang sebanyak Rp 6.250.000
"Jadi hitungan kasar kita tadi, rapat dengan para dirjen teknis ya, dengan adanya kebijakan ini, maka potensi kalau BPHTB dihapuskan, itu nilainya untuk rumah tipe 36, itu lebih kurang Rp 6.250.000," katanya dalam konferensi pers di kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (25/11/2024).
Selanjutnya, setelah adanya penghapusan retribusi PBG, ada potensi untuk harga rumah tipe 36 bisa berkurang sebanyak Rp 4.320.000
"Kemudian untuk izin persetujuan bangunan dan gedung itu akan dibebaskan sebanyak Rp 4.320.000. Jadi untuk rumah tipe 36, itu sebetulnya bisa dihemat, dikurangi, lebih kurang Rp 10.570.000," ujar Tito.
Ia mengatakan yang akan diuntungkan dari kebijakan ini adalah masyarakat.
Sebab, jika BPHTB masih diberlakukan, Tito menyebut pengembang akan terus membebankannya kepada konsumen, sehingga yang keberatan justru konsumen alias masyarakat.
Baca juga: Menaksir Harga Rumah Mewah Sandra Dewi dan Helena Lim, Tak Lebih Mahal dari Kediaman Ustaz Solmed
"Bayangkan kalau saat ini dibangun 3 juta rumah, berarti itu bisa mengurangi harga sebanyak lebih kurang Rp 30 triliun. Kira-kira begitu dari hanya (penghapusan) 2 kebijakan saja," ucap Tito.
Sementara itu, untuk kriteria MBR yang bisa menikmati penghapusan BPTHB dan retribusi PBG, pemerintah mengacu para peraturan yang sudah ada.
Ada dua peraturan. Pertama, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PermenPUPR) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan Persyaratan Kemudahan Pembangunan dan Perolehan Rumah.
Kedua, Keputusan Menteri (Kepmen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 22/KPTS/M/2023 Tentang Besaran Penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah Dan Batasan Luas Lantai Rumah Umum dan Rumah Swadaya.
Berdasarkan Kepmen tersebut, besaran penghasil bagi MBR dibagi menjadi dua kelompok wilayah.
Besaran penghasilan MBR wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dengan penghasilan per bulan paling banyak untuk kategori tidak kawin sebesar Rp 7 juta.
Sementara itu, kategori kawin sebesar Rp 8 juta dan kategori Satu Orang Untuk Peserta Tapera sebesar Rp 8 juta.
Kelompok wilayah berikutnya adalah MBR di Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya dengan penghasilan per bulan paling banyak untuk kategori tidak kawin sebesar Rp 7,5 juta.
Sementara itu, untuk kategori kawin sebesar Rp 10 juta dan kategori Satu Orang Untuk Peserta Tapera sebesar Rp 10 juta.
Selain berdasarkan wilayah, ada juga ketentuan penetapan luas lantainya dalam Kepmen tersebut.
Yaitu, luas lantai paling luas 36 m⊃2; untuk pemilikan rumah umum dan satuan rumah susun. Lalu, luas lantai paling luas 48 m⊃2; untuk pembangunan rumah swadaya.
SKB penghapusan BPTHB dan PBG ini telah diminta Tito ditindaklanjuti para kepala daerah seluruh Indonesia.
Para kepala daerah diminta menetapkan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) mengenai pembebasan BPTHB.
Kemudian, para kepala daerah diminta menetapkan Perkada mengenai pembebasan retribusi PBG.
Mantan Kapolri itu menargetkan mereka bisa merampungkannya dalam satu bulan ke depan.
Dalam SKB, ini Tito juga meminta para kepala daerah mempercepat proses pelayanan pemberian izin persetujuan pembangunan gedung bagi MBR paling lama 10 hari kerja.