Efisiensi Anggaran Demi MBG: Tak Berdampak Besar ke Masyarakat, Hanya Hilangkan Pendapatan Pedagang
Per November 2024, total utang pemerintah Indonesia telah mencapai Rp8.680,13 triliun, dengan rasio utang terhadap PDB hampir 40%.
Editor: Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dinilai seharusnya memastikan efisiensi anggaran diarahkan pada belanja yang berkualitas dan memberikan dampak maksimal bagi perekonomian serta kesejahteraan masyarakat.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengatakan, program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang menghabiskan Rp71 triliun dan direncanakan bertambah Rp100 triliun pada 2025, tidak dapat dikategorikan sebagai belanja berkualitas karena memiliki dampak ekonomi yang minim serta berpotensi menimbulkan efek samping negatif.
"Program MBG tidak memberikan dampak signifikan dalam penciptaan lapangan pekerjaan maupun peningkatan daya beli masyarakat," kata Achmad kepada Tribunnews.com, Jakarta, Jumat (14/2/2025).
Menurutnya, sebaliknya, kebijakan ini justru dapat menutup sumber pendapatan bagi para pedagang kantin sekolah yang selama ini bergantung pada aktivitas jual beli di lingkungan pendidikan.
Baca juga: Surya Paloh soal Kebijakan Efisiensi Anggaran: Kita Berprasangka Baik Dulu
Dengan hilangnya pasar mereka, kata Achmad, terjadi penurunan daya beli dan perputaran ekonomi lokal yang seharusnya menjadi prioritas dalam pengelolaan anggaran negara.
Ia menyampaikan, salah satu indikator belanja berkualitas adalah adanya efek domino yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
"Program MBG, yang diselenggarakan dengan skema sentralisasi, malah membatasi ruang bagi usaha kecil dan menengah untuk berkembang," ujarnya.
"Alokasi dana sebesar itu seharusnya diarahkan ke sektor yang lebih produktif, seperti penciptaan lapangan pekerjaan, investasi dalam industri berbasis ekspor, dan peningkatan akses pembiayaan bagi UMKM. Dengan demikian, dampak ekonominya akan jauh lebih luas dan berkelanjutan," sambung Achmad.
Selain itu, Achmad menyampaikan, pemerintah harus memperhitungkan kondisi fiskal yang semakin terbatas akibat akumulasi utang dari pemerintahan sebelumnya.
Per November 2024, total utang pemerintah Indonesia telah mencapai Rp8.680,13 triliun, dengan rasio utang terhadap PDB hampir 40 persen.
Beban bunga utang pun terus meningkat, di mana pada Semester I 2024, pemerintah telah membayar bunga utang sebesar Rp239,96 triliun atau 48,3?ri pagu APBN 2024.
Untuk tahun 2025, rencana pembayaran bunga utang bahkan mencapai Rp552,9 triliun, meningkat 10,8?ri outlook 2024 yang sebesar Rp499 triliun.
"Dengan angka-angka ini, semakin jelas bahwa efisiensi anggaran harus diarahkan pada belanja yang benar-benar memiliki dampak nyata bagi masyarakat," tuturnya.
"Dengan utang yang terus menumpuk, termasuk beban bunga yang semakin besar, efisiensi anggaran harus diprioritaskan pada proyek-proyek yang memiliki dampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi," kata Achmad.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.