Kenaikan Harga Kelapa Tak Dinikmati Petani, Eksportir Ilegal yang Untung
Kenaikan harga kelapa bulat dan santan di berbagai daerah tidak dinikmati oleh petani kelapa.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Indonesia (APKI), Soepri Hadiono, mengatakan kenaikan harga kelapa bulat dan santan di berbagai daerah tidak dinikmati oleh petani kelapa.
"Kenaikan harga kelapa tidak dinikmati oleh petani, melainkan oleh eksportir yang menjual kelapa tanpa izin dan tanpa memberikan kontribusi yang adil bagi Indonesia," ujar Soepri dalam keterangan tertulis, Sabtu (15/3/2025).
Saat Ramadan dan menjelang Lebaran, pemberitaan terkait kenaikan harga dan kelangkaan kelapa semakin masif, membebani ibu rumah tangga, pelaku UMKM, serta pengusaha katering dan restoran yang menggunakan kelapa sebagai bahan dasar.
Menurut dia, kelangkaan kelapa bulat berdampak besar pada industri kelapa di Indonesia.
Banyak industri tidak dapat berproduksi secara maksimal karena kekurangan bahan baku, bahkan beberapa telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan menghentikan produksi.
APKI dan Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI) melakukan penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding) Penyelenggaraan dan Pengelolaan Kelapa Bulat untuk Menstabilkan Pasokan Kelapa Dalam Negeri serta Keberlangsungan Kesejahteraan Petani Kelapa di Menara Kadin Indonesia, Jakarta.
“Sinergi antara petani kelapa dan industri pengolahan kelapa di Indonesia sangat diperlukan. Dengan ditandatanganinya MoU ini, kita berharap dapat mendukung keberlanjutan kesejahteraan petani kelapa,” jelas Soepri Hadiono.
Wakil Ketua Umum I HIPKI, Jeffrey Koes Wonsono, berharap kelapa bisa naik kelas sehingga potensi kelapa Indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kemajuan bangsa serta meningkatkan perekonomian negara.
"Dengan mengolah kelapa di dalam negeri menjadi berbagai produk turunan, maka nilai tambahnya akan meningkat. Selain itu, industri ini juga dapat menyerap tenaga kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, serta meningkatkan pemasukan negara,” ungkap Jeffrey Koes.
Pada 24 Februari 2025, HIPKI dan APKI bersama beberapa asosiasi industri pengolahan kelapa serta asosiasi petani kelapa telah mengadakan rapat khusus dengan Kementerian Sekretariat Negara membahas dampak ekonomi akibat kondisi darurat kelapa.
Baca juga: Petani Belum Panen, Pemerintah Putuskan Impor 200 Ribu Ton Gula
"MoU ini merupakan tindak lanjut dari berbagai pertemuan sebelumnya. HIPKI dan APKI berkomitmen membangun kerja sama saling menguntungkan dalam rangka mencari solusi konkret terkait penyelenggaraan dan pengelolaan kelapa bulat guna menciptakan stabilitas pasar dalam negeri serta menjaga kesejahteraan petani kelapa," ujarnya.
Sebelumnya, asosiasi industri dan petani kelapa telah bertemu dengan berbagai kementerian, termasuk Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, serta Kementerian Investasi dan Hilirisasi untuk membahas kondisi darurat kelapa.
Baca juga: Pemerintah Cairkan Dana untuk Serap Gabah Petani, Pengamat: Dapat Kurangi Impor Beras
Salah satu hasil diskusi, Menteri Perindustrian pada 24 Februari 2025 telah mengirimkan surat kepada Menteri Koordinator Perekonomian RI dan Ketua Satgas Percepatan Hilirisasi terkait mitigasi kelangkaan bahan baku kelapa.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.