Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun Bisnis

Penggunaan Diksi Oplosan dalam Kasus Dugaan Korupsi Pertamina Mendapat Kritik dari IPW: Tidak Tepat

Kejaksaan Agung dinilai telah salah memilih diksi oplosan karena praktik blending dalam dunia industri sudah sesuai aturan.

Editor: Erik S
zoom-in Penggunaan Diksi Oplosan dalam Kasus Dugaan Korupsi Pertamina Mendapat Kritik dari IPW: Tidak Tepat
TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN
SOROTI KATA OPLOS - Ketua Indonesian Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso menyoroti dugaan korupsi tata kelola minyak mentah yang kini ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). Kejaksaan Agung dinilai telah salah memilih diksi oplosan karena praktik blending dalam dunia industri sudah sesuai aturan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Ketua Indonesian Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso menyoroti dugaan korupsi tata kelola minyak mentah yang kini ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).

Menurut Teguh, ada beberapa catatan dari dirinya terhadap kinerja Kejaksaan Agung dalam menangani perkara di tubuh PT Pertamina Patra Niaga itu. 

Menurut Sugeng, ada beberapa kejanggalan dari proses hukum yang dilakukan oleh penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) itu, terutama pada kluster tersangka dari pihak swasta. 

Baca juga: Kasus Pertamax Oplosan, CELIOS: Konsumen Berhak Dapat Ganti Rugi

Pertama, soal sangkaan tersangka dari kluster swasta memberikan bantuan kejahatan mengoplos minyak Ron 90 dengan minyak yang Ron-nya lebih rendah untuk menghasilkan minyak Ron 92.

Menurut Sugeng, PT Orbit Terminal Merak sebagai swasta bukanlah mengoplos, melainkan lebih tepatnya melakukan blending.

Praktik blending merupakan hasil kerjasama dengan Pertamina yang diatur dalam PP Nomor 36 Tahun 2004 jo PP Nomor 30 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

"Dan itu ada syaratnya, harus sesuai standar dan mutu yang ditetapkan oleh menteri yang pembinaan serta pengawasannya dilakukan melalui Dirjen Migas," ujar Sugeng usai diskusi Kompas.com Talks di Menara Kompas Jakarta, Kamis (20/3/2025).

Berita Rekomendasi

Pengawasan standar mutu ini merujuk pula pada Peraturan ESDM Nomor 48 Tahun 2005 tentang Standar Mutu serta Pengawasan BBM Lain, LPG, LNG, dan Hasil Olahan yang Dipasarkan di Dalam Negeri.

Artinya, Kejaksaan Agung dinilai telah salah memilih diksi oplosan karena praktik blending dalam dunia industri sudah sesuai aturan.

Kesalahan diksi itu sempat diralat oleh Kejaksaan Agung, tetapi Sugeng menilai sudah terlambat dan telanjur menyesatkan masyarakat.

"Penggunaan istilah oplosan yang tidak tepat itu sudah telanjur menyesatkan masyarakat dan merugikan Pertamina. Informasi tak akurat ini menyebabkan konsumen kehilangan kepercayaan dan beralih ke SPBU asing. Pendapatan Pertamina melorot sampai 20 persen," ujar Sugeng.

Baca juga: Heboh Pertamax Tercampur Air di SPBU Merangin Jambi, Pertamina: Akibat Rembesan Hujan

Kedua, mengenai keterkaitan kerugian negara sebesar Rp 193,7 triliun dari dugaan korupsi di Pertamina dengan tersangka dari kluster swasta.

Dalam siaran persnya, Kejaksaan Agung menyebut kerugian negara itu terbagi dalam lima kluster, yakni:

  • Kerugian ekspor mintak mentah dalam negeri sebesar Rp 35 triliun;
  • Kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/broker sekitar Rp 2,7 triliun;
  • Kerugian impor BBM melalui DMUT/broker sekitar Rp 9 triliun; 
  • Kerugian pemberian kompensasi (2023) sebesar Rp 126 triliun;
  • Kerugian pemberian subsidi (2023) sebesar Rp 21 triliun.

Sugeng mempertanyakan letak kaitannya antara kerugian negara pada lima kluster itu dengan sangkaan pengoplosan/blending serta mark up kontrak shipping yang dituduhkan ke para tersangka swasta. 

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

Wiki Terkait

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas