Penjelasan dan Syarat Darurat Sipil yang Bisa Jadi Dilakukan Jokowi Tangani Corona
Inilah syarat dan ketentuan darurat sipil andaikan dilakukan Jokowi demi mencegah penyebaran virus corona.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung soal darurat sipil dalam rapat terbatas bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Senin (30/3/2020).
Jokowi menyebut, kebijakan darurat sipil dapat dilakukan bersamaan dengan pembatasan sosial (physical distancing).
Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus corona Covid-19, sehingga butuh upaya dengan skala lebih besar.
"Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing, dilakukan lebih tegas, lebih disiplin, dan lebih efektif lagi," kata Jokowi.
"Sehingga, tadi sudah saya sampaikan, perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil," tuturnya.
Baca: Pemerintah Berencana Berlakukan Darurat Sipil untuk Cegah Corona, Apa Artinya?
Baca: Maksud dari Darurat Sipil yang Disinggung Jokowi untuk Tangani Covid-19
Dijelaskan kemudian oleh juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman, penerapan darurat sipil masih dalam tahap pertimbangan dan belum diputuskan.
Dikutip dari Kompas.com, penerapan darurat sipil adalah langkah terakhir yang baru akan digunakan jika penyebaran virus corona Covid-19 semakin masif.
"Penerapan Darurat Sipil adalah langkah terakhir yang bisa jadi tidak pernah digunakan dalam kasus Covid-19," kata Fadjroel dalam keterangan tertulis, Senin (30/3/2020).
Lantas, apa sebenarnya darurat sipil?
Darurat sipil adalah status penanganan masalah sebagaimana diatur dalam Perppu Nomor 23/1959 tentang Penetapan Keadaan Bahaya yang terbit pada era Presiden RI Soekarno.
Setidaknya, ada sejumlah syarat dan ketentuan dalam pemberlakukan darurat sipil menurut Perppu tersebut.
Pada pasal 1 disebutkan, seluruh atau sebagian wilayah Indonesia dapat dinyatakan dalam keadaan bahaya dengan tingkatan darurat sipil, darurat militer, atau perang.
Pernyataan ini hanya boleh diumumkan oleh presiden atau panglima tertinggi angkatan perang dengan kondisi:
1. keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;
2. timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga;
3. hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.
Baca: Tolak Penerapan Status Darurat Sipil, PKS: Pemerintah Blunder Lagi
Baca: Jubir Presiden Tegaskan Penerapan Darurat Sipil Jadi Opsi Terakhir Tangani Covid-19
Pun dengan penghapusan keadaan bahaya hanya dilakukan oleh presiden atau panglima tertinggi angkatan perang.
Dalam pasal 2 ayat 1 disebutkan: Keputusan yang menyatakan atau menghapuskan keadaan bahaya mulai berlaku pada hari diumumkan, kecuali jikalau ditetapkan waktu yang lain dalam keputusan tersebut.
Dijelaskan pula dalam pasal 3, penguasaan tertinggi dalam keadaan bahaya dilakukan presiden/panglima tertinggi angkatan perang selaku penguasa darurat sipil pusat.
Dalam melakukan kondisi darurat sipil, presiden dibantu oleh suatu badan yang terdiri dari:
1. Menteri Pertama;
2. Menteri Keamanan/Pertahanan;
3. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;
4. Menteri Luar Negeri;
5. Kepala Staf Angkatan Darat;
6. Kepala Staf Angkatan Laut;
7. Kepala Staf Angkatan Udara;
8. Kepala Kepolisian Negara.
Disebutkan pula, presiden dapat mengangkat menteri/pejabat lain selain apabila perlu.
Sementara itu, di tingkat daerah, penguasaan keadaan darurat sipil dilakukan kepala daerah serendah-rendahnya pejabat daerah tingkat II (bupati/wali kota).
Mereka dapat dibantu oleh komandan militer tertinggi, kepala polisi, dan pengawas/kepala kejaksaan dari daerah yang bersangkutan.
Masih dalam Perppu tersebut, ada 14 pasal yang mengatur tentang keadaan darurat sipil.
Perppu ini juga mengatur kewenangan yang dimiliki penguasa darurat sipil di pusat yaitu presiden/panglima tertinggi angkatan perang serta kepala daerah.
Berikut di antaranya:
Pasal 10.
(1) Penguasa Darurat Sipil Daerah berhak mengadakan peraturan-peraturan yang dianggap perlu untuk kepentingan ketertiban umum atau untuk kepentingan keamanan daerahnya, yang menurut perundang-undangan pusat boleh diatur dengan peraturan yang bukan perundang-undangan pusat.
(2) Penguasa Darurat Sipil Pusat berhak mengadakan segala peraturan-peraturan yang dianggap perlu untuk kepentingan ketertiban umum dan untuk kepentingan keamanan.
Pasal 12.
(1) Di daerah yang menyatakan dalam keadaan darurat sipil, setiap pegawai negeri wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan oleh Penguasa Darurat Sipil, kecuali apabila ada alasan yang sah untuk tidak memberikan keterangan-keterangan itu.
(2) Kewajiban memberikan keterangan ditiadakan, jika orang yang bersangkutan, isteri/suaminya atau keluarganya dalam keturunan lurus atau keluarganya sampai cabang kedua, dapat dituntut karena keterangan itu.
(3) Pejabat-pejabat yang di dalam melakukan tugasnya memperoleh keterangan-keterangan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, wajib merahasiakan, kecuali apabila peraturan perundangundangan pusat yang lain menentukan sebaliknya.
Pasal 13.
Penguasa Darurat Sipil berhak mengadakan peraturan-peraturan untuk membatasi pertunjukan-pertunjukan, percetakan, penerbitan, pengumuman, penyampaian, penyimpanan, penyebaran, perdagangan dan penempelan tulisan-tulisan berupa apapun juga, lukisan-lukisan, klise-klise dan gambar-gambar.
Pasal 14.
(1) Penguasa Darurat Sipil berhak atau dapat-menyuruh atas namanya pejabat-pejabat polisi atau pejabat-pejabat pengusut lainnya atau menggeledah tiap-tiap tempat, sekalipun bertentangan dengan kehendak yang mempunyai atau yang menenpatinya, dengan menunjukkan surat perintah umum atau surat perintah istimewa.
(2) Pejabat yang memasuki, menyelidiki atau yang mengadakan penggeledahan tersebut dibuat laporan pemeriksaan dan menyampaikan kepada Penguasaha Darurat Sipil.
(3) Pejabat yang dimaksudkan di atas berhak membawa orang-orang lain dalam melakukan tugasnya. Hal ini disebutkan dalam surat laporan tersebut.
Pasal 15.
(1) Penguasa Darurat Sipil berhak akan dapat menyuruh memeriksa dan menyita semua barang yang diduga atau akan dipakai untuk mengganggu keamanan serta membatasi atau melarang pemakaian barang itu.
(2) Pejabat yang melakukan pensitaan tersebut di atas harus membuat laporan penyitaan dan menyampaikannya kepada Penguasa Darurat Sipil dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam.
(3) Terhadap tiap-tiap penyitaan, pembatasan atau larangan, maka yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada Penguasa Darurat Sipil.
Pasal 16.
Penguasa Darurat Sipil berhak mengambil atau memakai barang-barang dinas umum.
Pasal 17.
Penguasa Darurat Sipil berhak:
1. Mengetahui, semua berita-berita serta percakapan-percakapan yang dipercakapkan kepada kantor telepon atau kantor radio, pun melarang atau memutuskan pengiriman berita-berita atau percakapan-percakapan dengan perantaraan telepon atau radio.
2. Membatasi atau melarang pemakaian kode-kode, tulisan rahasia, percetakan rahasia, tulisan steno, gambar-gambar,tanda-tanda, juga pemakaian bahasa-bahasa lain dari pada bahasa Indonesia;
3. Menetapkan peraturan-peraturan yang membatasi atau melarang pemakaian alat-alat telekomunikasi sepertinya telepon, telegram, pemancar radio dan alat-alat lainnya yang ada hubungannya dengan penyiaran radio dan yang dapat dipakai untuk mencapai rakyat banyak, pun juga menyita atau menghancurkan perlengkapan-perlengkapan tersebut.
Pasal 18.
(1) Penguasa Darurat Sipil berhak mengadakan ketentuan bahwa untuk mengadakan rapat-rapat umum, pertemuan-pertemuan umum dan arak-arakan harus diminta-izin terlebih dahulu. Izin ini oleh Penguasa Darurat Sipil diberikan penuh atau bersyarat. Yang dimaksud dengan rapat-rapat umum dan pertemuan-pertemuan umum adalah rapat-rapat dan pertemuan-pertemuan umum yang dapat dikunjungi oleh rakyat umum.
(2) Penguasa Darurat Sipil berhak membatasi atau melarang memasuki atau memakai gedung-gedung, tempat-tempat kediaman atau lapangan-lapangan untuk beberapa waktu yang tertentu.
(3) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) dan (2) pasal ini tidak berlaku untuk peribadatan, pengajian, upacara-upacara agama dan adat dan rapat-rapat Pemerintah.
Pasal 19.
Penguasa Darurat Sipil berhak membatasi orang berada di luar rumah.
Pasal 20
Penguasa Darurat Sipil berhak memeriksa badan dan pakaian tiap-tiap orang yang dicurigai serta menyuruh memeriksanya oleh pejabat-pejabat Polisi atau pejabat-pejabat pengusut lain.
Terkait Perppu Nomor 23/1959 tentang Penetapan Keadaan Bahaya dapat Anda simak selengkapnya di sini.
(Tribunnews.com/Sri Juliati) (Kompas.com/Ihsanuddin)