WHO Peringatkan Tes Antibodi Tidak Menjamin Imunitas atas Virus Corona
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Jumat lalu memberi peringatan terkait uji tes Covid-19.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Jumat lalu memberi peringatan terkait uji tes Covid-19.
Pihaknya mengatakan bahwa tidak ada bukti tes serologis yang bisa menunjukkan seseorang kebal dari virus corona atau tidak terinfeksi ulang.
"Tes antibodi ini akan dapat mengukur tingkat kehadiran serologi itu, tingkat antibodi itu, tetapi itu tidak berarti bahwa seseorang dengan antibodi kebal", kata kepala unit penyakit dan zoonosis WHO, Dr. Maria Van Kerkhove sebagaimana dikutip dari CNBC.
Tes serologis atau antibodi bisa menunjukkan apakah seseorang pernah terjangkit Covid-19, asimptomatik, atau sudah pulih.
Baca: China Revisi Jumlah Kematian Covid-19, WHO: Akan Ada Banyak Negara Lakukan Hal yang Sama
Baca: Benarkah Pasien Pulih dari Covid-19 Miliki Kekebalan Tubuh? Begini Jawaban WHO
Berdasarkan data dari Universitas John Hopkins, lebih dari 560.000 dari 2,1 juta orang yang terinfeksi corona sudah sembuh.
Namun para ahli penyakit menular menilai masih banyak kasus yang tidak terdeteksi.
Terlebih pada sejumlah negara yang masih minim tes atau uji Covid-19.
Sehingga mereka memperediksi bahwa jumlah infeksi dan lainnya lebih besar dari yang tercatat secara resm.
Di Amerika Serikat, tes antibodi baru saja diluncurkan.
Presiden Donald Trump merekomendasikan sejumlah negara bagian untuk menggunakan tes-tes itu.
Ini dia lakukan disaat pemerintah mulai melonggarkan lockdown di Negeri Paman Sam ini.
Baca: Indonesia Dukung WHO yang Sedang Bersitegang dengan Presiden Trump
Baca: Bill Gates Naikkan Kontribusi ke WHO setelah Donald Trump Bekukan Aliran Dana
Kerkhove mangatakan, para pejabat WHO mendapati banyak negara yang menyarankan tes antibodi.
Namun rata-rata menyimpulkan bahwa cara ini mampu melihat ukuran kekebalan akan SARS-CoV-2.
"Kegunaan tes jenis ini adalah untuk mengukur level antibodi."
"Itu adalah respons bahwa tubuh punya waktu seminggu atau dua minggu lagi setelah mereka terinfeksi virus," jelas Kerkhove pada konferensi pers di Jenewa, Swiss.
"Saat ini, kami tidak memiliki bukti bahwa penggunaan tes serologis dapat menunjukkan bahwa seseorang kebal atau terlindungi dari infeksi ulang."
Sementara itu, direktur program kedaruratan WHO, Mike Ryan menjelaskan kini para ilmuwan tengah menentukan berapa lama antibodi melindungi seseorang dari virus corona.
"Tidak ada yang yakin apakah seseorang dengan antibodi sepenuhnya terlindungi dari penyakit atau terkena lagi," katanya.
"Ditambah beberapa tes memiliki masalah dengan sensitivitas," tambahnya.
"Mereka mungkin memberikan hasil negatif palsu."
Awal pekan ini, para pejabat WHO mengatakan tidak semua orang yang pulih dari Covid-19 memiliki antibodi untuk melawan ancaman infeksi kedua.
Ini kemudian meningkatkan kekhawatiran bahwa tubuh pasien mungkin tidak mengembangkan kekebalan setelah terinfeksi corona.
"Sehubungan dengan pemulihan dan kemudian infeksi ulang, saya yakin kami tidak memiliki jawaban untuk itu. Itu tidak diketahui," kata Ryan pada Senin lalu.
Sebuah studi awal pada pasien di Shanghai menemukan bahwa beberapa pasien tidak memiliki respon antibodi yang terdeteksi.
Sementara itu, sebagian yang lain memiliki respon yang sangat tinggi, kata Kerkhove.
Saat ditanya terkait kemungkinan pasien yang memiliki respons antibodi yang kuat bisa kebal dari infeksi kedua, Kerkhove menjawab bahwa itu adalah pertanyaan terpisah.
Pakar Inggris Tegaskan untuk Tidak Asal Lakukan Tes Antibodi
Pakar Inggris menilai, tes antibodi untuk mengetahui status antibodi dalam tubuh yang tidak terverifikasi justru bisa menularkan virus corona.
Di masa pandemi Covid-19 ini, negara di seluruh dunia berjuang mengembangkan tes antibodi untuk membantu mendiagnosa adanya infeksi pada organ tubuh.
Terutama pada infeksi saluran pernapasan dan organ pencernaan.
Namun ada laporan bahwa organisasi dan sejumlah orang berusaha mendapatkan alat tes itu sendiri.
Rata-rata orang-orang ini nekat melakukan tes antibodi sendiri agar bisa segera bekerja kembali.
Tetapi hasil tes tersebut mayoritas cenderung tidak tepat seperti dikabarkan The Guardian.
Baca: 70 Vaksin Covid-19 Tengah Dikembangkan, WHO Sebut 3 di Antaranya Sedang Diuji Coba
Baca: Donald Trump Setop Danai WHO, Menlu Jerman: Menyalahkan Pihak Lain Bukanlah Solusi
Koordinator nasional program pengujian Covid-19 di Inggris, John Newton percaya upaya untuk mengembangkan alat uji seperti ini sangat menjanjikan.
Akan tetapi dia juga mengatakan bahwa hasil tes dari peralatan dan proses yang tidak terverifikasi bisa meningkatkan resiko timbulnya sakit atau bahkan menyebarkan virus.
Newton dengan tegas memperingatkan agar orang-orang tidak asal membeli dan melakukan tes antibodi.
"Sampai saat itu, tolong jangan membeli atau melakukan tes yang tidak terbukti. Tes itu mungkin tidak dapat diandalkan untuk penggunaan yang kamu maksudkan," kata Newton dikutip dari Sky News.
"(Alat tes) mungkin memberikan hasil yang salah dan menempatkan kamu, keluarga kamu, atau orang lain dalam bahaya."
"Sementara itu, saya menyarankan organisasi, baik di sektor publik dan swasta, menentang penggunaan tes antibodi yang belum diverifikasi di pengaturan laboratorium," ujarnya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)