Peneliti Temukan Virus Serupa Covid-19 pada Kelelawar, Bukti Corona Tak Bocor dari Laboratorium
Para peneliti menemukan virus serupa dengan Covid-19 pada kelelawar. Temuan ini diklaim menjadi bukti bahwa virus corona tak bocor dari laboratorium.
Penulis: Miftah Salis
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Penelitian mengenai virus corona terus dikembangkan oleh para peneliti di seluruh penjuru dunia.
Terbaru, peneliti menemukan virus serupa dengan Covid-19 pada kelelawar.
Temuan ini diklaim menjadi bukti bahwa virus corona tak bocor dari laboratorium.
Pandemi corona masih menjadi masalah serius yang dihadapi oleh negara di berbagai belahan dunia.
Mengutip dari worldometers.info, hingga Rabu (13/5/2020) malam, terdapat 4,3 juta orang di dunia yang telah terinfeksi.
Amerika Serikat menjadi negara yang menduduki posisi pertama kasus Covid-19 terbanyak.
Total ada 1,4 juta kasus dengan 83 ribu kematian.
Meski pertama kali muncul di Wuhan, China, nyatanya kasus terbanyak justru diduduki oleh negara-negara Amerika dan Eropa.
Baca: Update Corona Global Rabu 13 Mei 2020: Jumlah Infeksi di AS Capai 1,4 Juta, 83.425 Orang Meninggal
Baca: Respons Istana Sikapi Soal Gugatan Terhadap Perppu Corona yang Baru Disetujui DPR
Baca: Gejala Klinik Pasien Corona di Jawa Timur Berbeda dengan Negara Lain, Bukti Virus Terus Bermutasi
Belakangan ini, muncul teori bahwa virus corona merupakan hasil kebocoran dari laboratorium di Wuhan.
Presiden AS Donald Trump terus menyebut bahwa Covid-19 bermula dari Insitut Virologi Wuhan.
Sebuah penelitian terbaru di China seolah menampik tuduhan Trump.
Peneliti baru saja menemukan "kerabat dekat" virus corona pada kelelawar di Tiongkok.
Penemuan ini mungkin akan menambah bukti teori bahwa patogen pandemi tersebut berevolusi secara alami.
Studi ini dilakukan oleh para peneliti China dan Australia.
Dalam studi peer-review yang akan diterbitkan dalam jurnal Current Biology, ditemukan bahwa kedua virus memiliki keterkaitan fitur untuk memicu penyakit.
Mengutip South China Morning Post, para peneliti mengatakan bahwa temuan tersebut menunjukkan karakteristik virus yang berkembang secara alami, bukan gen buatan seperti yang dikatakan beberapa orang.
Peneliti menemukan kerabat dekat yang disebut RmYNo2 di antara 227 sampel kelelawar.
Sampel dikumpulkan di Provinsi Yunnan di China barat daya antara Mei dan Oktober tahun lalu.
Seperti Sars-CoV-2, RmYNo2 juga memiliki sisipan asam amino di persimpangan subunit protein lonjakannya.
Sisipan tersebut dianggap dapat meningkatkan kapasitas virus corona untuk menyebabkan penyakit.
Sebelumnya hal ini dianggap tak biasa bahkan dinilai merupakan manipulasi laboratorium.
"Temuan kami menunjukkan bahwa peristiwa penyisipan ini, yang awalnya tampak sangat tidak biasa, dapat, pada kenyataannya, terjadi secara alami pada betacoronavirus hewan," kata Direktur Institutes of Patogen Biology Profesr Shi Weifeng kepada Science Daily.
Weifeng menambahkan, temuan ini jyga menjadi bukti kuat bahwa virus corona tak bocor dari laboratorium.
"Ini memberikan bukti pertentangan kuat bahwa Sars-CoV-2 telah melarikan diri dari laboratorium," katanya.
Baca: Hotline Bunuh Diri Jepang Kewalahan saat Corona, Ada yang Stres Terlalu Lama Bersama Anak di Rumah
Baca: Akhiri 35 Hari Tanpa Kasus baru, 11 Juta Penduduk Wuhan akan Tes Virus Corona Ulang
Para peneliti juga mengonfirmasi bahwa kelelawar tapal kuda Melayu, yang banyak ditemukan di seluruh barat daya China dan Asia Tenggara adalah tuan rumah RmYNo2.
Kelelawar menjadi reservoir alami yang penting untuk coronavirus.
Meskipun memiliki fitur penyisipan yang serupa, RmYNo2 tampaknya jauh lebih aman untuk manusia daripada Covid-19.
Perbedaan mendasar yakni RmYNo2 tak memiliki bagian penting dari genom Sars-CoV-2 yang berperan dalam mengikat virus corona ke sel manusia.
Asam amino dalam insersi juga berbeda.
Para peneliti menyebut, RmYNo2 bukan leluhur langsung dari Sars-CoV-2.
Menurut Weifeng, masih ada celah dalam proses evolusi virus-virus tersebut.
“Masih ada celah evolusi antara virus-virus ini. Tetapi penelitian kami sangat menyarankan bahwa pengambilan sampel lebih banyak spesies satwa liar akan mengungkapkan virus yang bahkan lebih dekat hubungannya dengan Sars-CoV-2 dan bahkan mungkin leluhur langsungnya, yang akan memberi tahu kita banyak tentang bagaimana virus ini muncul pada manusia, " katanya.
(Tribunnews.com/Miftah)