Agar Masyarakat Patuhi Protokol Kesehatan, Sosiolog: Dikemas dalam Konteks Lucu dan Tidak Menggurui
Sosiolog beberkan cara agar masyarakat menaati memakai masker di tempat umum, yaitu dikemas dalam konteks lucu dan tidak menggurui.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Sosiolog dari Universitas Airlangga (UNAIR) Prof Dr Bagong Suyanto Drs MSi memberi saran agar masyarakat taat pada protokol kesehatan.
Pasalnya, berbagai ruang publik mulai kembali ramai kala new normal mulai diberlakukan.
Padahal masa pandemi corona ini masih belum berakhir.
Bagong berpendapat, alangkah lebih baik bila pemerintah mengintrospeksi diri.
Terutama tentang pendekatan kepada masyarakat agar menaati kewajiban protokol kesehatan.
"Saya kira pemerintah harus introspeksi," papar Bagong kepada Tribunnews.com, Senin (15/6/2020).
"Karena pendekatan yang dikembangkan pemerintah itu lebih pada pendekatan yang sifatnya regulatif dan kognitif yang mengancamkan sanksi," paparnya.
Baca: Tempat Wisata Ramai saat Kebijakan New Normal Mulai Diberlakukan, Efek Aktivitas Terbatas saat PSBB?
"Kalaupun meminta masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan, itu lebih ditempatkan sebagai kewajiban," sambung Bagong.
Menurutnya hal tersebut kurang efektif untuk terus-menerus dipraktikkan kepada masyarakat.
Pasalnya, masyarakat cenderung berperilaku menantang atau resistensi.
"Kalau makin disuruh itu makin muncul pula keinginan untuk melanggar, itu lazim terjadi."
"Ini yang pemerintah harus introspeksi mengembangkan pendekatan yang berbeda," tegas dosen di Departemen Sosiologi FISIP Universitas Airlangga ini.
Pakai Pendekatan: Masker Lucu
Bagong memberikan solusi dengan melakukan pendekatan yang berbasis memberikan penghargaan atau pujian.
Baca: Masyarakat Mulai Kunjungi Tempat Wisata, Sosiolog: Perlu Kontrol Populasi dalam Penerapan New Normal
Ia mencontohkan, fungsi lain masker bukan hanya dikaitkan sebagai pelindung dari Covid-19.
Tetapi juga sebagai fungsi dalam sisi gaya hidup.
Misalnya masker yang memunculkan bentuk-bentuk kumis lucu seperti yang dikenakan oleh Wali Kota Surakarta, F.X. Hadi Rudyatmo.
"Jangan bicara masker dari sisi medis saja."
"Tapi juga masker yang mempunyai sisi sosial seperti itu yang membuat orang lain tertawa," tuturnya.
Baca: Sosiolog: New Normal Hanya Menghaluskan Kata Pelonggaran PSBB
Disamping itu, Bagong juga menyarankan agar masker difungsikan pula agar menjadi identitas sosial.
Misalnya, sekolah-sekolah yang mulai mensosialisasikan penggunaan masker dengan logo sekolahnya sendiri.
"Itu menarik, masker tidak hanya alat medis tapi menjadi identitas sosial."
"Menurut saya kewajiban itu dikemas dalam bentuk seperti itu, supaya seseorang tidak merasa (memakai masker, red) ini beban," ungkap Bagong.
Lebih lanjut, Bagong juga mencontohkan perlunya peran-peran dari tokoh publik yang digemari masyarakat.
Baca: Dokter Reisa Bagi Trik Aman Saat Mulai Produktif, Lakukan Hal Ini Saat Pulang dari Tempat Kerja
Bagong mencontohkan tokoh Rangga dalam film Ada Apa dengan Cinta (AADC) yang mampu menggaet audiencenya.
"Gaya Rangga yang senang membaca buku filsafat itu bagi sebagian anak muda ditiru."
"Mereka merasa kalau membaca buku filsafat itu bakal sekeren rangga dalam AADC," kata Bagong.
Oleh karena itu, pentingnya melibatkan tokoh publik atau influencer dalam menggalakkan kewajiban protokol kesehatan.
"Dikemas dalam konteks lucu dan tidak menggurui itu penting."
"Kalau orang diberitahu setiap hari pakai masker berbahaya, lama-lama tidak mau mengerti," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Maliana)