Mau ke Jakarta Masih Perlu SIKM atau Tidak? Ini Penjelasan Kemenhub
Kemenhub telah melonggarkan masyarakat untuk bepergian selama masa adaptasi ke kebiasaan baru atau new normal.
Penulis: Reza Deni
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menjelaskan soal pemudik yang ingin ke Jakarta apakah harus memiliki Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) atau tidak.
Hal ini mengingat Kemenhub telah melonggarkan masyarakat untuk bepergian selama masa adaptasi ke kebiasaan baru atau new normal.
"Kami merujuk kepada Surat Edaran Gugus Tugas Pusat, yang mana di situ secara jelas ditetapkan syarat-syarat untuk para penumpang yang akan bepergian khususnya bepergian ke luar kota. Di situ ditetapkan bahwa yang utama memang orang sehat yang bisa bepergian," kata Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati dalam siaran BNPB, Rabu (17/6/2020).
Adita menambahkan bahwa terkait perjalanan ke suatu daerah, pemerintah daerah memberikan syarat khusus yang juga harus ditaati masyrakat jika ingin bepergian.
Baca: Warga Bodetabek Cukup Pakai E-KTP untuk Keluar Masuk Jakarta, Tak Perlu SIKM
"Di DKI Jakarta sesuai dengan peraturan gubernur, ada syarat Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) DKI Jakarta. Saat ini DKI masih menerapkan SIKM, tentunya kita harus ikuti syarat itu. Saya rasa sekarang aksesnya sudah lebih mudah karena bisa melalui online atau digital," lanjutnya.
Dengan adanya syarat-syarat baik dari Gugasnas maupun pemda-pemda terkait, Adita menyebut bahwa pandemi ini belum selesai.
"Kita harus menyadari nahwa perjalanan harus tetap aman, harus bisa melindungi yang sehat, yang sakit disembuhkan. Jadi jangan sampai bertambah. Ini adalah salah satu cara mencegah penambahan korban dengan menetapkan syarat-syarat bepergian," pungkasnya.
Seperti diketahui, Kementerian Perhubungan (Kemenbhub) telah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 41 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Permenhub 41/2020 itu ditetapkan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada 8 Juni 2020.
“Kemenhub telah menerbitkan aturan pengendalian transportasi (Permenhub 41/2020) yang merupakan revisi dari Permenhub 18/2020,” kata Menhub di Jakarta, Selasa (9/6/2020).
Menhub menjelaskan dibukanya kembali sejumlah aktivitas ekonomi, akan berdampak pada terjadinya peningkatan aktivitas perjalanan orang melalui transportasi.
Menurutnya, Permenhub 41/2020 untuk menyempurnakan Permenhub 18/2020 tentang pengendalian transportasi dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19 di mana tujuannya mendukung kebijakan larangan mudik.
“Pengendalian transportasi yang dilakukan menitikberatkan pada aspek kesehatan, karena kami berupaya untuk menyediakan transportasi agar masyarakat baik itu petugas transportasi maupun penumpang tetap bisa produktif namun tetap aman dari penularan Covid-19 sebagaimana arahan Presiden RI Joko Widodo,” jelas Menhub Budi.
Pengendalian transportasi yang dilakukan meliputi penyelenggaraan transportasi darat (kendaraan pribadi dan angkutan umum seperti mobil penumpang, bus, dan angkutan sungai, danau dan penyeberangan), laut, udara dan perkeretaapian.
“Terkait pembatasan jumlah penumpang pada sarana transportasi akan ditetapkan selanjutnya oleh Menteri Perhubungan melalui Surat Edaran dan tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan penyesuaian di kemudian hari,” ungkap Menhub.
Revisi Permenhub 18/2020 di antaranya terkait pembatasan jumlah penumpang dari jumlah kapasitas tempat duduk yang semula pada Permenhub 18/2020 maksimal 50 persen, pada Permennub 41/2020 akan diatur selanjutnya oleh Menteri Perhubungan melalui Surat Edaran.
"Misalnya di transportasi udara menetapkan pembatasan jumlah penumpang maksimal 70 persen dari total jumlah kapasitas tempat duduk dengan penerapan protokol kesehatan," tuturnya.
Selain itu, sepeda motor juga dapat membawa penumpang dengan tujuan melayani kepentingan masyarakat maupun kepentingan pribadi dengan syarat tetap memenuhi protokol kesehatan.