Penelitian Transmisi Melalui Udara Virus SARS-CoV-2 Masih Terus Dikaji
Sementara itu, publikasi baru-baru ini dari New England Journal of Medicine telah mengevaluasi ketahanan virus penyebab Covid-19.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Nasional Wiku Adisasmito menyampaikan, pihaknya telah menanyakan secara langsung kepada Badan PBB untuk Kesehatan Dunia (WHO) di Indonesia mengenai perkembangan penelitian virus SARS-CoV-2.
Salah satunya mengenai penelitian transmisi atau penularan lewat udara. Hasil dari penelitian yang ada menunjukkan bahwa transmisi udara belum terbukti secara pasti.
“WHO mendorong penelitian lebih lanjut di bidang ini. Seiring dengan transmisi melalui udara, kami melihat banyak rute transmisi lainnya, bekerja sama dengan para ahli dari berbagai bidang. WHO juga akan meringkas apa yang mereka ketahui dalam ringkasan ilmiah tentang transmisi, yang akan segera dirilis,” Kata Wiku dalam siaran pers BNPB, Jumat, (10/7/2020).
Baca: Kepala BNPB Doni Monardo Kunjungi Maluku : Jangan Anggap Enteng Covid-19
Untuk diketahui Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui bukti yang muncul tentang penyabaran virus corona jenis SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 melalui airborne atau udara.
Hal ini disampaikan WHO dalam briefing media di Jenewa yang dilakukan Selasa (7/7/2020).
Lebih lanjut, Wiku menjelaskan bahwa transmisi Covid-19 melalui udara mungkin dapat terjadi pada kondisi dan keadaan tertentu dimana suatu tindakan yang menimbulkan partikel aerosol dilakukan, seperti memasang dan melepas selang intubasi endotrakea, bronkoskopi, penyedotan cairan dari saluran pernapasan, pemakaian nebulisasi, tindakan invasif dan non invasif pada saluran pernapasan dan resusitasi jantung paru.
Sementara itu, publikasi baru-baru ini dari New England Journal of Medicine telah mengevaluasi ketahanan virus penyebab Covid-19.
Dalam kajiannya, aerosol terkumpul melalui sebuah alat yang kemudian dimasukkan ke dalam tabung Goldberg dalam lingkungan terkendali laboratorium. Alat tersebut merupakan mesin berkekuatan tinggi dan tidak merefleksikan kondisi normal manusia saat batuk.
Baca: Kasus Positif Covid-19 Naik 1.611, Pasien Sembuh Jadi 33.529
Penemuan pada kajian itu menunjukkan bahwa virus Covid-19 yang mampu bertahan di udara hingga 3 jam ini tidak mencerminkan kondisi klinis manusia di saat batuk.
Kondisi tersebut terjadi pada saat eksperimen dilakukan untuk melihat konsentrasi partikel yang melayang di udara.
Berdasarkan bukti-bukti tersebut, WHO terus merekomendasikan pencegahan penularan yang disebabkan oleh droplet dari orang yang terinfeksi Covid-19 .
Pada lingkungan dimana dilakukan prosedur yang menghasilkan aerosol, WHO tetap merekomendasikan tindakan pencegahan berdasarkan tingkat risikonya.