Komnas HAM Minta Penanganan Covid-19 Berdasarkan Hak untuk Hidup dan Kesehatan
Ahmad Taufan Damanik, meminta Presiden Joko Widodo merefleksi menyeluruh atas tata kelola penanggulangan pandemi coronavirus disease (Covid-19)
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia, Ahmad Taufan Damanik, meminta Presiden Joko Widodo merefleksi menyeluruh atas tata kelola penanggulangan pandemi coronavirus disease (Covid-19).
Menurut dia, upaya itu dilakukan setelah memantau secara periodik berdasarkan informasi dari berbagai sumber, mulai dari media massa cetak dan elektronik, diskusi kelompok terarah, permintaan penjelasan ahli dan narasumber, serta dokumen atau laporan berkala yang dikeluarkan lembaga pemerintah, non-pemerintah, dan lembaga riset nasional dan internasional.
Baca: Terbitkan Ingub 45/2020, Anies Ingin Kembangkan Ekosistem Kesenian di Tengah Pandemi
"Komnas HAM merekomendasikan Presiden melakukan refleksi menyeluruh atas tata kelola penanggulangan pandemi Covid-19, dan menetapkan Perppu sebagai dasar hukum penanganan pandemi yang masih berkepanjangan dengan mengutamakan hak hidup, hak kesehatan, serta hak-hak asasi lainnya," kata dia, dalam keterangannya, Rabu (29/7/2020).
Dia menjelaskan, pada 30 Maret 2020, Komnas HAM RI melalui surat No. 026/TUA/III/2020 menyampaikan Kertas Posisi dan Rekomendasi Kebijakan Perspektif HAM atas Tata Kelola Penanggulangan COVID-19 kepada Presiden RI. Berdasarkan Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada Pasal 76 ayat (1) jo. Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
"Komnas HAM memiliki kewenangan memberikan rekomendasi kepada Presiden RI dan DPR RI untuk mendorong kebijakan berbasis HAM. Komnas HAM RI juga memberikan rekomendasi kepada gubernur di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, serta gubernur di enam wilayah perwakilan Komnas HAM RI yaitu di Aceh, Sumbar, Kalbar, Sulteng, Maluku, dan Papua," kata dia.
Dia menyimpulkan ada delapan hal yang menjadi perhatian, yaitu legalitas yang lemah, ekonomi sebagai panglima, birokratisasi pandemi, pelayanan kesehatan yang diskriminatif, kepatuhan masyarakat dan inkonsistensi kebijakan, hak atas informasi, pelibatan TNI dan BIN, dan perlindungan data pasien Covid-19.