Pernah Terinfeksi Virus Corona, Masihkah Perlu Divaksin? Ini Prosedur Vaksin Pada Penyintas Covid-19
Bagaimana dengan mereka para penyintas Covid-19, apakah masih memerlukan vaksinasi usai terkena virus corona?
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Vaksinasi Covid-19 di Indonesia dimulai pada Januari 2021 ini. Ditargetkan 15 bulan proses vaksinasi akan rampung.
Tahap pertama diprioritaskan untuk tenaga kesehatan dan petugas publik yang berjumlah total 18,7 orang.
Kemudian tahap kedua akan menjangkau masyarakat lainnya.
Baca juga: Sempat Tak Percaya Terinfeksi Covid-19, Giring Ganesha Minta Masyarakat Taati Protokol Kesehatan
Baca juga: Warga DKI Tolak Divaksinasi Covid-19, Siap-siap Didenda Rp 5 Juta
Lalu bagaimana dengan mereka para penyintas Covid-19, apakah masih memerlukan vaksinasi usai terkena virus corona?
Ketua Satgas Covid-19 dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mengemukakan pandangan.
Dalam unggahan di twiternya pada Sabtu (2/1/2021) lalu, Zubairi menilai para ahli meyakini bahwa penyintas Covid-19 itu masih perlu divaksin.
Pasalnya perlindungan vaksin bisa jadi lebih tahan lama ketimbang perlindungan yang didapat dari infeksi alami.
"Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat punya standar mengenai ini.
Mereka menyatakan jika penyintas Covid-19 itu memang akan punya antibodi. Tapi, sebagian besar antibodi ini akan bertahan kira-kira 90 hari," ujarnya.
Sehingga ia melanjutkan, yang baru saja terinfeksi dan sembuh, bisa saja menunda vaksinasinya hingga 90 hari ketika antibodi hilang.
Namun, CDC Amerika tetap menganjurkan penyintas Covid-19 untuk vaksinasi dan tidak perlu melakukan tes antibodi terlebih dahulu.
"Vaksin Covid-19 tetap dibutuhkan untuk membentuk antibodi dalam jangka waktu lebih lama.
Kita bisa belajar dari virus flu yang bisa membentuk antibodi beberapa bulan saja atau satu tahun dan vaksinnya harus diulang tiap tahun," ungkap dia.
BPOM Pastikan Bahan Vaksin Covid-19 Tak Mengandng Borax dan Formalin
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memastikan vaksin Covid-19 menggunakan bahan bermutu dan tidak berbahaya bagi tubuh manusia.
Juru bicara program vaksinasi COVID-19 dari BPOM, Lucia Rizka Andalusia mengatakan, kandungan mutu yang baik menjadi syarat mutlak dalam penerbitan izin penggunaan darurat (UEA)
Hal itu disampaikan dalam konferensi pers yang disiarkan kanal Youtube Sekretariat Presiden, Senin (4/1/2021).
Ia menegaskan, Badan POM telah melakukan evaluasi terhadap data mutu vaksin yang mencakup pengawasan mulai dari bahan baku proses pembuatan hingga produk jadi vaksin.
Sesuai dengan standar penelitian penilaian mutu vaksin yang berlaku secara internasional salah satu diantaranya adalah melalui inspeksi langsung ke sarana produksi vaksin.
"Berdasarkan hasil evaluasi mutu yang telah dilakukan
Badan POM dapat memastikan bahwa vaksin ini tidak mengandung bahan-bahan berbahaya misalnya pengawet boraks dan formalin," ujar Lucia.
Perempuan yang menjabat Direktur Registrasi Obat BPOM ini mengatakan, BPOM melakukan percepatan proses pemberian UEA dengan rolling submission di mana data yang dimiliki oleh industri Farmasi dapat disampaikan secara bertahap.
Badan POM telah melakukan evaluasi terhadap data uji prak linik dan uji klinik fase 1 dan fase 2 untuk menilai keamanan dan respon imun yang dihasilkan dari penggunaan vaksin.
"Juga hasil uji klinik fase 3 yang dipantau dalam periode 1 bulan setelah pemberian suntikan sampai tiga bulan untuk interim analisis yang digunakan untuk mendapat data keamanan dan khasiat vaksin. Hal itu sebagai data dukung pemberian keamanan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan sebelum vaksin diedarkan keamanan vaksin," ungkapnya.