China Kembali Klaim Virus Corona Berasal dari Makanan Beku, Ahli: Risiko Tertular Sangat Kecil
Otoritas China kembali membuat pernyataan baru soal asal-usul penyebaran virus corona atau Covid-19.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Otoritas China kembali membuat pernyataan baru soal asal-usul penyebaran virus corona atau Covid-19.
Mereka menyatakan, virus Covid-19 yang pertama kali ditemukan di Kota Wuhan kemungkinan berasal dari kepala babi yang diimpor.
Pemerintah China langsung menangguhkan impor produk makanan beku, setelah ada bukti virus corona datang ke Pasar Seafood Huanan.
Badan kesehatan setempat berkali-kali menyodorkan klaim bahwa corona berasal dari makanan beku, termasuk kepala babi dan boga bahari.
Baca juga: Komorbid, Lansia, hingga Ibu Menyusui Boleh Mendapat Vaksin Covid-19, Ketahui Syaratnya
Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan makanan beku menjadi asal muasal virus corona perlu dipelajari lebih jauh.
Dia mengatakan, kemungkinan tersebut sangat kecil terjadi.
"Terlalu lemah menurut saya teorinya. Karena tidak cukup infeksius untuk bisa menyebabkan infeksi karena bayangkan kalau bisa dari makanan yang dibekukan itu banyak sekali penyakit lain yang bisa menular," ujar Dicky saat dikonfirmasi, Jumat (12/2/2021).
Baca juga: Peringati Imlek 2021, Ketua DPR: Mari Kuatkan Persatuan dan Kesatuan Hadapi Pandemi Covid-19
Menurutnya, dari data pendukung lain paparan virus dimakanan beku baru dilaporkan di Tiongkok, China.
"Di negara-negara lain belum didapat data yang serupa ini kan menjadi juga catatan bahwa ppakah ini memang makanannya terpapar dari sebelum pengiriman, pada saat pengiriman, atau pun di lokasinya. Jadi ini yang tentu harus ada penelitian lebih lanjut," ungkap Dicky.
Berkembang biak hanya pada mahluk hidup.
Baca juga: 52 Napi Lapas Sukamiskin Positif Covid-19, Kemenkum HAM Lengah
Dicky menuturkan coronavirus itu tidak bisa berkembang biak selain pada mahluk hidup seperri manusia dan hewan.
Jika memang ada, itu pun terdeteksi sebagai virus yang mati.
"Kalau mati virusnya dalam berberapa hari bertahan baru terdeteksi. Teori ini terlalu lemah dan harus terus ditindak lanjuti," ujarnya.