Thailand Tunda Vaksinasi, Indonesia Tetap Pakai AstraZeneca, Efektif atau Tidak? Ini Kata Pakar
Thailand memutuskan menunda vaksinasi virus corona (Covid-19) yang memakai vaksin Oxford-AstraZeneca. Bagaimana Indonesia?
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, BANGKOK - Thailand memutuskan menunda vaksinasi virus corona (Covid-19) yang memakai vaksin Oxford-AstraZeneca. Bagaimana Indonesia?
Sebelumnya, Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha dan pejabat pemerintahannya yang dijadwalkan mendapatkan vaksin Oxford-AstraZeneca ini.
Thailand memutuskan menghentikan vaksin AstraZeneca ini mengikuti jejak tiga negara di Eropa menghentikan program vaksinasi menggunakan vaksin tersebut karena adanya masalah kesehatan.
Dikutip dari laman The Financial Times, Jumat (12/3/2021), Thailand adalah negara Asia pertama yang menghentikan sementara upaya vaksinasi.
Baca juga: 5 Bangsawan Terkaya di Dunia: Raja Thailand Paling Tajir, Ratu Elizabeth II Tak Masuk Daftar
Baca juga: Menkes Jamin AstraZeneca Aman, BPOM Keluarkan Izin Pemakaian
Otoritas kesehatan negara itu mengatakan bahwa mereka telah menangguhkan vaksinasi perdana ini setelah melihat adanya 'efek samping atau gejala merugikan' yang diamati pada beberapa orang yang menerima suntikan vaksin tersebut.
Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Kesehatan Masyarakat Thailand Anutin Charnvirakul menyebut penundaan vaksinasi untuk menunggu proses penelitian merupakan hal yang wajar.
"Memperlambat atau menghentikan vaksinasi untuk diselidiki adalah praktik medis yang umum. Komite manajemen vaksin pemerintah telah mengambil tindakan untuk memastikan 'keamanan maksimal dari publik'," kata Charnvirakul.
Penangguhan penggunaan vaksin ini tidak hanya dilakukan Thailand, namun juga Denmark, Norwegia dan Islandia yang sebelumnya telah melakukan penundaan vaksinasi pada Kamis kemarin.
Ini terjadi setelah adanya laporan bahwa sejumlah orang yang menerima vaksin tersebut mengalami pembekuan darah.
Namun, regulator obat Uni Eropa (UE) mengatakan saat ini tidak ada indikasi bahwa vaksin tersebut yang menyebabkan pembekuan.
Perlu diketahui, setidaknya lima negara Eropa lainnya telah menghentikan penggunaan vaksin tertentu pada minggu ini.
Sementara regulator obat Italia mengatakan bahwa negara itu telah berhenti menggunakan vaksin lain setelah dikaitkan dengan dua kematian.
Thailand telah memperoleh sekitar 61 juta dosis vaksin AstraZeneca, yang sebagian besar akan diproduksi oleh Siam Bioscience, sebuah perusahaan lokal.
Negara itu juga mengimpor vaksin Sinovac buatan China sebanyak 2 juta dosis.
Respons kesehatan masyarakat Thailand terhadap pandemi secara umum dianggap berhasil, dengan populasi 69 juta, negara itu dilaporkan hanya mencatat 26.679 kasus positif Covid-19 dan 85 kematian.
Indonesia Tetap Pakai, AstraZeneca Dialokasikan untuk Tahap Kedua
Bagaimana di Indonesia?
Meski disejumlah negara melakukan penangguhan penggunaan vaksin AstraZeneca, Indonesia bersikap sebaliknya.
Juru bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi mengatakan, sebanyak 1,1 juta dosis vaksin AstraZeneca akan dialokasikan untuk vaksinasi tahap kedua yakni kelompok lansia dan petugas pelayanan publik.
Indonesia disebut Nadia tetap akan menggunakannya karena merujuk pada Badan POM yang belum memberikan perubahan atas penggunaan darurat dari vaksin AstraZeneca.
Diketahui, Badan BPOM telah mengeluarkan izin penggunaan darurat vaksin AstraZeneca, Selasa (9/3) lalu.
"Sampai saat ini Badan POM belum memberikan perubahan atas penggunaan darurat dari vaksin AstraZeneca. Jadi kita tentunya akan tetap menggunakan vaksin ini sesuai dengan yang saat ini adalah menjadi sasaran kita yaitu adalah tahap kedua untuk lansia dan petugas pelayanan publik," ungkap Nadia dalam diskusi virtual bertajuk 'Pemantauan Genomik Varian Baru SARS-Cov2 di Indonesia', Jumat (12/3/2021).
Ia menegaskan, BPOM merupakan badan yang berkompeten dan independen, yang telah dipercaya penuh serta memiliki sejarah panjang terkait izin edar maupun penggunaan vaksin dan obat di Indonesia.
"Nanti kalau memang ada perubahan dari peruntukan atau kita sebut sebagai indikasi vaksin ini tentunya akan kita ubah dalam pelaksanaannya," terang dia.
Menurutnya, dalam penetapan izin penggunaan darurat vaksin AstraZeneca, aspek keamanan tentu telah dikaji.
"Kita ingin menyampaikan bahwa kalau sudah ada penggunaan izin darurat ini artinya aspek keamanan penggunaan vaksin ini sudah dikaji oleh ahli dibidangnya," tuturnya.
Diketahui, sebanyak 1.113.600 dosis vaksin yang didapat Indonesia melalui jalur multilateral Global Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI)/COVAX) itu tiba di Indonesia pada Senin (8/3).
Pendapat Pakar, Semua Vaksin Sama Efektifnya
Pakar imunisasi dr.Elizabeth Jane Soepardi,MPH, mengatakan, pada prinsipnya semua vaksin sama efektifnya, dimana semua produsen vaksin mengikuti aturan yang sama dan harus lulus uji WHO.
Diketahui, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI telah menerbitkan Emergency Use Authorization (EUA), atau izin penggunaan darurat,untuk vaksin AstraZeneca pada 22 Februari 2021 lalu sehingga sudah aman digunakan diIndonesia.
Sebelumnya juga, Organisasi Kesehatan Dunia(WHO) juga telah mengeluarkan Emergency Use Listing(EUL) untuk vaksin dari AstraZeneca.
“Semuanya efektif membentuk antibodi terhadap virus, dan terbukti efektif juga dengan semua varian virus COVID-19," ungkapnya seperti dikutip dari keterangan yang diterima Tribunnews.com, Jumat (12/3/2021).
Menurut dr.Jane, hal yang perlu diperhatikan jangan sampai penyebaran vaksin tercampur. Misalkan,
dosis pertama diberikan Sinovac, lalu dosis kedua diberikan merk vaksin yang berbeda.
"Hal ini yang harus diperhatikan, jangan sampai terjadi. Jadi ada kemungkinan vaksin AstraZeneca didistribusikan ke daerah tertentu yang belum dikirimkan vaksin Sinovac, sehingga tidak tercampur,” ujar dia.
Dokter Jane menjelaskan memang masih ada beberapa hambatan yang terjadi di lapangan sehingga menyebabkan lambatnya serapan program pelaksanaan vaksinasi yang sedang berlangsung.
Terutama terkait dengan pelaksanaan screening sebelum vaksinasi. Masih banyak masyarakat yang
gagal divaksinasi karena tidak lolos screening, sehingga penyerapan vaksinasi masih rendah.
"Sementara kita berkejaran dengan waktu dimana virus masih terus menyebar dan pandemi belum berakhir," ucapnya.
Meski demikian, ia menilai Indonesia mampu menyelesaikan program vaksinasi ini.
“Indonesia pernah punya pengalaman melakukan program vaksinasi campak untuk 60 juta anak
Indonesia dalam waktu 1bulan. Jadi kita mampu melaksanakan vaksinasi dengan cepat,selagi
vaksinnya tersedia,” terangnya.
Saat ini yang menjadi perhatian utama adalah keterbatasan stok vaksin dari produsen.
Vaksin AstraZeneca yang tiba ini merupakan bantuan internasional melalui skema Fasilitas COVAX.
Hingga Mei 2021 nanti, Indonesia akan menerima total11.704.800 dosis vaksin AstraZeneca melalui Fasilitas COVAX.
COVAX adalah sebuah inisiatif global untuk memberikan akses setara bagi seluruh masyarakat di dunia mendapatkan vaksin COVID-19.
COVAX dipimpin Global Alliance for Vaccines and Immunization (GAVI), Organisasi Kesehatan Dunia(WHO), dan Coalition for Epidemic Preparedness Innovations(CEPI).
"AstraZeneca yang kita dapatkan sekarang ini, bukan yang kita beli langsung ke pabriknya. Jadi ini adalah pembagian dari aliansi di tingkat dunia, COVAX,”ujar dr.Jane.
Selain lewat COVAX, Indonesia juga membeli vaksin AstraZeneca secara langsung sama ketika
membeli Sinovac langsung ke Cina.
Namun vaksin AstraZeneca yang dibeli langsung ke perusahaannya belum datang.
“Saat ini, negara - negara yang hendak membeli vaksin itu sedang berebut karena jumlah stok vaksin yang terbatas. Negara-negara yang mengharapkan dari bantuan, hanya mendapatkan 20 persen dari kebutuhan mereka. Masyarakat Indonesia harus bersyukur karena Pemerintah kita telah terlebih dahulu mengusahakan pengadaan vaksin, dan telah memulai program vaksinasi sejak Januari 2021,” tutur Jane.
(Tribunnews/Fitri Wulandari/Rina Ayu)