Bahtsul Masail PBNU Nyatakan Vaksin AstraZeneca Boleh Digunakan Karena Suci dan Tidak Membahayakan
Lembaga Batsul Masail PBNU menyatakan dalam kesimpulannya vaksin AstraZeneca boleh digunakan karena tidak membahayakan dan suci.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Batsul Masail Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) menyatakan dalam kesimpulannya vaksin AstraZeneca boleh digunakan karena tidak membahayakan dan suci.
Dengan demikian, Bahtsul Masail PBNU menyatakan vaksin AstraZeneca boleh disuntikkan ke dalam tubuh manusia meskipun dalam kondisi normal, apalagi dalam kondisi darurat.
Bahtsul Masail PBNU juga mengajak masyarakat tak perlu meragukan status vaksin AstraZeneca dan bila perlu membantu pemerintah memberikan informasi yang benar tentang vaksin tersebut.
Baca juga: PBNU Tanggapi Bom di Gereja Katedral Makassar: Kekerasan dan Teror Bukanl Ajaran Agama
Baca juga: Sempat Jadi Kontroversi, Survei SMRC: Mayoritas Masyarakat Bersedia Divaksin AstraZeneca
Hasil bahtsul masail tersebut disampaikan untuk menjadi pegangan warga NU khususnya dan umat Islam Indonesia umumnya.
Bahtsul Masail juga mengajak untuk berdoa, meminta pertolongan Allah SWT agar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) segera bebas dari pandemi virus covid-19.
Hal tersebut dinyatakan dalam salinan dokumen hasil Bahtsul Masail Lembaga Bahtsul Masail PBNU Nomor: 01 Tahun 2021 tentang Pandangan Fikih Mengenai Penggunaan Vaksin AstraZeneca tertanggal 29 Maret 2021 yang diterima pada Selasa (30/3/2021).
"Mempertimbangkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa vaksin AstraZeneca adalah mubah (boleh) digunakan bukan hanya karena tidak membahayakan melainkan juga karena suci," sebagaimana dikutip dari dokumen tersebut.
Pada bagian gambaran proses produksi dalam dokumen tersebut, Bahtsul Masail PBNU juga menjelaskan dunia farmasi modern mengenalkan teknologi rekayasa genom/DNA Adenovirus sebagai salah satu pilihan metode pembuatan vaksin covid-19.
Lahirnya vaksin AstraZeneca merupakan hasil nyata dari kecanggihan teknologi tersebut.
Dalam forum Bahtsul Masail LBM PBNU, pihak AstraZeneca secara transparan telah memberikan pernyataan dan pemaparan bahwa seluruh proses pembuatan vaksin yang dilakukan pihak AstraZeneca tidak memanfaatkan bahan yang berasal dari unsur babi.
Namun, sempat terjadi pemanfaatan tripsin babi untuk melepas sel inang dari wadah yang dilakukan pihak supplier (Thermo Fisher) sebelum dibeli oleh Oxford-AstraZeneca.
Jika dijelaskan secara ringkas, maka proses produksi vaksin AstraZeneca dapat dirangkum sebagai berikut:
Pertama, sel HEX293 yang dibeli sebagai bahandasar diperbanyak sesuai kebutuhan dengan cara dilepaskan dari pelat menggunakan enzyme TrypLE TM Select, yang merupakan protease dari jamur yang dibuat secara rekombian, tidak menggunakan tripsin babi.
Kemudian dilakukan proses sentrifugasi dan penambahan medium DMEM dan diinkubasi.
Proses tersebut dilakukan berulang kali sampai memperoleh jumlah sel yang diinginkan.
Kemudian sel yang sudah dihasilkan disebut Bank Sel Master.
Bank Sel Master kemudian diproses menjadi Bank Sel Kerja untuk produksi bahan aktif vaksin dengan cara dikultur dan diadaptasi menjadi sel suspensi kemudian dibekukan.
Selanjutnya pembuatan bahan aktif vaksin skala besar dilakukan dengan cara menginfeksikan sel inang dengan bibit adenovirus dalam media berbasis air.
Proses pembuatan bahan aktif dari Bank Sel Kerja tidak memanfaatkan bahan hewani.
Lalu adenovirus dipanen dengan cara memecahkan sel inang dan kemudian dimurnikan, sehingga dihasilkan adenovirus murni sebagai bahan aktif vaksin.
Bahan aktif vaksin tersebut kemudian dicampur bahan-bahan lain yang seluruhnya tidak ada yang bersumber
dari hewani.
Terakhir kali dilakukan filtrasi dan pengemasan dalam botol-botol kecil.
"Dengan penjelasan itu, maka dapat dikatakan bahwa pemanfaatan tripsin dari unsur babi yang dilakukan Thermo Fisher diperbolehkan karena di-ilhaq-kan pada rennet yang najis yang digunakan dalam proses pembuatan keju (al-infahah al-mushlihah lil jubn). Karena dua-duanya sama-sama bertujuan untuk ishlah. Atas dasar ini maka pemanfaatan semacam ini tergolong ma’fu (ditoleransi) sehingga sel yang dihasilkan tetap dihukum suci," dikutip dari dokumen tersebut.
Pada tahap selanjutnya pembuatan bahan aktif vaksin skala besar dilakukan dengan cara menginfeksikan sel inang dengan bibit adenovirus dalam media berbasis air.
Tahapan tersebut berguna untuk memastikan bahwa telahterjadi penyucian (tathhir) secara sempurna jika dalam proses sebelumnya dianggap ada unsur yang bersentuhan dengan najis, yaitu tripsin babi.
"Dan tentang najis babi, forum bahtsul masail mengikuti pendapat rajih menurut al-Imam al-Nawawi yang menyatakan bahwa penyucian barang yang terkena najis babi cukup dibasuh dengan satu kali basuhan tanpa menggunakan campuran debu atau tanah," dikutip dari dokumen tersebut.