Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Varian Baru Jadi Ancaman, Menkes Terbitkan Panduan Percepatan dan Pengendalian Covid-19

Ancaman varian baru tersebut berpotensi membuat kasus COVID-19 di Tanah Air meledak, lantaran penularannya sangat cepat.

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Varian Baru Jadi Ancaman, Menkes Terbitkan Panduan Percepatan dan Pengendalian Covid-19
WARTAKOTA/Henry Lopulalan
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengadakan program vaksinasi bagi 1000 pekerja atau buruh di Kantor Kemnaker, Jalan Gatot Subroto,Jakarta Selatan, Selasa (4/5/2021). Pelaksanaan vaksinasi diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day Tahun 2021. (Warta Kota/Henry Lopulalan) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat ini di Indonesia telah terdeteksi 26 kasus  baru varian virus corona (COVID-19).

Ancaman varian baru tersebut berpotensi membuat kasus COVID-19 di Tanah Air meledak, lantaran penularannya sangat cepat.

Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin menilai dibutuhkan respons cepat untuk mencegah penularan berkelanjutan.

Yakni melalui langkah strategis pencegahan dan pengendalian COVID-19 dengan mempercepat dan meningkatkan kapasitas pemeriksaan, pelacakan, karantina, dan isolasi kasus COVID-19.

Pemeriksaan, pelacakan, karantina, dan isolasi merupakan satu proses rangkaian kegiatan yang berkesinambungan yang akan berhasil jika melibatkan masyarakat dalam pelaksanaannya dan koordinasi antara unit pemerintah pada berbagai level.

Baca juga: Malaysia Catat Rekor Tertinggi Kasus Baru Covid-19

Menkes Budi menetapkan pedoman pemeriksaan, pelacakan, karantina, dan isolasi melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor Hk.01.07/Menkes/4641/2021 tentang Panduan Pelaksanaan Pemeriksaan, Pelacakan, Karantina, dan Isolasi dalam Rangka Percepatan Pencegahan Dan Pengendalian COVID-19.

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan tersebut, Pemeriksaan disebutkan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk penegakan diagnosis dari kasus COVID-19 melalui uji laboratorium.

Berita Rekomendasi

Sementara Pelacakan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mencari dan memantau kontak erat dari kasus konfirmasi atau kasus probable.

Selanjutnya Karantina diartikan sebagai upaya memisahkan seseorang yang terpapar COVID-19 (baik dari riwayat kontak atau riwayat bepergian ke wilayah yang telah terjadi transmisi komunitas) meskipun belum menunjukkan gejala apapun atau sedang dalam masa inkubasi yang bertujuan untuk mengurangi risiko penularan.

Kemudian Isolasi adalah upaya memisahkan seseorang yang sakit yang membutuhkan perawatan COVID-19 atau seseorang terkonfirmasi COVID19, dari orang yang sehat yang bertujuan untuk mengurangi risiko penularan.

"Rata-rata masa inkubasi COVID-19 adalah 5-6 hari walaupun pada sedikit kasus dapat mencapai 14 hari. Seseorang yang tertular dapat menjadi sumber penularan mulai sekitar 2 hari sebelum orang tersebut menunjukkan gejala," terang Budi di Jakarta, Kamis (20/5/2021).

Mantan wamen BUMN ini menjelaskan, masa inkubasi COVID-19 menjadi dasar pertimbangan strategi pemeriksaan, pelacakan, karantina, dan isolasi. Strategi ini juga dapat dipertajam menggunakan informasi hasil pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan dilakukan berdasarkan kriteria wilayah akses dan kecepatan pemeriksaan Nucleic Acid Amplification Test (NAAT).

Entry dan exit test dilakukan menggunakan kriteria wilayah akses dan kecepatan pemeriksaan NAAT mengikuti ketentuan yang berlaku.

Laju pemeriksaan harus ditingkatkan lebih dari 1 orang per 1000 penduduk per minggu jika positivity rate masih tinggi.

Dalam hal deteksi COVID-19, pemeriksaan laboratorium diprioritaskan untuk kasus suspek, kontak erat, tenaga kesehatan, dan masyarakat yang tinggal di fasilitas tertutup yang memiliki risiko penularan tinggi (tempat dengan kondisi jarak yang berdekatan seperti asrama, panti, lapas, rutan, dan tempat pengungsian).

Selanjutnya, Pelacakan dilakukan oleh Puskesmas dan jejaringnya terhadap kontak erat dari kasus konfirmasi positif COVID-19.

Dalam melaksanakan pelacakan, Puskesmas dan jejaringnya dapat melibatkan tracer dari tenaga kesehatan maupun non-kesehatan.

Tracer non kesehatan berasal dari kader, TNI dan POLRI atau komponen masyarakat lainnya yang telah memperoleh training dari Puskesmas.

Terkait Karantina, dilakukan sejak seseorang diidentifikasi sebagai kontak erat atau memenuhi kriteria kasus suspek yang tidak memerlukan perawatan Rumah Sakit. Karantina harus dimulai segera setelah seseorang diinformasikan tentang statusnya sebagai seorang kontak erat, idealnya dalam waktu tidak lebih dari 24 jam sejak seseorang diidentifikasi sebagai kontak erat dan dalam waktu tidak lebih dari 48 jam sejak kasus indeks terkonfirmasi.

Seseorang dinyatakan selesai karantina apabila exit test pada hari kelima memberikan hasil negatif. Jika exit test positif, maka orang tersebut dinyatakan sebagai kasus terkonfirmasi COVID-19 dan harus menjalani isolasi.

Namun jika Jika exit test tidak dilakukan maka karantina harus dilakukan selama 14 hari. Jika tidak dapat dilakukan pemeriksaan NAAT dan RDTAg karena tidak tersedianya sumber daya yang memadai maka karantina harus dilakukan selama 14 hari.

Sementara untuk Isolasi dilakukan sejak seseorang suspek mendapatkan perawatan di Rumah Sakit atau seseorang dinyatakan terkonfirmasi COVID-19, paling lama dalam 24 jam sejak kasus terkonfirmasi.

Kriteria selesai isolasi dan sembuh pada kasus terkonfirmasi COVID-19 menggunakan gejala sebagai patokan utama, antara lain :

Pada kasus terkonfirmasi yang tidak bergejala (asimtomatik), isolasi dilakukan selama sekurang-kurangnya 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.

Sementara pada kasus terkonfirmasi yang bergejala, isolasi dilakukan selama 10 hari sejak muncul gejala ditambah dengan sekurang-kurangnya 3 hari bebas gejala demam dan gangguan pernapasan. Sehingga, untuk kasus-kasus yang mengalami gejala selama 10 hari atau kurang harus menjalani isolasi selama 13 hari.

Puskesmas yang memantau individu yang menjalani karantina atau isolasi dan RS yang merawat pasien COVID-19 memiliki kewenangan untuk menerbitkan surat pernyataan bahwa seseorang wajib memulai atau telah menyelesaikan karantina atau isolasi, yang menyatakan seseorang dapat absen dari pekerjaan atau sudah dapat kembali bekerja.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas