Hanya Sinopharm yang Dipakai Vaksinasi Gotong Royong, Sinovac, AstraZeneca, Pfizer, Novavax Dilarang
Kemenkes memperbarui aturan mengenai pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemi COVID-19. Hanya Sinopharm yang Dipakai Vaksinasi Gotong
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) memperbarui aturan mengenai pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemi COVID-19.
Ditegaskan, dalam aturan terbaru ini vaksin COVID-19 merek Sinovac, AstraZeneca, Pfizer, dan Novavax tetap tidak dapat dipergunakan untuk vaksinasi gotong royong.
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 18 Tahun 2021 yang disahkan oleh Menteri Kesehatan pada 28 Mei 2021, menggantikan Peraturan Menteri Kesehatan yang sebelumnya Nomor 10 Tahun 2021.
Baca juga: Cegah Ketergantungan Vaksin Impor, DPR Dorong Percepatan Produksi Vaksin Merah Putih dan Nusantara
Baca juga: Jenis Vaksin Gotong Royong dan Pemerintah Tetap Berbeda
Juru Bicara COVID-19 dari Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid menjelaskan, Kemenkes mengizinkan penggunaan jenis vaksin COVID-19 yang dipergunakan dalam vaksinasi gotong royong, dalam hal ini vaksin Sinopharm, sebagai program vaksinasi pemerintah yang gratis.
Hal ini perlu diatur mengingat 500 ribu dosis vaksin Sinopharm yang diperoleh merupakan hibah dari pemerintah Uni Emirat Arab sehingga tidak dapat diperjualbelikan.
“Poin utama dari aturan ini untuk mengatur bahwa pemerintah diperbolehkan menerima vaksin yang sama dengan yang digunakan dalam Vaksinasi Gotong Royong selama itu merupakan skema hibah atau bantuan secara gratis. Bukan malah sebaliknya,” tegas dr. Nadia di Jakarta, Rabu (16/6/2021).
Hingga saat ini, vaksin yang telah ditetapkan untuk program vaksinasi gotong royong di antaranya adalah Sinopharm, Moderna dan Cansino.
“Ada kemungkinan, Indonesia akan menerima hibah dari COVAX Facility dengan merk vaksin yang juga digunakan untuk vaksin Gotong Royong. Indonesia tidak mungkin untuk pilih-pilih jenis vaksin yang dihibahkan secara gratis oleh COVAX karena seluruh dunia masih berebut vaksin,” kata Nadia.
Nadia menambahkan bahwa hal ini tidak berlaku bagi 4 jenis vaksin lain yang telah dan akan dipergunakan dalam program vaksinasi nasional, yaitu Sinovac, AstraZeneca, Pfizer, dan Novavax.
Keempat jenis vaksin ini hanya boleh dipergunakan untuk Program Vaksinasi Pemerintah dan tidak dapat dipergunakan untuk vaksinasi gotong royong.
“Selain itu, vaksin COVID-19 yang diperoleh dari hibah atau bantuan tersebut juga tidak boleh diperjualbelikan dan harus diberikan tanda khusus yang bisa dikenali secara kasat mata sebagai pembeda dengan vaksin Gotong Royong,” kata perempuam berhijab ini.
Nadia mengatakan, vaksinasi program pemerintah memungkinkan menggunakan jenis atau merk vaksin yang sama dengan program gotong royong dikarenakan sumbangan atau hibah.
"Tapi tidak sebaliknya atau merk vaksin yang ada di dalam program pemerintah kita tidak boleh digunakan di dalam vaksinasi gotong royong," kata Nadia.
Sekretaris Perusahaan Bio Farma sekaligus Juru Bicara Vaksin Covid-19 Bambang Heriyanto mengatakan, kebutuhan vaksin Covid-19 untuk memenuhi target Presiden 1 juta vaksinasi sehari tercukupi.
Diketahui pemerintah menargetkan, sekitar 181,5 juta masyarakat agar kekebalan komunal atau herd imunity terbentuk, atau dibutuhkan sekitar 363 juta vaksin untuk dua dosis suntikan.
Ia menerangkan, Indonesia mendapatkan beberapa sumber vaksin, dalam bentuk bulk atau bahan baku dengan Sinovac sebanyak 260 juta dosis bahan baku hingga akhir tahun. Kemudian, melalui jalur multilateral COVAX sebesar 11 juta dosis vaksin AstraZeneca dan 50 juta vaksin AstraZeneca melalui jalur bilateral, serta 50 juta dosis vaksin Novavax.
"Jadi kalau ditotal ada 360 juta dosis lebih vaksin. Ditambah dengan nanti dari multilateral kalau kita bisa menangkap komitmen dari COVAX 50 juta itu bisa mendekati angka 400 juta kita. Saya kira ini sudah mencukupi dari kebutuhan kita untuk masyarakat yang akan divaksin," terang Bambang.
Meski demikian, pemerintah masih terus mengupayakan vaksin yang telah dipesan datang tepat waktu agar herd immunity segera dapat tercapai.
"Secara global kebutuhan vaksin ini sangat tinggi sementara supply yang tersedia ini jauh di bawah kebutuhan tersebut tentunya pemerintah kita harus bekerja keras secara bersama-sama untuk mengamankan ketersediaan vaksin," kata Bambang.
Sehingga, Indonesia telah mengamankan 94.728.400 dosis vaksin.
Jumlah itu dengan rincian vaksin Sinovac (84.500.000 dosis), AZ COVAX Facility (8.228.400 dosis) dan Sinopharm (2 juta dosis). Indonesia saat ini menggunakan tiga jenis vaksin, yaitu Sinovac, AstraZeneca, dan Sinopharm.
Selain vaksinasi program pemerintah, terdapat pula vaksinasi gotong royong yang dilakukan sektor swasta.
"Dari Sinophram kita sudah ada komitmen 7,5 juta dosis dengan non binding 7,5 juta juga, jadi total 15 juta, kemudian dari Cansino sudah ada komitmen sampai akhir Desember 5 juta," ujar dia.
Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan tidak ada yang perlu masyarakat khawatirkan untuk mengikuti vaksin. Menurut dia, ketakutan masyarakat selama ini karena banyak informasi tidak benar mengenai vaksin.
Bahkan, kata dia, vaksin AstraZeneca di Eropa pun dinyatakan aman. "Kalau tidak ada keluhannya, kan tidak masalah," kata Tri Yunis.
Menurut dia, banyak pihak yang bisa mengajak masyarakat vaksin dan menjelaskan tujuan vaksin. Mulai dari tokoh masyarakat, lurah, ketua RW, RT, tokoh agama, hingga selebriti.
"Menurut saya semuanya sih potensial," ujarnya.
Tri Yunis mengajak masyarakat untuk menyaring informasi mengenai vaksinasi dan Covid-19 dengan logika. Sebab, dia melihat banyak informasi menyesatkan berseliweran belakangan ini yang tidak masuk logika.
"Jangan melihat informasi yang bukan pada tempatnya dia memberikan informasi. Kalau informasi dari teman, kalau dia bukan dokter jangan dipercaya. Sekarang logika dalam vaksin atau Covid-19 enggak karuan. Yang bukan ahli juga ngomong, itu yang menyebabkan orang-orang terbalik-balik, menjadi kacau balau informasinya," jelasnya.
Terpisah Sekretaris Gerakan Sosial dan Kebencanaan DPP PKB Luqman Hakim menyarankan agar proses vaksinasi dipercepat agar menjangkau semua lapisan masyarakat. Bila perlu Presiden Joko Widodo memimpin langsung agar program vaksinasi bebas hambatan.
"Saya yakin, jika setiap hari program vaksinasi mampu menjangkau minimal dua juta orang, dalam waktu tidak lama akan tercipta kekebalan komunal yang menjadi syarat utama pandemi Covid-19 ini berakhir dan kehidupan dapat berjalan normal kembali," kata Luqman.
Dia mengapresiasi pemerintah yang bergerak cepat menerbitkan Instruksi Nomor 13 Tahun 2021 kepada pemerintah daerah agar mengencangkan kembali pelaksanaan pembatasan kegiatan masyarakat."Pemerintah daerah dan masyarakat memang perlu terus menerus diingatkan untuk mematuhi protokol kesehatan," katanya. (Tribun Network/rin/wly)