Jawaban Istana Terkait Desakan Melakukan Lockdown
Dalam memutuskan kebijakan terkait pandemi Covid-19, Pemerintah di bawah komando Presiden Joko Widodo memiliki pertimbangan khusus
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menilai hal yang normal apabila saat ini banyak desakan agar pemerintah memberlakukan karantina wilayah total atau lockdown menyusul lonjakan kasus Covid-19.
Dalam memutuskan kebijakan terkait pandemi Covid-19, Pemerintah di bawah komando Presiden Joko Widodo memiliki pertimbangan khusus.
Apalagi, saat ini, pemerintah sudah memiliki pengalaman soal penanganan pandemi. Itu karena pagebluk sudah berlangsung lebih dari satu tahun.
"Normal saja, tingkat kekhawatiran pihak-pihak yang mengusulkan untuk lockdown normal saja.
Tapi kita kan sudah punya pengalaman," kata Ngabalin kepada Kompas.com, Minggu (20/6).
Baca juga: Persi Sebut Pelayanan Pasien Non-Covid-19 di Rumah Sakit Terdampak Lonjakan Kasus Corona
Ngabalin mengatakan, melonjaknya kasus Covid-19 saat ini tidak sedahsyat awal-awal pandemi berlangsung.
Saat awal pandemi, pemerintah tidak memiliki pengalaman dan masih meraba mekanisme penanganan yang tepat.
"Tapi Bapak Presiden dengan tepat memilih untuk tidak melaksanakan lockdown tetapi pembatasan sosial berskala besar (PSBB)," kata dia.
Ngabalin menuturkan, dengan kondisi saat ini, siapa pun bisa mengusulkan agar pemerintah memberlakukan lockdown.
Namun, usulan tersebut tak lantas diterapkan pemerintah.
Ngabalin memastikan, dalam mengeluarkan kebijakan terkait pandemi Covid-19, Presiden tidak berdiri sendiri. Jokowi, kata dia, pasti mengundang banyak ahali untuk berdiskusi.
"Beliau selalu meminta pandangan, masukan, diskusi dengan para epidemiologi sehingga beliau mengerti untuk mengambil keputusan yang tepat demi kepentingan orang banyak," kata dia.
Ngabalin mengatakan, melonjaknya kasus Covid-19 juga merupakan bukti bahwa masyarakat tidak mematuhi imbauan atau instruksi pemerintah.
Baca juga: Satgas Covid-19 Beberkan Alasan Tidak Lockdown Saat Kasus Covid-19 Melonjak Drastis
Padahal, kata dia, pemerintah telah berulang kali mengingatkan seluruh masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan. Pemerintah pun melarang masyarakat mudik saat Lebaran untuk memutus mata rantai penularan Covid-19.
"Tapi masih saja terus menerus seperti ini. Inilah akibat yang harus ditanggung. Ini tidak bisa cuma pemerintah harus tanggung bersama-sama," kata dia.
"Ini fakta yang berulang-ulang diingatkan, berbusa-busa mulutnya Presiden mengingatkan," ucap Ngabalin.
Usulan lockdown disampaikan sejumlah pihak.
Salah satunya, Ikatan Ahli Kesehatan Indonesia (IAKMI). Dewab Pakar IAKMI Hermawan Saputra meminta pemerintah untuk berani menentukan langkah radikal mengatasi lonjakan kasus Covid-19 di tanah air.
Hermawan menyatakan ada dua opsi yang bisa dilakukan pemerintah.
Pertama, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) nasional.
Kedua, lockdown regional secara berkala di pulau-pulau besar seperti Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
"Usul yang paling radikal yaitu lockdown regional. Ini bentuk paling logis. Karena seluruh negara yang sudah melewati kasus, tidak ada cara lain," kata Hermawan dalam konferensi pers 'Desakan Emergency Responses: Prioritas Keselamatan Rakyat di Tengah Pandemi' yang diselenggarakan secara daring, Minggu (20/6).