Dari 85 Ribu Tempat Tidur Pasien Covid-19 Sudah Terisi 60 Ribu
Lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi di sejumlah daerah berdampak pada meningkatnya tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit (BOR) untuk perawatan
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi di sejumlah daerah berdampak pada meningkatnya tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit (BOR) untuk perawatan pasien Covid-19.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa dari kapasitas 85 ribu tempat tidur yang tersedia di seluruh Indonesia, sebanyak 60 ribu sudah terisi.
"Kita masih ada room 25.000 lagi, kondisi sekarang," kata Budi dalam Konferensi pers virtual yang disiarkan Youtube Sekretariat Presiden, Jumat, (25/6/2021).
Jumlah tersebut kata Budi akan ditambah melalui konversi seluruh tempat tidur perawatan biasa, menjadi tempat tidur perawatan Covid-19 di tiga RS milik pemerintah yakni RS Fatmawati, RSPI Sulianti Saroso, dan RS Persahabatan.
Belum lagi kata Budi, jumlah tempat tidur perawatan biasa di seluruh RS yang 30 persennya dialokasikan untuk perawatan Covid-19.
Baca juga: 27 Asrama Haji Jadi Tempat Isolasi Covid, Pasien Masih Positif Dipulangkan
Terdapat kurang lebih 389.000 ribu tempat tidur di seluruh Indonesia yang 30 persennya dikonversi menjadi tempat tidur perawatan pasien Covid-19 atau sebesar 130 ribu.
"Jadi sekarang kita baru konversi 80.000 terisi 60.000. dan masih punya room sampai 130.000," katanya.
Sebelumnya, kasus Covid-19 meningkat di sejumlah daerah dalam empat pekan terakhir. Kenaikan tersebut menyebabkan tingkat keterisian tempat tidur atau Bed Occupancy Rate (BOR) juga meningkat.
Berdasarkan data per 21 Juni 2021, BOR di 5 dari 6 Provinsi mencapai lebih dari 80 persen. 5 daerah tersebut diantaranya yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, dan Banten.
"Hanya Provinsi Jawa Timur yang BOR nya di bawah 80 persen, yaitu 66,67 persen," kata Juru Bicara Satgas Penanganan covid-19 Wiku Adisasmito dalam keterangannya, Rabu, (23/6/2021).
Satgas mengungkapkan kenaikan kasus positif ini sudah harus sepatutnya menjadi alasan kuat untuk mengevaluasi kebijakan pengendalian dan memastikan efektivitas khususnya penerapan kebijakan PPKM Mikro.
"Semua unsur harus melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik sehingga tercipta penanganan yang komprehensif. Saat ini, persentase pembentukan Posko di berbagai provinsi di Indonesia masih cenderung rendah dan penting untuk diingat, efektivitas pemberlakuan PPKM Mikro sangat tergantung pada pembentukan Posko sebagai wadah koordinasi implementasi PPKM Mikro di tingkat Desa/Kelurahan.” ungkap Wiku.