KSPI Minta Hak Buruh Dilindungi Saat PPKM Darurat
KSPI meminta kepada pemerintah juga memastikan agar tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak buruh.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah memiliki opsi untuk melakukan perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat hingga 6 minggu.
Terkait hal itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan bahwa pada prinsipnya KSPI setuju dengan PPKM darurat dengan pengaturan yang jelas dan tegas.
Namun demikian, KSPI meminta kepada pemerintah juga memastikan agar tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak buruh.
Karena, kata Said Iqbal, tidak menutup kemungkinan dalam situasi PPKM darurat ini perusahaan melakukan PHK terhadap buruh.
“Terus terang, saat ini ancaman adanya ledakan PHK sudah di depan mata. Karena saat ini sudah banyak perusahaan yang mengajak serikat pekerja berunding untuk membicarakan program pengurangan karyawan,” kata Said Iqbal, kepada wartawan, Selasa (13/7/2021).
Selain itu, lanjut Iqbal, sudah ada pekerja yang dirumahkan dan bisa dipastikan upahnya terancam akan dipotong.
Oleh karena itu, para buruh meminta agar pengusaha nakal yang melakukan PHK di tengah pandemi dan memotong upah buruh ditindak tegas.
Selain itu, KSPI juta meminta pelaksanaan PPKM darurat diikuti dengan perlindungan terhadap hak-hak buruh.
Baca juga: Tingkat Kepatuhan Masyarakat dalam Rangka PPKM Darurat Meningkat 90 Persen di Pos Kalimalang
"Secara bersamaan, KSPI juga menegaskan dukungannya terhadap vaksinasi yang dibiayai oleh negara dalam rangka untuk mempercepat berakhirnya pandemi Covid-19. Namun demikian, KSPI tidak setuju dengan adanya vaksinasi berbayar yang bisa dipastikan akan terjadi komersialisasi vaksin," ungkapnya.
Selain itu, Said Iqbal mengungkap hal lain yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah tingkat penularan Covid-19 di klaster perusahaan.
Di beberapa perusahaan, KSPI memperkirakan buruh yang terpapar Covid-19 angkanya mencapai 10%. Bahkan tidak sedikit buruh yang meninggal.
“Persoalannya adalah, para buruh tidak mempunyai uang lebih untuk membeli vitamin dan obat-obatan saat isoman,” pungkasnya.