Ibu Hamil Dilarang Jadi Pendonor Plasma Konvalesen, Mengapa? Ini Penjelasan Ahli
Dalam ketentuan dari PMI wanita hamil, pernah melahirkan, maupun keguguran dilarang menjadi pendonor plasma konvalesen bagi penderita Covid-19.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
"Kalau misalnya stadium sedang umumnya dikasih 2 atau 3 kantong, kalau ada komorbid stadium berat itu sudah bisa 3-4 kantong, dan kalau stadium kritis bisa 5-6 ini," jelas dr Monica.
Kadar Antibodi Pendonor
Salah satu syarat pendonor plasma adalah penyintas COVID-19 dengan gejala sedang hingga berat.
Semakin berat gejala dialami penyintas maka diharapkan kadar antibodi yang terbentuk juga semakin banyak.
Kemudian, pendonor diutamakan pria atau wanita yang single belum pernah hamil, melahirkan, ataupun keguguran.
"Karena skrining awal pendonor adalah memiliki antibodi atau tidak," ujarnya.
Disampaikan dr Monica, meski belum ada penelitian lebih lanjut terkait kadar antibodi spesifik yang terbentuk dari seorang penyintas, PMI membatasi hanya pendonor bergejala sedang sampai kritis yang diterima.
"Dan waktunya 3-4 bulan, karena antibodi dalam kadar maksimal stabil selama 3-4 bulan," ungkapnya.
*Waktu Pemberian Plasma*
dr Monica menjelaskan, masyarakat sering kali salah kaprah terkait waktu pemberian plasma.
Kebanyakan saat pasien kritis baru mencari, padahal terapi ini sangat dianjurkan diberikan di awal pengobatan.
"Terapi plasma konvalesen atau TPK itu diberikan terutama pada pasien stadium Covid-19 Sedang. Pedomannya seperti apa? Kalau nafasnya sudah mulai sesak, susah napas nggak enak itu udah lebih dari 20 kali per menit itu udah merupakan salah satu indikasi mendapatkan plasma," ujarnya.
Kemudian, suhu tubuh tinggi yang tidak kunjung turun serta pasien memiliki komorbid kencing manis, darah tinggi, maupun obesitas.
"Lebih baik dini, kapan? satu minggu pertama kalau demam, paling telat 3 hari sejak nafas, saat merasa tidak enak atau sesak," kata dia.
Ia mengatakan, ketika pasien kritis baru diberikan plasma maka organ vital seperti paru-paru, jantung, dan lainnya telah rusak karena Covid-19.
"Karena prinsipnya antibodi dari plasma ini untuk membasmi virusnya bukan memperbaiki organ yang rusak. Jadi kalau dikasih saat kritis ya virusnya hilang oleh antibodi di dalam plasma tapi organ yang rusak akan bisa kembali," terangnya.