Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sering Salah Kaprah, Pemberian Terapi Plasma Konvalesen Bukan Saat Pasien Covid-19 Kritis

Di tengah melonjaknya kasus Covid-19 permintaan Terapi Plasma Konvalesen (TPK) juga turut meningkat.

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Sering Salah Kaprah, Pemberian Terapi Plasma Konvalesen Bukan Saat Pasien Covid-19 Kritis
TRIBUNNEWS.COM/MUHAMMAD NURSINA
Ilustrasi: Penyintas COVID-19 mendonorkan plasma konvalesen di kantor Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (15-6-2021). PMI Kota Surakarta melayani warga yang mendonorkan plasma konvalesen dari pagi hingga pukul 21.00 setiap harinya. Kegiatan ini merupakan langkah dari Palang merah Indonesia (PMI) untuk memenuhi ketersediaan plasma darah diseluruh daerah di Jawa Tengah. (TRIBUNNEWS.COM/MUHAMMAD NURSINA) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Di tengah melonjaknya kasus Covid-19 permintaan Terapi Plasma Konvalesen (TPK) juga turut meningkat.

Meski demikian, Ahli Terapi Plasma Konvalesen (TPK) Dr dr Theresia Monica Rahardjo SpAn KIC MSi mengatakan, banyak informasi mengenai TPK yang beredar sering kali misinformasi.

Baca juga: Penggunaan Air dan Inhalasi Hidrogen Meningkat Seiring Lonjakan Kasus Covid-19

Padahal keberhasilan penerapan terapi tambahan Covid-19 ini dipengaruhi 3 faktor.

Mulai dari dosis, kadar antibodi, dan pemberian plasma diwaktu yang tepat.

Baca juga: KSP: Presiden Pimpin Penanganan Covid 24 Jam

Hal itu disampaikan dr Monica dalam perbincangannya bersama Tribun Network, Jumat (16/7/2021).

"Sering salah juga, salah pemahaman di masyarakat kita, teman sejawat dokter misalnya kalau sudah kritis baru dikasih plasma, ya enggak begitu," ujarnya.

Berita Rekomendasi

Ia memaparkan, terapi plasma konvalesen atau TPK merupakan teknik memindahkan antibodi dari dalam plasma penyintas Covid-19 kepada pasien Covid-19 yang masih sakit.

Intinya booster antibodi atau antibodi instan yang dimasukan ke dalam tubuh pasien yang sakit.

Baca juga: Kasatgas Covid-19 Tinjau Gudang Obat di Bandung, Pastikan Kesiapan untuk Kebutuhan Isoman

Sehingga pasien memiliki antibodi tambahan untuk membasmi virus.

Diharapkan melalui terapi sederhana, spesifik, terjangkau, serta memiliki banyak sumber daya manusia ini, seorang pasien bergejala sedang hingga kritis dapat tertolong.

Lantas hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pemberian terapi ini:

Dosis yang Diberikan

dr Monica menjelaskan, pemberian dosis plasma sangat tergantung pada kondisi penerima TPK.

Semakin seorang pasien Covid-19 bergejala maka semakin banyak pula plasma yang dibutuhkan.

"Kalau misalnya stadium sedang umumnya dikasih 2 atau 3 kantong, kalau ada komorbid stadium berat itu sudah bisa 3-4 kantong, dan kalau stadium kritis bisa 5-6 ini," jelas dr Monica.

Kadar Antibodi Pendonor

Salah satu syarat pendonor plasma adalah penyintas COVID-19 dengan gejala sedang hingga berat.

Semakin berat gejala dialami penyintas maka diharapkan kadar antibodi yang terbentuk juga semakin banyak.

Kemudian, pendonor diutamakan pria atau wanita yang single belum pernah hamil, melahirkan, ataupun keguguran.

"Karena skrining awal pendonor adalah memiliki antibodi atau tidak," ujarnya.

Disampaikan dr Monica, meski belum ada penelitian lebih lanjut terkait kadar antibodi spesifik yang terbentuk dari seorang penyintas, PMI membatasi hanya pendonor bergejala sedang sampai kritis yang diterima.

"Dan waktunya 3-4 bulan, karena antibodi dalam kadar maksimal stabil selama 3-4 bulan," ungkapnya.

*Waktu Pemberian Plasma*

dr Monica menjelaskan, masyarakat sering kali salah kaprah terkait waktu pemberian plasma.

Kebanyakan saat pasien kritis baru mencari, padahal terapi ini sangat dianjurkan diberikan di awal pengobatan.

"Terapi plasma konvalesen atau TPK itu diberikan terutama pada pasien stadium Covid-19 Sedang. Pedomannya seperti apa? Kalau nafasnya sudah mulai sesak, susah idungnya mampet napas nggak enak itu udah lebih dari 20 kali per menit itu udah merupakan salah satu indikasi mendapatkan plasma," ujarnya.

Kemudian, suhu tubuh tinggi yang tidak kunjung turun serta pasien memiliki komorbid kencing manis, darah tinggi, maupun obesitas.

"Lebih baik dini, kapan? satu minggu pertama kalau demam, paling telat 3 hari sejak nafas, saat merasa tidak enak atau sesak," kata dia.

Ia mengatakan, ketika pasien kritis baru diberikan plasma maka organ vital seperti paru-paru, jantung, dan lainnya telah rusak karena Covid-19.

"Karena prinsipnya antibodi dari plasma ini untuk membasmi virusnya bukan memperbaiki organ yang rusak. Jadi kalau dikasih saat kritis ya virusnya hilang oleh antibodi di dalam plasma tapi organ yang rusak akan bisa kembali," terangnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas