Survei LSI: Masyarakat Yang Tidak Bersedia Disuntik Vaksin Covid-19 Beralasan Takut Efek Samping
Lembaga Survei Indonesia (LSI) mencatatkan masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak bersedia divaksin.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Survei Indonesia (LSI) mencatatkan masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak bersedia divaksin.
Ternyata alasannya karena takut dengan efek samping setelah disuntik.
Hal ini terlihat dalam temuan survei nasional LSI yang digelar pada 20-25 Juni 2021 lalu.
Survei itu menunjukkan bahwa ada 82,6 persen masyarakat yang mengaku masih belum divaksin.
Dari jumlah itu, hanya 63,6 persen masyarakat yang bersedia divaksin.
Sementara itu, 36,4 persen masyarakat yang tidak bersedia untuk divaksin oleh pemerintah.
"Ada 82,6 persen masyarakat yang belum divaksin. Dari jumlah itu banyak yang masih belum bersedia yaitu 36,4 persen dan yang bersedia hanya 63,6 persen," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam paparannya, Minggu (18/7/2021).
Baca juga: 4.431 WNI di Luar Negeri Dinyatakan Sembuh Dari Covid-19
Dijelaskan Djayadi, ada lima besar alasan yang diungkapkan masyarakat tidak bersedia untuk divaksin.
Tertinggi, mereka takut dengan efek samping setelah penyuntikan vaksin.
"Alasan yang tidak bersedia adalah paling banyak takut efek samping vaksin sebesar 55,5 persen, menanggap vaksin itu tidak efektif 25,4 persen, merasa badannya sehat 19 persen, vaksin tidak halal 9,9 persen, tidak mau bayar vaksin 8,7 persen" katanya.
Baca juga: Jokowi Harap Kontribusi BUMN Atasi Lonjakan Kebutuhan Oksigen Bagi Penderita Covid-19
Sebagai catatan, survei LSI menggunakan metode survei simple random sampling dengan margin of eror +/- 2,88 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Adapun sampel dari survei ini berjumlah 1.200 responden
Sampel berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional. Sebaliknya, survei digelar pada 20-25 Juni 2021 lalu.
Genjot vaksinasi di tiga provinsi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta program vaksinasi Covid-19 di Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng), dan Banten menjadi prioritas untuk mengejar herd immunity.
Tiga provinsi tersebut menurutnya perlu diprioritaskan karena tingkat vaksinasi Covid-19 bagi masyarakat di tiga wilayah tersebut tergolong rendah dibandingkan provinsi lainnya.
Hal itu disampaikan Presiden Jokowi saat Ratas Evaluasi PPKM Darurat di Istana Merdeka pada Jumat (16/7/2021) dalam unggahan di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu (17/7/2021).
"Kemudian sekarang provinsi mana yang harus kita fokuskan? Menurut saya tiga yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten. Karena ini baru 12%, Jawa Barat 12%, Jateng 14%, Banten 14%," kata Jokowi.
Ia mengungkapkan awalnya provinsi DKI Jakarta dan Bali menjadi daerah yang diprioritaskan untuk vaksinasi massal.
Namun demikian, kata Jokowi, saat ini di DKI Jakarta dan Bali sudah tinggi tingkat vaksinasinya.
Baca juga: Cek RS Polri Kramat Jati, Kapolri Minta Semua Pasien Covid-19 Dapat Pelayanan Terbaik
"Jakarta dan Bali, kemarin memang ingin kita dahulukan. Bali sudah 81% dosis yang disuntikkan. DKI sudah 72%, ini saya kira Agustus sudah akan selesai masuk ke herd immunity," kata Jokowi.
Dengan demikian, kata dia, Pulau Jawa diharapkan segera masuk ke herd immunity di bulan Agustus akhir atau paling lambat pertengahan September.
Apabila sekira 83 juta stok vaksin dalam bentuk vaksin jadi maupun bulk yang masih tertahan bisa segera divaksinasi ke masyarakat, kata dia, maka target tersebut akan tercapai lebih cepat.
Baca juga: Satgas Covid-19 Keluarkan Surat Edaran Untuk Antisipasi Peningkatan Kasus Pada Libur Idul Adha
"Tapi kalau kita program tanpa stok tadi berjalan, saya kira ini Agustus bisa selesai," kata Jokowi.
Sebelumnya ia mengatakan menurut data yang diperolehnya vaksin baik berupa vaksin jadi maupun bulk yang sudah masuk ke Indonesia berjumlah sudah 137 juta.
Padahal, kata dia, yang sudah disuntikkan dalam vaksinasi itu kurang lebih 54 juta.
Artinya, kata dia, stok yang ada baik yang ada di Biofarma maupun di Kementerian Kesehatan atau mungkin di provinsi, kabupaten, kota, rumah sakit, puskesmas-puskesmas terlalu besar.
Baca juga: Satgas Covid-19 Keluarkan Surat Edaran Untuk Antisipasi Peningkatan Kasus Pada Libur Idul Adha
"Sebab itu saya minta Bapak Menteri Kesehatan untuk disampaikan sampai organisasi terbawah, tidak ada stok untuk vaksin. Artinya dikirim langsung habiskan, kirim habiskan, kirim habiskan. Karena kita ingin mengejar vaksinasi ini secepat-cepatnya," kata Jokowi.
Ia optimistis dalam sehari 5 juta dosis vaksin bisa diberikan ke masyarakat mengingat beberapa hari lalu 2,3 juta masyarakat tervaksinasi dalam sehari
"Saya yakin lima juta itu bisa. Sekali lagi tidak usah ada stok. Stoknya yang ada itu hanya di biofarma, yang lain-lain itu cepat habisin, cepat habisin. Sehingga ada kecepatan. Karena salah satu kunci kita menyelesaikan masalah ini adalah kecepatan vaksinasi. Ini sesuai juga dengan yang disampaikan oleh Dirjen WHO," kata Jokowi.
Selain itu, ia juga meminta vaksinasi dari pintu ke pintu yang dilakukan oleh Badan Intelijen Negara (BIN) diteruskan.
"Mengenai vaksinasi juga seperti yang saya lihat kemarin yang dilakukan oleh BIN, vaksinasi door to door itu, ini saya kira diteruskan," kata Jokowi.