Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dokter Reisa: BOR Nasional Turun Jadi 39,50 Persen Sebagai Kado HUT ke-76 RI

Reisa Broto Asmoro mengatakan, kado terbesar kepada bangsa dan negara adalah berita baik dalam penanganan Covid-19.

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Dokter Reisa: BOR Nasional Turun Jadi 39,50 Persen Sebagai Kado HUT ke-76 RI
Tim Komunikasi Publik Satgas Penanganan Covid-19
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 dr Reisa Brotoasmoro. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Penanganan Covid-19 dr Reisa Broto Asmoro mengatakan, kado terbesar kepada bangsa dan negara adalah berita baik dalam penanganan Covid-19.

Ia menjelaskan, per Selasa 17 Agustus 2021, keterisian tempat tidur rumah sakit atau Bed Occupancy Ratio (BOR) secara nasional ada di tingkat 39,50 persen.

Berarti turun dari hari sebelumnya, Senin 16 agustus 2021 yang tercatat 40,51 persen.

Hal ini, menandakan banyak pasien tidak lagi dirawat di rumah sakit.

Sementara itu, jumlah kasus aktif Rabu, 18 Agustus 2021, adalah 343.203.

Jumlah kasus aktif turun drastis dari puncaknya yang hampir mencapai 600 ribu orang pada bulan lalu.

Baca juga: Dalam Rangka Penanganan Covid-19, Kementerian Keuangan Terus Berikan Berbagai Insentif Fiskal

Berita Rekomendasi

“Sekali lagi doa kita terkabul doa saat kita menyambut tahun baru Muharram 1443 Hijriyah pekan lalu agar tahun ini lebih baik dari tahun lalu sedikit demi sedikit terjawab. Karena doa tersebut kita barengi dengan kerja keras bersama. Doa agar indonesia yang berusia 76 tahun ini semakin sejahtera. Semoga akan semakin terjawab jelas apabila tetap bersatu melawan Covid-19 ini,” kata dia dalam konferensi pers virtual, Rabu (18/8/2021).

Reisa mengucapkan terima kasih kepada seluruh masyarakat, aparat keamanan, prajurit TNI, anggota Polri, Satpol PP, relawan, tenaga Kesehatan, organisasi mitra pembangunan serta lembaga swadaya masyarakat, dan pemerintah provinsi daerah khusus ibukota Jakarta.

Baca juga: Dikritik, Gubernur Sumbar Akhirnya Serahkan Mobil Dinas untuk Bantu Penanganan Covid-19

Menurutnya, DKI Jakarta menunjukkan perbaikan signifikan dalam seminggu ini.

Sudah beberapa hari DKI Jakarta tidak lagi dalam 10 besar provinsi dengan kasus terkonfirmasi harian terbanyak.

“Semoga kedisiplinan masyarakat Jakarta dan sekitarnya tetap berlanjut dan suasana kondusif, aman dari Covid-19 berangsur tercipta di ibukota tercinta ini,” ujar Reisa.

10 Provinsi Ini Diminta Tingkatkan Testing

Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi mengimbau, pemerintah daerah untuk lebih waspada dan meningkatkan testing dan tracing untuk mendeteksi penyebaran virus corona varian delta.

Beberapa wilayah tersebut di antaranya Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua.

Ia menambahkan, bagi provinsi atau daerah lain yang belum melaporkan atau belum menemukan varian delta juga harus tetap waspada.

Pemerintah daerah diharapkan aktif meningkatkan upaya testing dan tracing, serta melaporkan kasus-kasus yang masuk kriteria untuk dilakukan pemeriksaan sekuensing ke laboratorium rujukan.

“Sekali lagi, upaya pengendalian dan vaksinasi yang kita lakukan saat ini masih terbukti efektif untuk mencegah penularan, dan mencegah keparahan dan kematian akibat infeksi varian delta ini,” ujar dr Nadia.

Baca juga: Dalam Rangka Penanganan Covid-19, Kementerian Keuangan Terus Berikan Berbagai Insentif Fiskal

Dia menegaskan, varian delta merupakan varian baru yang saat ini mulai mendominasi pelaporan varian di hampir seluruh negara di dunia.

Varian ini harus selalu diwaspadai karena memiliki kemampuan penularan dan potensi gejala dan keparahan yang lebih tinggi.

Indonesia terus berupaya melakukan kegiatan sekuensing untuk memantau penyebaran varian baru, baik yang berasal dari luar maupun dalam negeri.

"Per tanggal 18 Agustus 2021, sudah lebih dari 5.000 sekuensing dilakukan dengan 80% hasil adalah varian delta," ujarnya.

Ciri-ciri dan Gejala Covid-19 Varian Delta

Dikutip dari Healthline.com, varian Delta juga dikenal sebagai B.1.617.2.

Varian Delta pertama kali terdeteksi di India.

Para ahli mengatakan, varian Delta Covid-19 menimbulkan ancaman karena lebih mudah menular daripada jenis varian lain dan memberikan gejala yang lebih serius.

Varian Delta juga dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah.

Dikutip dari cnbc.com, saat ini varian Delta menjadi varian penyakit dominan di seluruh dunia.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan varian Delta menyebar di seluruh dunia dengan kecepatan tinggi, mendorong lonjakan baru dalam kasus dan kematian.

Namun tidak semua negara mengalami situasi yang sama.

Tedros juga mengatakan, varian ini menyebar dengan cepat dan menginfeksi orang yang tidak terlindungi dan rentan.

Swaminathan, Pakar Genetik dan Administrator Internasional asal India memperingatkan bahwa orang yang sudah divaksin masih bisa terkena dan menularkan Covid kepada orang lain.

Karena hal tersebut, WHO mendesak semua orang untuk tetap menggunakan masker dan menjaga jarak dimana pun.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang yang sudah divaksin masih bisa terinfeksi Covid.

Namun, virus yang menginfeksi jauh lebih sedikit dan gejalanya mungkin tidak akan separah mereka yang belum divaksin.

Mereka yang terinfeksi Covid setelah divaksin mengurangi risiko menularkan virus ke orang lain.

Tetapi, WHO mengatakan diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami dampak vaksin terhadap penularan.

Gejala Varian Delta

Masih dari Healthline.com, gejala paling umum varian Delta adalah demam, pilek, sakit kepala hingga sakit tenggorokan.

Setiap orang yang terinfeksi varian Delta memiliki gejala yang berbeda-beda.

Gejala yang biasa terjadi adalah demam.

Varian Delta menyebabkan banyak orang sakit parah dalam waktu tiga atau empat hari.

Untuk orang yang lebih muda, gejala varian Delta terasa seperti pilek.

Namun berbeda dengan pilek, mereka yang memiliki varian Delta bisa menularkan virus ke orang lain terutama yang belum divaksinasi sepenuhnya.

Semua orang tetap harus waspada terhadap gejala lain dari virus Corona yaitu demam, batuk, sesak napas, sakit kepala, kelelahan atau kehilangan indera perasa atau penciuman.

Tingkatan Gejala Covid-19

tata laksana pasien COVID-19 berdasarkan tingkat gejala yang dialaminya.
tata laksana pasien COVID-19 berdasarkan tingkat gejala yang dialaminya. (kemenkes_ri)

Berikut ini tingkatan gejala pasien positif Covid-19 yang dikutip dari Instagram @kemenkes_ri:

a. Pasien Tanpa Gejala

- Gejala: Frekuensi napas 12-20 kali per menit, saturasi oksigen lebih besar atau sama dengan 95 persen.

- Tempat Perawatan: Isolasi mandiri di rumah atau fasilitas isolasi pemerintah

- Terapi: Vitamin C, D dan Zinc

- Lama perawatan: 10 hari isolasi sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.

b. Pasien Ringan

- Gejala: Demam, batuk (umumnya batuk kering ringan), fatigue/kelelahan ringan, anoreksia, sakit kepala, kehilangan indra penciuman/anosmia, kehilangan indra pengecapan/ageusia, malgia, dan nyeri tuang, nyeri tenggorokan, pilek dan bersin, mual, muntah, nyeri perut, diare, konjungtivitas, kemerahan pada kulit/perubahan warna pada jari-jari kaki, frekuensi napad 12-20 kali per menit, saturasi oksigen lebih besar atau sama dengan 95 persen.

- Tempat Perawatan: Fasilitas isolasi pemerintah atau isolasi mandiri di rumah bagi yang memenuhi syarat.

- Terapi: Oseltamivir atau favipiravir, Vitamin C, D dan Zinc

- Lama perawatan: 10 hari isolasi sejak timbul gejala dan minimal 3 hari bebas gejala.

c. Pasien Sedang

- Gejala: Demam, batuk (umumnya batuk kering ringan), fatigue/kelelahan ringan, anoreksia, sakit kepala, kehilangan indra penciuman/anosmia, kehilangan indra pengecapan/ageusia, malgia, dan nyeri tuang, nyeri tenggorokan, pilek, dan bersin, mual, muntah, nyeri perut, diare, konjungtivitas, kemerahan pada kulit/perubahan warna pada jari-jari kaki, frekuensi napas 12-20 kali per menit, saturasi oksigen lebih besar atau sama dengan 95 persen, sesak napas tanpa distress pernapasan

- Tempat Perawatan: RS Lapangan, RS Darurat COVID-19, RS Non Rujukan, RS Rujukan

- Terapi: Favipiravir, remdesivir 200 mgIV, azitromisin, kartikosteroid, Vitamin C, D, dan Zinc, Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi Dokter penanggung jawab (DPJP), pengorbatan komorbid bila ada, terapi O2 secara noninvasif dengan arus sedang sampai tinggi (HFNC)

- Lama perawatan: 10 hari isolasi sejak timbul gejala dan minimal 3 hari bebas gejala.

d. Pasien Berat Atau Kritis

- Gejala: Demam, batuk (umumnya batuk kering ringan), fatigue/kelelahan ringan, anoreksia, sakit kepala, kehilangan indra penciuman/anosmia, kehilangan indra pengecapan/ageusia, malgia, dan nyeri tuang, nyeri tenggorokan, pilek, dan bersin, mual, muntah, nyeri perut, diare, konjungtivitas, kemerahan pada kulit/perubahan warna pada jari-jari kaki, frekuensi napas lebih besar dari 30 kali per menit, saturasi oksigen lebih besar atau sama dengan 95 persen, sesak napas tanpa distress pernapasan

- Kondisi Kritis: ARDS/Gagal napas, sepsis, syok sepsis, dan multiorgan fallure.

- Tempat Perawatan: HCU/ICU RS Rujukan

- Terapi: Favipiravir, remdesivir, azitromisin, kartikosteroid, Vitamin C, D dan Zinc, Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi Dokter penanggung jawab (DPJP), pengorbatan komorbid bila ada, HFNC/ventilator, terapi tambahan.

- Lama perawatan: 10 hari isolasi sejak timbul gejala dan minimal 3 hari bebas gejala.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas