FDA Sebut Vaksin Covid-19 Moderna Tidak Memenuhi Syarat untuk Dijadikan Booster: 2 Dosis Sudah Kuat
Para ilmuwan di FDA Amerika Serikat menyebut vaksin Moderna tidak memenuhi syarat untuk dijadikan booster Covid
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Para ilmuwan di Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menyebut vaksin Moderna tidak memenuhi syarat untuk dijadikan booster Covid-19.
Hal itu dikarenakan efikasi dari dua dosisnya yang sudah cukup kuat, Reuters melaporkan.
Staf FDA mengatakan dalam dokumen hari Selasa (12/10/2021) bahwa data untuk vaksin Moderna menunjukkan booster memang meningkatkan antibodi.
Namun, perbedaan tingkat antibodi sebelum dan sesudah suntikan booster tidak cukup besar.
Dokumen tersebut dirilis menjelang pertemuan akhir pekan ini dari penasihat ahli luar FDA untuk membahas dosis booster vaksin.
FDA biasanya mengikuti saran para ahlinya, tetapi keputusan tetap pada badan itu sendiri.
Baca juga: Ilmuwan FDA: Tidak Perlu Dosis Ketiga Vaksin Covid-19 Moderna untuk Hadapi Varian Delta
Baca juga: Moderna Menolak Bocorkan Resep Vaksin Covid-19 Produksinya
"Ada peningkatan, tentu saja. Apakah itu cukup meningkatkan? Siapa tahu? Tidak ada jumlah standar peningkatan yang ditetapkan, dan juga tidak jelas berapa banyak peningkatan yang terjadi dalam penelitian ini," kata John Moore, seorang profesor mikrobiologi dan imunologi di Weill Cornell Medical College di New York, dalam sebuah email.
Sementara itu, panel penasihat Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS akan bertemu minggu depan untuk membahas rekomendasi spesifik tentang siapa yang dapat menerima booster, jika FDA mengizinkannya.
Moderna sedang mencari otorisasi untuk dosis booster 50 mikrogram.
Dosis itu hanya setengah dari kekuatan vaksin awal yang diberikan dalam dua suntikan dengan jarak sekitar empat minggu.
Moderna juga telah meminta regulator untuk melancarkan suntikan ketiga untuk orang dewasa berusia 65 tahun ke atas, serta untuk individu berisiko tinggi, serupa dengan otorisasi yang diperoleh oleh saingannya Pfizer Inc dan mitra Jerman BioNTech untuk vaksin mRNA mereka.
Pemerintahan Presiden Joe Biden mengumumkan rencana awal tahun ini untuk meluncurkan dosis booster untuk orang dewasa secara umum.
Tetapi beberapa ilmuwan FDA kemudian mengatakan dalam sebuah artikel di jurnal The Lancet bahwa tidak ada cukup bukti untuk mendukung booster untuk semua.
Moderna vs Pfizer: Penelitian Tunjukkan Efektivitas Setara di Awal, tapi Kini 1 yang Lebih Unggul
Sejak vaksin Covid-19 Moderna dan Pfizer pertama kali diautorisasi di Amerika Serikat, keduanya menunjukkan efektivitas yang serupa.
Namun hal itu sepertinya tidak sepenuhnya benar, New York Times via The Straits Times melaporkan.
Dalam sejumlah penelitian yang diterbitkan pertengahan September lalu, vaksin Moderna tampaknya lebih protektif daripada vaksin Pfizer-BioNTech beberapa bulan setelah vaksinasi.
Studi yang diterbitkan pada Rabu (22/9/2021) di The New England Journal of Medicine, mengevaluasi efektivitas vaksin dalam mencegah penyakit simtomatik.
Observasi dilakukan di sekitar 5.000 petugas kesehatan di 25 negara bagian.
Studi tersebut menunjukkan bahwa vaksin Pfizer-BioNTech memiliki efektivitas 88,8 persen, sedangkan Moderna 96,3 persen.
Baca juga: BioNTech-Pfizer Sebut Vaksinnya Aman Digunakan untuk Anak-anak
Baca juga: Perbandingan Tingkat Efektivitas Vaksin Covid-19 Johnson & Johnson, Moderna, dan Pfizer-BioNTech
Selain itu, penelitian yang diterbitkan pada hari Jumat (17/9/2021) oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit menemukan bahwa efikasi vaksin Pfizer-BioNTech terhadap rawat inap turun dari 91 persen menjadi 77 persen, empat bulan setelah suntikan kedua.
Vaksin Moderna tidak menunjukkan penurunan selama periode yang sama.
Jika kesenjangan efikasi terus melebar, hal itu dapat berimplikasi pada perdebatan tentang suntikan booster.
Badan-badan federal minggu ini sedang mengevaluasi perlunya suntikan ketiga vaksin Pfizer-BioNTech untuk kelompok berisiko tinggi, termasuk lansia.
Para ilmuwan awalnya tidak menghiraukan perbedaan antara vaksin Moderna dan Pfizer-BioNTech ini.
Tetapi perlahan-lahan mereka yakin bahwa perbedaan itu "kecil tetapi nyata."
"Asumsi dasar kami adalah bahwa vaksin mRNA berfungsi sama, tetapi kemudian kita mulai melihat perbedaan," kata Dr Natalie Dean, ahli biostatistik di Emory University di Atlanta.
"Ini bukan perbedaan besar, tapi setidaknya konsisten."
Meski begitu, perbedaannya kecil dan konsekuensi di dunia nyata tidaklah pasti.
Kedua vaksin masih sangat efektif untuk mencegah penyakit parah dan rawat inap, ujar Dean dan dokter lainnya.
"Ya, kemungkinan perbedaan nyata, mungkin mencerminkan apa yang ada di dua botol itu," kata Profesor John Moore, pakar virus di Weill Cornell Medicine di New York.
"Tapi sungguh, seberapa penting perbedaan ini di dunia nyata?"
"Tidak pantas bagi orang yang menggunakan Pfizer untuk panik karena mereka mendapat vaksin yang lebih inferior."
Bahkan dalam uji klinis asli dari tiga vaksin yang disahkan di AS (Pfizer-BioNTech, Moderna dan Johnson & Johnson) jelas bahwa vaksin J&J memiliki kemanjuran yang lebih rendah daripada dua lainnya.
Penelitian sejak itu telah membuktikan tren itu, meskipun J&J mengumumkan minggu ini bahwa dosis keduanya dapat meningkatkan kemanjurannya ke tingkat yang sebanding dengan yang lain.
Vaksin Pfizer-BioNTech dan Moderna mengandalkan teknologi mRNA yang sama.
Dalam uji klinis awal, keduanya memiliki kemanjuran yang sangat mirip terhadap infeksi simtomatik: 95 persen untuk Pfizer-BioNTech dan 94 persen untuk Moderna.
Ini lah mengapa kedua vaksin ini kerap disebut "setara."
Perbedaan Tipis
Masih dilansir The Straits Times, tipisnya perbedaan muncul dari waktu ke waktu.
Vaksin tidak pernah secara langsung dibandingkan dalam studi yang dirancang dengan cermat.
Sehingga, data yang menunjukkan efek vaksin yang bervariasi sebagian besar hanya didasarkan pada pengamatan.
Hasil dari studi dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk lokasi, usia populasi yang divaksinasi, serta saat mereka diimunisasi dan waktu antara kedua dosis, kata Dean.
Misalnya, vaksin Pfizer-BioNTech diluncurkan beberapa minggu sebelum Moderna untuk kelompok prioritas - lansia dan petugas kesehatan.
Kekebalan berkurang lebih cepat pada lansia, sehingga penurunan yang diamati pada kelompok yang sebagian besar terdiri dari lansia dapat memberikan kesan yang salah bahwa perlindungan dari vaksin Pfizer-BioNTech turun dengan cepat.
Mengingat peringatan tersebut, Dr Bill Gruber, wakil presiden senior di Pfizer menyebut ia tak yakin ada perbedaan.
"Saya tidak berpikir ada cukup data di luar sana untuk membuat klaim itu," ujarnya.
Tapi sekarang, studi observasional telah memberikan hasil dari sejumlah lokasi - Qatar, Mayo Clinic di Minnesota, beberapa negara bagian lain di AS - dan pada petugas kesehatan, veteran yang dirawat di rumah sakit atau masyarakat umum.
Kemanjuran Moderna melawan penyakit parah dalam studi tersebut berkisar antara 92 persen hingga 100 persen.
Angka Pfizer-BioNTech tertinggal 10 hingga 15 poin persentase.
Kedua vaksin telah berbeda lebih tajam dalam kemanjurannya melawan infeksi.
Perlindungan dari keduanya berkurang seiring waktu, terutama setelah kedatangan varian Delta.
Tetapi nilai vaksin Pfizer-BioNTech turun lebih rendah.
Dalam dua penelitian terbaru, vaksin Moderna 30 poin persentase lebih baik dalam mencegah penyakit parah.
Beberapa penelitian menemukan bahwa tingkat antibodi yang diproduksi oleh vaksin Pfizer-BioNTech adalah sepertiga hingga setengah dari yang diproduksi oleh vaksin Moderna.
Namun penurunan itu sepele, kata Moore.
Sebagai perbandingan, ada perbedaan lebih dari 100 kali lipat dalam tingkat antibodi di antara individu yang sehat.
Namun, para ahli lain mengatakan bahwa kumpulan bukti menunjukkan perbedaan yang perlu ditelusuri, setidaknya pada orang yang merespons vaksin dengan lemah, termasuk orang dewasa yang lebih tua dan orang dengan gangguan kekebalan.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Berita lainnya seputar vaksinasi Covid-19