Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemerintah Dinilai Gagap Berlakukan Kebijakan Tes PCR Bagi Pengguna Pesawat

Kebijakan Pemerintah mewajibkan pengguna transportasi udara melakukan tes RT PCR membuat masyarakat bingung.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Pemerintah Dinilai Gagap Berlakukan Kebijakan Tes PCR Bagi Pengguna Pesawat
Tribunnews.com/ Taufik Ismail
Kondisi klinik di Bali yang kebanjiran tes PCR, Minggu (24/10/2021) 

Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Kebijakan Pemerintah mewajibkan pengguna transportasi udara melakukan tes RT PCR membuat masyarakat bingung.

Selain itu, kebijakan tersebut juga dinilai memberatkan masyarakat karena harga tes RT PCR terlalu tinggi.

Sejak diumumkan Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, bahwa pengguna moda transportasi udara di dalam negeri wajib melampirkan tes PCR, pada Senin 18 Oktober lalu, banyak pengguna pesawat yang panik.

Mereka yang memiliki jadwal penerbangan Selasa atau sehari setelah pengumuman harus melakukan tes PCR.

Padahal hasil tes PCR lebih dari 1 X 24 jam atau bisa lebih singkat dengan biaya lebih mahal.

"Kita begitu membaca berita, Senin malam telpon ke maskapai, katanya merujuk pada Inmendagri maka per Selasa esok sudah menerapkan PCR bukan antigen lagi," kata pengguna pesawat, Tommy Zakaria kepada Tribunnews, Selasa (26/10/2021).

Berita Rekomendasi

Ternyata kebijakan tersebut tidak langsung diterapkan maskapai.

Baca juga: Turunnya Tarif Tes PCR Disesuaikan dengan Harga Pasar

Sebagian masih memperbolehkan penumpang hanya melampirkan tes antigen saja.

Pemerintah baru menerapkan syarat tes PCR sepekan kemudian, pada Kamis siang 21 Oktober atau 2 hari setelah Inmendagri 47/2021 terbit.

"Jadi 2 sampai 3 hari sejak pengumuman, masyarakat bingung, ini pakai tes PCR atau engga. Kita telpon ke maskapai katanya pakai tes PCR, ternyata di lapangan antigen boleh. Eh ternyata baru berlaku sepekan kemudian, kan kacau ini pemerintah" katanya.

Pemerintah dinilai gagap dalam menerapkan kewajiban tes PCR.

Sejumlah klinik di Bali terpaksa menolak warga yang ingin tes PCR karena kehabisan stok.

Padahal mereka ingin tes PCR untuk keperluan penerbangan.

Baca juga: Kembangkan Reagen PCR Covid-19, Zebra Nusantara Akan Gandeng Perusahaan Asal Korsel

Pantauan Tribunnews.com di salah satu klinik atau lab di Batu Balig, Kabupaten Badung, lebih dari 20 orang ditolak untuk tes PCR pada Minggu (24/10/2021).

Bahkan seorang bapak yang usianya sudah renta tampak membawa selembar kertas pembelian tiket pesawat untuk dapat tes PCR.

Namun, tetap ditolak.

"Saya sudah tiga kali pindah klinik tidak bisa katanya penuh, harus bikin janji dulu sehari sebelumnya, sementara pesawat saya terbang besok pagi," katanya.

Alasan petugas klinik menolak warga yang akan tes PCR karena kehabisan stok. Sejak Inmendagri terbit banyak orang yang datang untuk tes PCR untuk keperluan penerbangan.

Baca juga: Harga Tes PCR Turun, Pemerintah Tetapkan Batas Tarif Tertinggi Rp 275 Ribu di Jawa-Bali

"Mohon maaf, karena stoknya terbatas, di sini tidak bisa, boleh dicoba, ke puskesmas atau klinik lain," kata seorang petugas klinik.

Edward seorang pengguna pesawat tujuan Jakarta yang tes PCR di Bali, mengaku bingung dengan kebijakan pemerintah tersebut.

Menurutnya pengguna pesawat diwajibkan melampirkan tes PCR tapi stoknya terbatas.

"Kita mau tes saja susah, sudah empat kali pindah klinik, katanya stoknya terbatas, sementara kita pesawat besok, Senin (25/10). Kalau tidak ada berati kita ga bisa terbang dong" katanya.

Selain masalah stok alat yang terbatas, sejumlah klinik di Bali juga mendapatkan komplain soal lamanya hasil tes keluar.

Seorang warga di salah satu klinik di Bali, komplain karena hingga Minggu (24/10/2021) pukul 11.30 siang hasil tes belum juga keluar.

Padahal, dijanjikan pada pukul 10.00 pagi hasil tes keluar.

"Saya flight jam setengah satu siang, sedangkan setengah 12 hasil tes belum keluar, ada solusinya enggak atau mba mau tanggung jawab enggak saya tak bisa terbang" kata seorang warga di klinik.

Mendapati pertanyaan seperti itu, petugas klinik tidak bisa menjawab dan hanya mengutak-ngatik komputernya.

Edward mengatakan selain gagap, pemerintah juga tidak konsisten dalam penanganan Pandemi.

Bagaimana tidak pemerintah membuka penerbangan internasional, tapi memperketat penerbangan domestik.

Pengetatan tersebut dilakukan saat kasus melandai.

"Katanya untuk menggeliatkan ekonomi, tapi penerbangan malah diperketat, kan ongkos jadi bengkak dengan kewajiban PCR. Ini pemerintah kelihatan gagapnya" kata dia.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, Abdul Kadir mengatakan bahwa dasar pemerintah menerapkan tes PCR bagi pengguna pesawat untuk mengantisipasi penularan Covid-19.

Ia mengatakan setelah melandainya kasus Covid-19 pengguna pesawat banyak.

"Dasar pemerintah untuk menggunakan PCR sebagai syarat perjalanan pesawat udara itu adalah bahwa sekarang ini memang kenyataan di lapangan penumpang pesawat udara itu sekarang ini luar biasa banyaknya," kata dia dalam konferensi pers virtual, Rabu, (27/10/2021).

Di dalam pesawat kata dia, kini sulit menjaga jarak karena pemerintah memperbolehkan mengangkut penumpang 100 persen kapasitas.

"Hampir semua maskapai yang beroperasi sekarang ini, itu mengoperasionalkan pesawat dengan kapasitas sampai 90 persen. Artinya apa, sepertinya memang pelaksanaan physical distancing di atas pesawat itu itu sukar dihindari, sukar dilaksanakan," katanya.

Menurutnya, agar tidak terjadi penularan di dalam pesawat, maka penumpang harus benar benar bersih dan tidak berpotensi menularkan Covid-19.

Karenanya PCR yang merupakan gold tes atau pemeriksaan utama dijadikan syarat perjalanan.

"Seandainya misalnya tanpa PCR dan ternyata (pasien Covid-19) lolos di atas pesawat terbang maka tentunya semua penumpang yang ada di atas pesawat itu termasuk dalam kondisi probable atau suspect, sehingga dengan demikian semua yang ada di atas pesawat itu teorinya harus dikarantina," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas