Jubir Satgas Covid-19: Wajib Tes PCR bagi Penumpang Pesawat Bersifat Dinamis
Kebijakan wajib tes PCR bagi penumpang pesawat bersifat dinamis, kebijakan akan terus dipantau oleh pemerintah
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan wajib tes PCR bagi penumpang pesawat bersifat dinamis.
Nantinya, kebijakan akan terus dipantau oleh pemerintah.
Hal ini disampaikan oleh juru bicara Satgas Covid-19 Indonesia, Prof. Wiku Adisasmito dalam merespons dua petisi yang meminta agar pemerintah membatalkan kewajiban tersebut.
“Di masa pandemi yang sedang kita alami ini, kebijakan yang dikeluarkan selalu bersifat dinamis, disesuaikan dengan dinamika kasus, kesiapan laboratorium pendukung, dan kesiapan operator jasa transportasi,” tulis Wiku dalam platform Change.org, seperti dikutip Tribun, Kamis (28/10/2021).
Baca juga: Penyedia Layanan Tes PCR Mengakali Harga Bahan Baku dan Biaya Operasional
Wiku mengapresiasi masyarakat yang bersuara memberikan masukan terhadap kebijakan pemerintah melalui petisi online.
Diketahui, kewajiban tes PCR mendapatkan kritikan dari sejumlah pihak termasuk masyarakat.
Dua petisi online ini telah ditandatangani oleh hampir 48 ribu warganet.
Petisi pertama dibuat oleh Dewangga Pradityo, seorang insinyur pesawat, dan Herlia Adisasmita, seorang warga Bali.
Dewangga dan Herlia meminta agar kebijakan untuk mewajibkan PCR sebagai syarat perjalanan untuk diganti.
Baca juga: Kemenkes Sebut Masa Berlaku Tes PCR 3x24 Jam Masih Aman dari Potensi Terpapar Covid-19
Mereka menganggap kebijakan itu memberatkan masyarakat, serta tidak sesuai dengan keperluannya.
Menurut Dewangga, sirkulasi udara di pesawat udara lebih baik dibandingkan dengan moda transportasi lainnya.
Perkembangan terbaru, pemerintah telah menurunkan harga tes PCR menjadi Rp 275.000 untuk daerah Jawa-Bali dan maksimal Rp 300.000 di luar Jawa-Bali, dengan hasil maksimal 1x24 jam. Walaupun sudah diturunkan, harga ini tetap dianggap masih terlalu mahal oleh kedua pembuat petisi.