Obat Covid-19 Molnupiravir Bakal Tiba di Indonesia Desember 2021, Harganya Diperkirakan Rp 9,9 Juta
Obat Molnupiravir direncanakan akan tiba di Indonesia pada Desember 2021 ini dalam rangka mengantisipasi gelombang ketiga Covid-19.
Editor: Adi Suhendi
Apabila memang hasil kajian FDA dan juga BPOM RI tidak menunjukkan suatu perkembangan hasil yang baik, maka Indonesia masih bisa mengurungkan niat untuk membeli obat produksi Merck itu.
Direktur Eksekutif Medicines Patent Pool, Charles Gore menjelaskan hasil awal untuk molnupiravir “menarik”.
Baca juga: Aturan Terbaru Penerbangan Domestik Garuda Indonesia Sesuai Ketentuan Terbaru dari Satgas Covid-19
Dia berharap perjanjian lisensi sukarela pertama untuk pengobatan Covid-19 ini akan mengarah pada yang lain.
Meskipun permintaan berulang kali dari pemerintah dan pejabat kesehatan, tidak ada pembuat vaksin yang menyetujui kesepakatan serupa.
Sebuah hub yang didirikan WHO di Afrika Selatan, yang dimaksudkan untuk berbagi resep dan teknologi vaksin RNA messenger, belum menarik satu pun farmasi untuk bergabung.
Merck telah meminta pilnya dilisensikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS dan Badan Obat-obatan Eropa, keputusan yang dapat diambil dalam beberapa minggu.
Merck melaporkan bulan ini bahwa molnupiravir mengurangi rawat inap dan kematian hingga setengahnya, di antara pasien dengan gejala awal Covid-19.
Hasilnya sangat kuat sehingga para ahli medis independen yang memantau uji coba merekomendasikan untuk menghentikannya lebih awal.
Pil Covid-19 ini dapat menjadi terobosan baru, karena bisa diminum orang di rumah untuk mengurangi gejala dan mempercepat pemulihan.
Keberhasilannya diharap akan mengurangi beban kasus yang menghancurkan fasilitas kesehatan dan membantu mengekang wabah di negara-negara miskin dengan sistem perawatan kesehatan yang lemah.
Pil Covid-19 ini juga akan meningkatkan pendekatan penanganan dua cabang terhadap pandemi, yakni perawatan melalui pengobatan dan pencegahan, dan terutama melalui vaksinasi.
Badan amal Doctors Without Borders menyambut baik kesepakatan yang dicapai Merck untuk membagikan pil Covid-19-nya, tetapi mengatakan itu tidak cukup.
“Lisensi tersebut mengecualikan negara-negara berpenghasilan menengah-atas utama seperti Brasil dan China dari wilayah pembuatnya, di mana terdapat kapasitas yang kuat dan mapan untuk memproduksi dan memasok obat-obatan antivirus,” kata Yuanqiong Hu, penasihat hukum dan kebijakan senior di Doctors Without Borders. (Tribun Network/rin/kps/wly)