Temuan Covid-19 Varian Omicron di Bekasi, KSP Tegaskan Itu adalah Hoaks, Simak Penjelasannya
Varian Omicron di Bekasi adalah berita bohong atau hoaks, 4 orang yang dinyatakan positif terpapar Covid-19 sebenarnya positif Delta bukan Omicron.
Penulis: Lanny Latifah
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Abraham Wirotomo menegaskan pemberitaan tentang empat orang di Cikarang Barat, Bekasi yang terpapar Covid-19 varian Omicron adalah berita bohong atau hoaks.
KSP telah mengklarifikasi informasi tersebut dengan Kepala Dinas Kesehatan kabupaten Bekasi dr. Sri Enny Mainiarti.
"Tidak ada bukti dan tidak ada statement apapun bahwa varian Omicron sudah masuk bekasi,” katanya.
Hasil penelusuran tim Dinkes Bekasi ke laboratorium yang melakukan testing menunjukan bahwa empat orang yang dinyatakan positif terpapar Covid-19 tersebut, sebenarnya positif Delta bukan Omicron.
Baca juga: Kemenkes Bantah Kabar Temuan Covid-19 Varian Omicron di Bekasi
Baca juga: Dinkes Bekasi Sebut 4 Warga Jakarta Terpapar Omicron, Fakta atau Hoaks?
"Adanya hoax semacam ini bisa merugikan masyarakat dan menimbulkan kepanikan yang tidak diperlukan,” lanjut Abraham Wirotomo.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga telah membantah varian Omicron terdeteksi di Indonesia.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, hasil tersebut didapat dari pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS) yang terus dilakukan pemerintah secara intensif.
"Informasi ini sekaligus mengklarifikasi sejumlah pemberitaan yang mengatakan adanya pasien yang terpapar varian baru Omicron," ujar Nadia saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (8/12/2021).
"Kami terus mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada dan jangan sampai lengah dalam menjalankan protokol kesehatan yang ketat," ucap Nadia.
Perlu diketahui, pemerintah terus memaksimalkan tes deteksi virus SARS-COV2 penyebab Covid-19 atau Whole Genome Sequencing (WGS).
Pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS) dilakukan setiap bulan dan sebanyak 1.500-1.800 sampel dites sebagai upaya deteksi varian baru.
Sebagai informasi, sebelumnya media sosial dihebohkan adanya informasi tentang warga yang terpapar Covid-19 varian Omicron di Bekasi.
Lantas, apa itu Varian Omicron?
Dikutip dari NPR, varian Omicron dilaporkan dapat memiliki mutasi dua kali lebih banyak dibandingkan varian Delta, dan menjadi varian dominan di sebagian besar dunia selama musim panas.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menamai varian baru virus corona "Omicron", setelah huruf ke-15 dari alfabet Yunani, dan menetapkannya sebagai "Variant of Concern (VOC)".
Menurut Ahli Epidemiologi Indonesia dan Peneliti Pandemi dari Griffith University, Dicky Budiman, varian ini menjadi satu pertanda yang sangat serius.
Pasalnya, Omicron langsung ditetapkan sebagai Varian of Concern.
Pada varian mutasi sebelumnya, perlu beberapa tahapan sampai bisa menjadi Varian of Concern.
"Ini adalah salah satu pertanda yang sangat serius. Dan umumnya penetapan varian itu dari varian of interested dulu atau under of investigision. Tapi ini langsung lompat dan ini menjadi varian of concern," ungkapnya saat ditanyai Tribunnews.com, Sabtu (27/11/2021).
Baca juga: Cegah Penyebaran Hoaks, Kominfo: Pemerintah Berkewajiban Membangun Reputasi
Baca juga: Kominfo Hapus 5.046 Konten Hoaks Terkait Covid-19 Selama Periode Januari-November 2021
Menurut Dicky hal ini menjadi satu hal yang serius dan kemungkinan bisa saja terjadi gelombang ketiga.
Dicky memprediksi hal ini tidak hanya terjadi pada Indonesia, namun juga dunia.
"Dalam hal ini tidak hanya di indonesia tapi juga dunia. Karena Omicron ini adalah lahir dari situasi dimana adanya wilayah negara, kawasan rendah kapasitas 3T, 5M dan, vaksinasinya," kata Dicky.
Selain rendahnya penerapan protokol kesehatan di suatu negara, lambannya program vaksinasi Covid-19 pun dapat memperparah situasi
"Itu adalah kondisi yang secara hukum biologi mendukung kemunculan suatu varian super," ujar Dicky.
Dari Mana Asal Varian Omicron?
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, varian Omicron pertama kali terdeteksi di Botswana pada 11 November, di mana tiga kasus kini telah dicatat.
Sementara di Afrika Selatan, di mana kasus pertama ditemukan pada 14 November, 22 kasus telah dicatat, menurut Institut Nasional untuk Penyakit Menular.
Kasus tambahan telah diidentifikasi di Hong Kong, yang melibatkan seorang pelancong berusia 36 tahun.
Ia sempat tinggal di Afrika Selatan dari 23 Oktober hingga 11 November, lalu dites positif tiga hari kemudian saat menjalani karantina sekembalinya ke rumah.
Pada hari Jumat (26/11/2021), Eropa mencatat kasus pertama yang dikonfirmasi setelah infeksi dilaporkan di Belgia.
Ahli virologi Marc Van Ranst mengatakan bahwa varian tersebut telah terdeteksi pada seorang pelancong yang kembali dari Mesir awal bulan November.
Para ilmuwan mengatakan bahwa varian tersebut memiliki lebih banyak perubahan pada protein lonjakannya daripada yang lain yang telah mereka lihat.
Ada dugaan bahwa penyakit itu mungkin muncul dari orang dengan gangguan kekebalan yang menyimpan virus untuk jangka waktu yang lama, mungkin seseorang dengan HIV/AIDS yang tidak terdiagnosis.
(Tribunnews.com/Latifah/Rina Ayu/Taufik Ismail)