LaNyalla Ingatkan Pentingnya Data dalam Distribusi BSU
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengapresiasi rencana pemerintah menyalurkan BSU kepada 8,8 juta pekerja.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengapresiasi rencana pemerintah yang akan menyalurkan Bantuan Subsidi Uang (BSU) kepada 8,8 juta pekerja dengan gaji di bawah Rp 3 juta.
LaNyalla mengingatkan Kemenaker untuk memperhatikan ketepatan data penerima sehingga tidak salah sasaran.
"Kita apresiasi langkah pemerintah. Namun ini kita bicara keadilan. Jangan sampai orang-orang yang berhak menerima malah terlewat, sedangkan orang yang masuk kategori mampu malah mendapatkannya. Ini seringkali terjadi dan akurasi data ini perlu dipastikan benar oleh pemerintah supaya tepat sasaran," ujar LaNyalla, saat kunjungan dapil di Jawa Timur, Rabu (6/4/2022).
Dijelaskan LaNyalla, penyaluran BSU akan sulit dilakukan melalui BPJS Ketenagakerjaan. Sebab faktanya, banyak sekali pekerja penerima upah berkisar Rp 3 juta yang tidak terdaftar dalam kepesertaan BPJS tersebut.
Oleh karena itu, LaNyalla yang sedang kunjungan dapil di Surabaya menyarankan agar sebaiknya Kemenaker memiliki data back up yang menunjukkan angka riil para pekerja Indonesia baik yang formal maupun yang non formal.
"Saat ini banyak buruh yang bekerja dengan sistem outsourcing. Biasanya durasi waktu kontrak 3 bulan, 6 bulan atau satu tahun. Alih-alih memikirkan iuran bulanan, mereka ini sangat berat bebannya karena harus kembali menganggur setelah habis masa kontrak kerja dan mencari pekerjaan lainnya lagi," imbuh LaNyalla.
Dalam permasalahan ini Kemenaker perlu sensitif. Harus mempertimbangkan bahwa banyak perusahaan yang memberlakukan sistem kontrak dengan durasi waktu pendek.
Makanya agar basis penerimanya kuat, Kemenaker perlu melakukan sensus di perusahaan-perusahaan di wilayah yang UMR-nya kecil.
"Kelompok inilah yang rentan dan lebih memerlukan bantuan subsidi," ujarnya.
Selain itu, BSU kalau bisa diperluas ke pekerja informal yang jumlahnya banyak dan sebagian besar mempunyai gaji di bawah 3 juta.
"Contohnya guru honorer, mereka tidak mungkin ikut kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dengan kewajiban membayar sejumlah uang sementara honornya sangat jauh dari standar UMR," tuturnya.(*)